Mohon tunggu...
Kompasiana News
Kompasiana News Mohon Tunggu... Editor - Akun ini merupakan resmi milik Kompasiana: Kompasiana News

Akun ini merupakan resmi milik Kompasiana. Kompasiana News digunakan untuk mempublikasikan artikel-artikel hasil kurasi, rilis resmi, serta laporan warga melalui fitur K-Report (flash news).

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

drh. Iwan Berri Prima, di Antara Laut Arafuru dan Restu Ibu

22 Juni 2023   14:59 Diperbarui: 23 Juni 2023   12:25 1024
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Diungkapkan Dokter Berri, keindahan pantai-pantai di Bintan membawanya untuk bercita-cita sebagai pelaut—sebuah impian yang mungkin tidak banyak dicita-citakan anak seusianya saat itu. Walakin, cita-cita itu harus dia kubur lantaran tak mendapat restu sang ibu.

Belakangan, Dokter Berri baru mengetahui bahwa dia dan keluarganya adalah keturunan dari seorang buyut yang berprofesi sebagai angkatan laut yang gugur dalam peristiwa Pertempuran Laut Arafuru, di Laut Aru, Maluku, bersama Komodor Yos Sudarso dengan KRI Matjan Tutul.

Dalam berbagai catatan sejarah, pertempuran Laut Arafuru juga kerap disebut pertempuran Laut Aru. Hal ini merujuk pada lokasi terjadinya pertempuran antara Indonesia dan Belanda.

Pada zaman itu, pertempuran Laut Arafuru bisa dibilang berlangsung sengit. Mengingat, kedua negara mengerahkan alat utama sistem persenjataan (alutsista) canggih pada zamannya.

Meski begitu KRI Matjan Tutul harus tumbang akibat diterjang meriam Belanda. Karena itu, dia menduga, dirinya tidak mendapat restu untuk menjadi pelaut.

"Saya tidak pernah tanya ke ibu alasannya," ungkapnya.

Tak mendapat restu untuk menjadi pelaut, Dokter Berri tidak putus arah. Dia menjalankan amanah sang ibu untuk menjadi seorang dokter. Dia pun mendaftarkan diri di tiga fakultas kedokteran dari tiga kampus berbeda di Indonesia, Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor (IPB), Kedokteran Umum Universitas Diponegoro (Undip), dan Kedokteran Gigi di Universitas Gadjah Mada (UGM).

Nasib baik pun menyertainya. Dia diterima di Kedokteran Hewan IPB dan Kedokteran Gigi UGM. Sementara dia belum berhasil di Undip.

"Saat pengumuman di Undip itu saya nggak lolos. Jujur, saya di SMA, masa sekolah, jarang gagal," katanya. "Begitu gagal sekali itu rasanya kayak dunia nggak berpihak pada saya. Saya malu, betul. Maka kalau ada yang gagal nikmatilah kegagalan itu. Kegagalan itu rahmat."

Praktik ilmu kedokteran hewan di Indonesia sendiri boleh dibilang salah satu rumpun keilmuan yang telah ada sejak era kolonial Belanda dan terus berlangsung serta berkembang hingga saat ini.

Kendati begitu, Dokter Berri menjelaskan, kedokteran hewan di Indonesia belum membuka spesialisasi. Berbeda dengan dokter manusia yang sudah banyak spesialisasinya seperti gigi, mata, hingga jantung.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun