Kalau Kompasianer masih ingat, pada waktu itu jamak ditemukan hotel-hotel yang dijual melalui online. Tidak, itu tidak sedang bercanda. Kondisi itu serius dan benar adanya.
Kondisi demikian juga dituliskan oleh Celestine Patterson, melalui artikelnya yang berjudul Ramai-ramai Jual Hotel atau Pilih Bertahan? kita tergambarkan bahwa pandemi Covid-19 adalah masa yang sangat sulit bagi industri perhotelan saat itu.
"The horrible moment," katanya.
Lain pandemi, lain Ramadan. Momen ini juga menjadi salah satu masa terberat bagi perhotelan.
Celestine mengungkapkan, selama Ramadan hotel-hotel di negara yang mayoritas beragama Islam, akan mengalami penurunan okupansi sebanyak 30 hingga 40 persen. Musababnya, kebiasaan masyarakat yang berubah.
Selama Ramadan, masyarakat yang menjalani ibadah puasa umumnya tidak banyak melakukan aktivitas liburan. Mereka fokus beribadah dan lebih banyak menghabiskan waktu di rumah bersama keluarga.
Meski demikian, Ramadan merupakan sudah masuk ke dalam kalendar tahunan. Artinya pihak hotel pastinya mengantisipasi kondisi tersebut.
Dikatakan Celestine, pihak hotel biasanya akan mencari strategi agar okupansi hotel selama Ramadan tidak sampai anjlok terlalu jauh. Strategi biasa dilakukan pihak hotel menggenjot restoran.
Celestine menyebut bahwa selama Ramadan restoran tetap menjadi pilihan konsumen, utamanya bagi yang tidak menjalankan puasa atau sebagai menu berbuka puasa.
Cara ini dinilai efektif. Pasalnya, selama Ramadan restoran di hotel mampu menopang revenue sebuah hotel.
Lain itu, yang jamak dilakukan adalah memberikan promosi penginapan, selain menonaktifkan sejumlah kamar-kamar yang biasanya jarang dilirik.