Kompasianer Repa juga menyoroti infrastruktur yang belum merata dan memadai. Mulai dari pengangkut sampah hingga fasilitas umum.
"Di situ mungkin muncul hal-hal dilematisnya dalam hal waste management," katanya.
Persoalan lainnya adalah adanya kesalahan persepsi bahwa TPA adalah tempat pembuangan, bukan pemrosesan.
Kompasianer Nara Ahirullah mengatakan TPA semestinya menjadi tempat akhir sampah-sampah yang tidak bisa atau sulit didaur ulang.
Sementara, lanjutnya, sampah-sampah organik bisa diproses sejak dari rumah. Hanya saja, saat ini masyarakat terbentur ketersediaan infrastruktur. Sehingga, sampah-sampah organik maupun anorganik, berujung di TPA.
Padahal, dalam Undang-Undang Pengelolaan Sampah Nomor 18 Tahun 2008 Pasal 13 menyebut pengelola kawasan permukiman, kawasan komersial, kawasan industri, kawasan khusus, fasilitas umum, fasilitas sosial, dan fasilitas lainnya wajib menyediakan fasilitas pemilahan sampah.
"Artinya infrastruktur pengelolaan sampah itu harus disediakan dulu oleh pemerintah atau pengelola kawasan, baru kemudian masyarakat didorong kelolah sampah. Sekarang kan kondisinya tidak begitu. Orang disuruh memilah sampah tapi nggak dikasih infrastrukturnya," Â jelasnya, saat dihubungi Kompasiana, Rabu (10/10/2024)
"Lalu kemudian ketika orang tidak mau memilah sampah mereka mau disanksi. Sementara selama ini mereka sudah diberi sanksi berupa retribusi. Nah, salah kaprahnya di situ. Ketika mereka sudah membayar retribusi, mereka merasa sudah membayar jasa pengangkut sampah," imbuhnya.
Pembenahan pengelolaan sampah secara menyeluruh dengan sistematis, komprehensif, dan berkelanjutan perlu dilakukan sesegera mungkin. Sebab, dampak positif yang dapat dihasilkan sangat dibutuhkan hari-hari ini.
Misalnya, pengurangan dampak lingkungan. Dengan pengelolaan sampah yang baik, jumlah sampah yang berakhir di TPA atau dibuang sembarangan akan berkurang.
Hal ini juga dapat mengurangi polusi tanah, air, dan udara serta risiko kerusakan ekosistem. Pengolahan limbah organik juga bisa mencegah emisi gas rumah kaca, seperti metana.
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya