Mohon tunggu...
Kompasiana News
Kompasiana News Mohon Tunggu... Editor - Akun ini merupakan resmi milik Kompasiana: Kompasiana News

Akun ini merupakan resmi milik Kompasiana. Kompasiana News digunakan untuk mempublikasikan artikel-artikel hasil kurasi, rilis resmi, serta laporan warga melalui fitur K-Report (flash news).

Selanjutnya

Tutup

Parenting Artikel Utama

Fery Farhati dan Cita-cita Mengedukasi Orangtua Indonesia

8 Agustus 2023   18:14 Diperbarui: 9 Agustus 2023   00:25 1477
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Trial and error (dalam mendidik anak) itu kan capek, ya. Tapi kalau (orangtua) ada pengetahuannya, maka setengah beban itu sudah teratasi."

Saat Kompasiana temui, Kompasianer Fery Farhati bercerita tentang peluncuran buku terbarunya. Judulnya "Cerita Lego". Buku anak ini berkisah tentang Lego, kucing difabel kesayangan Fery sekeluarga. "Cerita Lego" menjadi medium bagi Fery menuturkan edukasi seputar parenting dan keluarga.

Kepedulian Fery terhadap pendidikan orangtua dan anak usia dini tidak sekonyong-konyong muncul. Lahir di Kuningan dalam keluarga pedagang, orangtua Fery selalu mendukung keempat anaknya bersekolah tinggi. Karena itulah, meski di kotanya saat itu belum ada toko buku, keluarganya selalu berlangganan ragam majalah. Mulai dari majalah anak Bobo, sampai majalah remaja/dewasa seperti Hai dan Femina.

Fery muda selalu menyimpan kekaguman terhadap tantenya yang berkuliah di Psikologi UGM. Oleh karenanya, tak perlu pikir panjang bagi Fery untuk memutuskan menempuh studi yang sama. Psikologi di UGM. Kampus yang mempertemukannya dengan Anies Baswedan.

Fery dan Anies menikah tak lama setelah keduanya lulus dari UGM. Selepas itu, Fery harus menemani suaminya melanjutkan studi di Amerika Serikat. Di sanalah Fery mengurus anak pertamanya dalam kondisi jauh dari keluarga. Layaknya orangtua baru pada umumnya, Fery mengaku sempat merasa kebingungan.

"Saya sendiri ngurusin anak pertama. Ngga ada support system, ngga ada tempat bertanya juga," kata Fery. "Tapi kebetulan di sana ada sekolah education (untuk orangtua) dan saya ikut. Itu pengalaman luar biasa buat saya."

Di kelas tersebut, ia mempelajari banyak hal tentang menjadi orangtua. Mulai dari seluk-beluk pertumbuhan anak, cara berkomunikasi, disiplin positif, dan keterampilan lainnya. Bahkan tempat tersebut menyediakan jasa penitipan anak, sehingga Fery dapat leluasa mengikuti kelas dengan tenang.

Merasa sangat terbantu dan terkesan dengan kelas tersebut, Fery pun memberanikan diri bertanya kepada pengajar, "Bagaimana caranya, jika saya ingin menjadi seperti Anda?"

Pertanyaan itulah yang lantas mengantarkannya menempuh pendidikan master Ilmu Keluarga dan Anak Terapan di Northern Illinois University AS pada tahun 2002.

Sejak itu, Fery yakin bahwa orangtua perlu memiliki bekal pengetahuan dalam mendidik anak. Keterampilan ini tak hanya bermanfaat bagi anak, tetapi juga akan memudahkan orangtua. Meminimalkan trial & error dalam mendidik anak.

Menurut Fery, setidaknya ada 2 isu utama yang dihadapi orangtua dewasa ini. Pertama adalah pengetahuan parenting orangtua dan kemampuannya beradaptasi dengan anak. Kedua, generation gap antara anak dan orangtua. Keduanya saling terkait dan melengkapi.

"Sekarang dunia semakin cepat berubah, kecepatan itu juga secara langsung membuat orangtua semakin banyak dituntut. Dari sisi anak-anak juga terpapar dengan informasi yang semakin banyak, sementara orangtua ketinggalan," katanya.

Ditambah, pada era ini orang banyak show-off mengenai cara mendidik anak.
"Yang dimunculin yang positif-positif saja, yang berantakannya nggak dimunculin. Jadi standar yang orangtua pakai bukanlah yang semestinya, melainkan media sosial. Itu akan semakin membebani orangtua," tambah Fery

Oleh karenanya, Fery menyarankan supaya orangtua terus belajar karena ilmu parenting terus berkembang. Jangan sampai anak merasa tidak dipahami dan tidak betah di rumah. Lagipula, menurutnya, menerima pengasuhan yang baik dari orangtua adalah hak setiap anak.

Terdorong oleh semangat mendampingi para orangtua, Fery lantas membangun Komunitas Rumah Pencerah pada 2014. Komunitas ini berawal dari kelompok berbagi pengalaman antara orangtua untuk menciptakan lingkungan yang positif bagi anak-anaknya, yang lantas diekskalasi dalam lingkup lebih besar.

Selanjutnya, konsistensi Fery mendapat ruang lebih besar dengan perannya sebagai Ketua Tim Penggerak PKK dan Bunda Paud DKI Jakarta pada tahun 2018

Menyusui Bukan Tugas Ibu Semata

Menurut Fery, setiap anak memiliki kebutuhan dasar yang perlu dipenuhi orangtuanya. Yakni rasa aman, rasa bahagia, merasa dilibatkan, dan keteraturan dengan memberitahukan batasan-batasan kepada anak.

"Dan terakhir adalah religius. Memberi pengertian kepada anak bahwa ada yang lebih besar darinya, ada yang jauh lebih mencintai dari orangtuanya, yaitu Allah Swt," jelasnya.

Rasa aman dapat muncul dengan terpenuhinya kebutuhan dasar. Salah satunya: air susu ibu, yang menjadi asupan pertama bayi ketika lahir di dunia. ASI dari dekapan ibu dapat membantu anak merasa disayangi dan aman.

Sayangnya, di Indonesia baru 20% ibu menyusui yang sukses menuntaskan masa ASI eksklusif 6 bulan. Belum lagi kemunculan kasus-kasus lain seperti meninggalnya bayi berusia 54 hari karena diberi jamu. Atau bayi yang meninggal karena disuapi pisang oleh neneknya.

Susu formula adalah lain hal. dr. Utami Roesli, SpA.,MBA, FABM.,---dalam sebuah artikel di ANTARA--- mengatakan banyak orangtua, terlebih yang belum mendapat pengetahuan dasar tentang menyusui, memilih memberikan susu formula pada bayi agar kenyang dan pintar.

Padahal, susu formula dengan pemberian yang tidak tepat dapat menyebabkan risiko mencret, radang paru, radang telinga, alergi susu sapi, asma, dan masalah infeksi lain. Bahkan dapat pula meningkatkan risiko diabetes, kurang gizi, obesitas sebesar 40 persen, penyakit jantung koroner serta kanker pada anak.

Oleh karenanya, Kompasiana bertanya kepada Fery Farhati, bagaimana supaya seorang ibu dapat sukses menyusui anaknya hingga setidaknya 6 bulan pada masa ASI eksklusif?

Menurut Fery, sama seperti parenting yang tidak bisa dilakukan sendirian, menyusui juga membutuhkan dukungan/support system dari orang-orang di sekitar ibu. Keluarga, tetangga, tempat kerja, bahkan pemerintah.

Fery sempat mengenang momen setelah melahirkan anaknya di Amerika Serikat. Tahu-tahu ia mendapat kiriman sekotak newborn kit dengan ucapan selamat dari gubernur. "Saya tahu itu mungkin hanya print atau cap, tapi rasanya senang sekali. Seakan-akan mau bilang 'mari kita rawat anak ini dengan baik'," ungkap Fery.

Selain pemerintah, orang-orang di sekitar ibu juga perlu menyadari manfaat ASI untuk anak. Jangan sampai terulang peristiwa kakek/nenek yang memberikan air tajin karena ASI ibu dianggap tidak deras atau encer pasca persalinan.

"Itu kan pengetahuan. Kalau ibu dan keluarganya tahu kolostrum itu cukup menjadi makanan anak, kan tidak perlu panik," tambah Fery. "Jadi ngga butuh yang lainnya. Kalau dicampur yang lain, nanti ASI akan terintervensi."

Selain merawat kesehatan fisik dan mental ibu, perlu juga bantuan dari media untuk mempromosikan kebaikan ibu menyusui. "Misalnya anak Presiden Jokowi, bagus itu kan menyusui sendiri. Nah itu yang diangkat. Menjadi contoh untuk ibu-ibu lain."

Nah Kompasianer, bagaimana dengan lingkungan di sekitarmu? Apakah kamu memiliki support system yang baik selama menyusui?

Untuk bapak-bapak, kakek-nenek, tante-om, tenaga medis, dan penentu kebijakan publik, sudahkah selama ini kita mendukung ibu menyusui? Misalnya dengan membantu ibu menyusui menjaga kesehatan fisik/mentalnya, menyediakan ruang menyusui di tempat umum, atau apapun caramu untuk mendukungnya.

Pas banget, nih! Pada bulan peringatan Hari ASI Sedunia, Kompasiana berkolaborasi dengan Fery Farhati mau menantang kamu untuk menceritakan pengalaman, suka duka, kiat, dan berbagi cara bagaimana kita mendukung ibu menyusui.

Siap-siap! Tunggu info selanjutnya, ya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Parenting Selengkapnya
Lihat Parenting Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun