Ada apa dengan dunia pendidikan Indonesia saat ini? Apakah masih ada tempat aman bagi siswa di sekolah?
Tengok saja kasus beberapa waktu lalu yang dilakukan siswa di Cilacap yang menendang temannya. Atau, serangan yang dilayangkan siswa kepada gurunya karena dendam.
Itu baru salah dua kasus yang viral dan jadi perhatian bersama. Bagaimana di sekolah lain di daerah lain?
Atas terjadinya kasus dan kondisi ini semestinya sudah jadi alarm bersama bagi dunia pendidikan: baik pihak sekolah, keluarga, dan pemerintah.
Memberi ruang yang aman dan tidak ada kekerasan jadi suatu kewajiban. Tidak boleh ada sedikitpun ruang bagi para pelaku guna meningkatkan mutu dan kualitas pendidikan.
Melihat sekelumit kasus kekerasan yang terjadi di sekolah, Kompasianer pun saling memberi saran dan opininya lewat topik pilihan Kompasiana sebagai berikut.
1. Perundungan, Ruang Aman, dan Anak
Mencegah dan menangani perundungan dengan menciptakan ruang aman, meningkatkan kemampuan regulasi diri, empati, dan kolaborasi.
Karena kasus perundungan yang terjadi belakang ini pada akhirnya menyadarkan banyak kalangan: kita semua jadi berpikir bila anak-anak yang menjadi korban dan pelaku.
Kompasianer Kosasih Ali Abu Bakar menjelaskan, ketika anak kita menjadi pelaku, apakah kita sudah mendidik anak kita dengan baik? Apakah sekolah sudah benar mendidik anak kita?
"Atau ketika anak kita menjadi korban. Kita akan mengutuk anak yang berbuat tidak baik sambil bertanya apakah kita pernah memperlakukan orang lain seperti itu?" lanjutnya. (Baca selengkapnya)
2. Ini Alasan Langgengnya Kekerasan di Sekolah, Darurat Pendidikan Karakter!
Anak yang seharusnya masih lucu dengan segala aktivitasnya, tulis Kompasianer Airani Listia, sekarang mampu melakukan tindak kekerasan yang merugikan diri sendiri dan banyak pihak.
Maka seperti menunggu waktu saja jika kekerasan tetap langgeng terjadi di sekolah.
Kompasianer Airani Listia mencontohkan karena adanya senioritas yang menindas. Senior merasa memiliki kekuasaan lebih dibandingkan junior.
"Senioritas, membuat kakak kelas merasa tidak masalah melakukan kekerasan pada adik kelas. Senioritas justru menjadi ajang untuk menindas adik kelas," lanjutnya.
Oleh karena itu, Â pendidikan karakter siswa mestinya makin lebih intensif di sekolah. (Baca selengkapnya)
3. Manakala Profesi Pendidik Terancam Bahaya Demi Mendidik Generasi Bangsa
Selain memberi rasa aman, sekolah semestinya bisa jadi pilar utama untuk memberi kedamaian dan penghargaan bagi pembangunan bangsa.
Namun, ketika kekerasan terjadi pada guru, Kompasiaer Akbar Pitopang menulis bukan lagi sekadar menyangkut individu melainkan masalah sosial yang memerlukan perhatian bersama.
"Apakah menjadi seorang guru kini telah menjadi profesi yang membahayakan?" tanya Kompasiaer Akbar Pitopang, melanjutkan.
Oleh karena itu sudah diperlukan tindakan nyata guna mangatasi akar dari penyebab perilaku-perilakun kekerasan terhadap guru.
Ketika sudah menjunjung tinggi, tulis Kompasiaer Akbar Pitopang, nilai-nilai penghargaan dan menghilangkan ancaman kekerasan. (Baca selengkapnya)
4. Kekerasan Siswa: Analisis Trauma Psikologi
Kekerasan oleh siswa menyebabkan trauma psikologi berkepanjangan.
Kompasianer Muharningsih mengajak kita lewat tulisannya untuk mengulas masalah trauma diimplementasikan dengan kondisi kekerasan oleh siswa yang sedang aktual pemberitaannya di dunia pendidikan.
Secara temporal trauma psikologi (TP), lanjutnya, merupakan keadaan seseorang sebagai akibat kisah pilu atau buruk  yang terjadi di masa lampau.
"Saat mengalami TP, seseorang cenderung terganggu secara kesehatan mental, tiba-tiba cemas jika mengingat sesuatu hal terkait kejadian pilu tadi." tulis Kompasianer Muharningsih.
Perundungan jenis apapun tidak dibenarkan, karena trauma psikologi memiliki alur yang panjang. (Baca selengkapnya)
5. Merancang Sekolah Aman, Guru Wajib Paham!
Ada tanya tanya besar yang kini sedang terjadi di dunia pendidikan yang sedang bertransformasi menjadi merdeka belajar.
Kekerasan yang terjadi di sekolah, tulis Kompasianer Agustian Deny Ardiansyah, sangat miris dan menyayat hati.
Pada saat yang bersamaan dengan runtutan kasus kekerasan itu, Â Kompasianer Agustian Deny Ardiansyah sedang menjalani pelatihan implementasi kurikulum merdeka.
"Sekolah aman itu sekolah yang dibentuk dengan membangun interaksi yang kuat antara guru, siswa-siswi dan orangtua," tulisnya.
Jadi, interaksi positif antara siswa-siswi dan guru yang mengakibatkan terjalinnya hubungan yang dekat dan saling memperhatikan. (Baca selengkapnya)
***
Untuk membaca opini, respon, hingga saran yang Kompasianer berikan bisa masuk ke Topik Pilihan: Kekerasan oleh Siswa!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H