Pukul tujuh, sebagian peserta berbondong-bondong menuju bus. Beberapa lainnya masih sarapan di lantai tiga Hotel Kenari.
Setelah sebagian besar kumpul, tinggal tiga orang yang belum kelihatan. Maklum, ketiganya adalah legenda di kota asalnya masing-masing. Beberapa panitia panik, mondar-mandir memeriksa kamar hotel. Setelah penantian yang membosankan, satu per satu muncul dengan muka-kasur-mahasiswa-terlambat-masuk-kelas. Untuk menjaga nama baik mereka, nama tiga selebriti itu tak usah kita sebutkan.
Di dalam bus, telah menunggu seorang pemandu dari Djarum. Ia mengucapkan selamat datang kepada para peserta, lalu bercerita tentang sejarah kretek secara umum, bagaimana industri kretek hidup di Kudus, dan secara khusus memaparkan profil perusahaannya. Dan tak lupa, ia menjelaskan tempat-tempat apa saja yang akan dikunjungi. Pabrik Sigaret Kretek Tangan (SKT), Pabrik Kretek Mesin (SKM), Oasis Djarum, PB Djarum, makanan-makanan enak dan diskusi santai bersama Noe Letto.
Di Pabrik SKT, Ayu disuguhi pemandangan ajaib. Ribuan orang bekerja dengan kecepatan luar biasa untuk membuat sebatang demi sebatang kretek. Dengan tangan! Sampai mata sulit mengikuti gerakan tangan mereka yang cekatan luar biasa, rapi dan berirama. Nyaris mekanis.
Para peserta Wisata Kretek berkeliling, memperhatikan proses kerja, pembagian tugas para karyawan dan menjajal pembuatan kretek tangan yang ternyata sangat tidak mudah. Butuh latihan dan keterampilan khusus. Beberapa orang yang mencoba membuat, gagal, dan gagal lagi. Setelah beberapa kali, dengan kelambanan yang sangat, baru percobaan itu berhasil.
Ayu merasakan ketakjuban yang mengarukan, berada di tengah ibu-ibu yang berjasa memanjakan lidah para penghisap kretek. Pekerjaan yang mereka lakoni selama bertahun-tahun, telah menyatu dalam jiwa. Mereka bekerja dengan sangat baik, untuk kebaikan orang lain yang menikmati karya tangannya.
Sementara di luar sana, ada ribuan raksasa yang ingin merebut dan memusnahkan apa yang selama ini menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan mereka: kretek. Para raksasa pemangsa yang kejam, tampil dengan topeng kesehatan, yang seakan-akan ingin menyelamatkan peradaban manusia, namun sejatinya datang dengan hasrat menghancurkan, untuk kepentingan entah.
Di twitter, Ayu sangat marah ketika seorang sejarawan muda yang tengah naik daun menghina kunjungannya ke pabrik. Si sejarawan bilang, melihat-lihat buruh bekerja kok disebut Wisata, kayak meneer Belanda mengunjungi perkebunan saja. Macam ambtenar, katanya.
Ayu tentu berhak marah. Si sejarawan hanya asal bacot. Asal menyamakan dan pukul istilah. Ia belum sempat memeriksa untuk dan dengan apa Ayu datang ke pabrik. Arman Dhani, seorang selebtwit yang paling happening se-nusantara mengingatkan, sejarawan muda itu tak perlu ditanggapi. Seringkali ia bercanda, dan kadang-kadang candanya berlebihan.
***
Perjalanan dilanjutkan ke Oasis Djarum. Kawasan terpadu perkantoran PT. Djarum. Selain kantor-kantor, di sana juga ada pabrik SKM dan Pusat Pembibitan Tanaman (PPT).
Di gerbang Oasis, menjulang menara kretek karya perupa terbaik negeri ini. Begitu pula di beberapa tempat di dalamnya. Di PPT, rombongan masuk ke green house dan mendapat berbagai informasi mengenai aneka ragam tanaman yang dikembangkan di kawasan ini.
Saking terpesonanya pada tumbuh-tumbuhan yang ada, Tika sampai berguling-guling ala Syahrini di lahan pembibitan lavender. “I’m feel free,” katanya menirukan Syahrini sambil badannya berputar-putar dengan dua tangan mengembang, sebelum menjatuhkan badannya yang subur di atas rerumputan. Ajaib sekali.
Setelah dimanjakan panorama PPT yang asri, pasukan bergerak menuju Rumah Adat Kudus. Di depannya berdiri gapura seperti yang ada di Masjid Kudus, bangunannya penuh dengan ukiran. Rumah ini hanya disangga satu tiang yang bernama Soko Jejeg, yang merupakan lambang dari Tuhan yang Maha Esa.
Setelah puas berfoto dengan barang-barang kuno, minum dari kendi dan main dakon, rombongan bergeser ke pabrik SKM. Seperti berada di dimensi berbeda, Ayu memasuki ruangan-ruangan yang dipenuhi mesin canggih, dengan aroma kretek yang khas.
Jika di SKT Ayu menyaksikan perjuangan ribuan orang dengan ketrampilan tangan yang luar biasa, di SKM sebagian besar pekerjaan diselesaikan oleh mesin. Sedikit saja yang membutuhkan sentuhan manusia. Bahkan untuk kerja-kerja pengangkutan, ada robot pintar yang hilir-mudik berjalan sesuai dengan perintah mesin.
Setelah beberapa jam menghabiskan waktu di berkeliling SKM, kami pun dijamu makan siang oleh pihak Djarum. Makanan enak luar biasa. Garang asem! Sehabis ramah-tamah yang kekenyangan, tujuan selanjutnya adalah PB. Djarum yang legendaris itu.
Sambil mengayunkan raket memukul kok, saya ngeri sendiri membayangkan Indonesia tanpa PB Djarum. Barangkali tidak akan ada lagi yang bisa kita banggakan di kancah internasional.
***
Di perkantoran PB Djarum, setelah makan malam, ada ngobrol-ngobrol ringan bersama Noe Letto.
“Enak ya di sini. Baru masuk aja udah ada asbak,” kata Letto membuka percakapan.
Ya, meski perkantoran, semua orang boleh merokok di sini. Di lift, di kamar mandi, ruang rapat, ruang pertemuan hingga ruang direksi. Semuanya menyediakan asbak ukuran besar yang bentuknya bagus.
Beberapa peserta Wisata Kretek tak bisa menyembunyikan hasrat mereka untuk memboyong pulang asbak-asbak cantik itu.
“Saya melihat ketidakadilan. Semua tentang antirokok di Indonesia ini absurd, menurut saya,” sambung Noe.
“Konon katanya, rokok mengandung bahan beracun. Nggak masuk akal itu. Bahan apa? Untuk ngomong bahan beracun, kamu gak bisa ngomong bahannya aja dan gak ngomong dosisnya. Nasi goreng itu nggak beracun, tapi kalo kamu makan satu truk ya beracun. Vitamin C itu ya gak beracun, tapi jajal sekaleng?” ujar Noe, disembut gelak tawa para peserta.
Ayu juga tertawa sambil mengepulkan asap kreteknya. Dari samping, terlihat seperti Rara Mendut.
“Obat itu pasti mengandung racun. Tapi karena dosisnya tepat, dia jadi obat. Alexander the Great itu matinya karena minum obat, tapi dosisnya berlebihan.”
Ayu mendengarkan dengan seksama sambil sesekali menghisap kreteknya.
“Saya tidak pernah mendengar yang namanya penyakit rokok. Tapi saya sering dengar ada yg namanya penyakit gula. Tapi di mana-mana, gak ada penjual gula yang ada gambar yang mengerikan. Penyakit gula jelas lho. Produknya gula, menyebabkan penyakit gula. Jadi, makan gula menyebabkan penyakitnya. Ini lebih dekat itu jaraknya. Kalo rokok kan gak ada? Gak enak ini, gak adil.”
Ayu mengangguk-angguk, matanya menatap lurus ke depan.
“Semua yang dikonsumsi, mengandung resiko penyakit. Tapi kenapa cuma rokok yang dipermasalahkan. Rokok, rokok, rokok. Kalo mau adil, ayo kita kasih gambar serem semuanya. Semua tukang sate di pinggir jalan kasih gambar peringatan: Sate Kambing menyebabkan darah tinggi, zina dan perselingkuhan. Ini lebih dekat dengan bahaya.”
Ayu tergelak tertawa.
Bersambung ke bagian ketiga
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H