Mohon tunggu...
Kompasiana News
Kompasiana News Mohon Tunggu... Editor - Akun ini merupakan resmi milik Kompasiana: Kompasiana News

Akun ini merupakan resmi milik Kompasiana. Kompasiana News digunakan untuk mempublikasikan artikel-artikel hasil kurasi, rilis resmi, serta laporan warga melalui fitur K-Report (flash news).

Selanjutnya

Tutup

Worklife Artikel Utama

Tauhid Patria, Abdi Kereta Api yang Tengah Beradaptasi

26 September 2022   21:41 Diperbarui: 27 September 2022   14:00 1129
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Kalau lupa pakai jaket saat tugas, pasti ada saja yang minta foto," ungkap Kompasianer Tauhid Patriajaya menceritakan peristiwa menarik yang ia alami selama bekerja di KAI.

Railfans --penggemar kereta api-- memang ada di mana-mana. Di stasiun, dalam kereta, di sekitar Jabodetabek, maupun di luar Jabodetabek. Wajar saja, pembenahan yang terus dilakukan oleh PT KAI memang membuat moda transportasi ini menjadi kecintaan masyarakat. Terlebih karena sejarahnya yang panjang dan mengakar di Indonesia.

Dilansir dari Kementerian Perhubungan, Indonesia adalah negara kedua di Asia yang memiliki jaringan kereta api tertua setelah India.

Pencangkulan jalur kereta api pertama-tama dilakukan di Semarang hingga Vorstenlanden (atau kini disebut Semarang-Yogyakarta) di Desa Kemijen tanggal 17 Juni 1864.

Bermula dari situ, kini rel kereta api telah membentang sepanjang Pulau Jawa sebelah barat hingga ke sisi timur. Tak hanya di Jawa, kereta api pun dibangun di daerah lain. Sumatera misalnya. Heritage KAI (heritage.kai.id) mencatat jalur kereta api dibangun di Aceh pada 1876, Sumatera Utara di tahun 1889, Sumatera Barat di tahun 1891, Sumatera Selatan tahun 1914, dan Sulawesi pada tahun 1922.

Shock Culture Bekerja di BUMN

Setelah melanglang buana di bidang periklanan dan biro konsultan teknologi, bergabung ke dalam tim Marketing Communication PT KAI Services adalah hal yang asing bagi Tauhid Patria. Dari dunia yang cukup fleksibel, Tauhid harus beradaptasi dengan budaya kerja BUMN yang serba teratur.

"Saya gak bisa sembarangan bersikap. Saya aja gak berani duduk kalau di kereta (lebih baik berikan ke penumpang saja). Sepatu harus hitam. Seumur-umur pakai baju dikeluarkan, sekarang harus dimasukkan. Datang ke kantor jam 8 mendengarkan mars kantor. Saya juga baru tahu kalau stasiun tuh ternyata bisa jadi kantor juga," terang Tauhid, sesekali tertawa mengingat periode-periode awal ia bekerja di PT KAI Services.

Tauhid tak menyangka bahwa dalam perjalanan hidupnya, ia berkesempatan bekerja untuk kereta api. Transportasi yang dulu pernah membawa memori kurang mengenakkan bagi Tauhid.

PT KAI Services tempat Tauhid kini mengabdi memang lebih dikenal sebagai Reska. Meski begitu, kini PT KAI Services tak hanya menangani jual-beli makanan di kereta, tetapi juga meluaskan sayapnya ke pembangunan restoran seperti LOKO Caf dan parkir di stasiun. Selain itu, PT KAI Services juga membawahi 17.000 karyawan, di antaranya pada posisi PKD (Petugas Keamanan), Cleaning Service, dan Prama/Prami.

Pekerjaan Tauhid juga kerap bersinggungan langsung dengan publik. Tauhid dan tim tak segan menerima kritik dan saran. Justru, itulah masukan yang perlu diolahnya untuk menciptakan layanan yang lebih baik untuk masyarakat.

"Kita welcome dengan kritik. Saya pribadi sebagai seorang humas juga harus melatih akhlak, menjadi pribadi yang lebih baik, tidak arogan. Jangan berbicara sembarangan. Perlu ada ngerem-ngerem gitu," jelas Tauhid.

"Pengalaman kerja saya tuh aneh. Pernah kerja di leasing tapi nggak bisa naik motor. Jadi konsultan IT padahal bukan anak IT, kerja di perusahaan rokok padahal nggak merokok. Sekarang jadi humas kereta, padahal nggak seberapa akrab dengan kereta api. Jadi humas, padahal saya belajarnya jurnalistik," ungkap Tauhid.

Adaptasi adalah Koentji Inovasi

Seperti Kompasianer Tauhid Patria terus berupaya beradaptasi dengan tantangan yang dihadapi, begitu pula kereta api di Indonesia. Jelang hari jadinya ke-77 tanggal 28 September, Kereta Api Indonesia sudah mengalami perubahan dan kian memantapkan posisinya sebagai transportasi massal yang paling banyak digunakan.

Pemerintah bahkan telah menyelenggarakan studi kelayakan untuk lintas Manado--Bitung dan Makassar--Parepare. Jika sesuai rencana, pada Oktober 2022 ini akan dioperasikan jalur kereta api Makassar-Parepare yang menghubungkan Marros-Barru.

Mengutip unggahan dari Instagram Ditjen Perkeretaapian, akan ada 6 stasiun yang beroperasi. Di antaranya: Stasiun Barru, Stasiun Tanete Rilau, Stasiun Labakkang, Stasiun Pangkajene, Stasiun Ramang Ramang, dan Stasiun Marros.

"Semoga dengan dibukanya jalur kereta di Sulawesi bisa jadi alternatif transportasi bagi masyarakat di sana," ungkap Tauhid Patria.

Tauhid juga mengatakan bahwa dari segi layanan, KAI juga terus melakukan peningkatan kualitas. Salah satunya ialah dengan mencatat kritik dan saran dari penumpang, seperti yang disampaikan di atas.

"Meski kritiknya minor seperti penyajian makanan di kereta, itu tetap jadi evaluasi untuk terus bisa memberi pelayanan kepada penumpang," katanya.

Malah Tauhid Patria dan tim pernah mendatangi langsung jika ada penumpang yang merasa tidak puas terhadap pelayanan dari KAI Services. Kalau memang masih sekitar Jabodetabek, lanjutnya, pasti akan kami minta untuk bertemu langsung --entah di kantor maupun kafe dan resto terdekat dari rumahnya.

"Kami akan coba minta kontaknya dan bertemu, setelah itu kami berdiskusi atau menanyakan pelayanan apa yang sekiranya kurang maksimal itu," ungkap Tauhid.

Saluran penyampaian pun beragam, tapi yang banyak digunakan oleh penumpang tentang aduannya, yaitu Twitter. Kanal media sosial tersebut dipantau 1x24 jam setiap hari supaya bisa direspons secepatnya.  "Intinya, mesti berbesar hati terkait kritik," kata Tauhid.

Tak hanya merespons komplain, Tauhid juga menjalin relasi yang baik dengan komunitas.

"Kami sangat welcome kepada mereka, para railfans ini, sehingga bisa lebih akrab dan lebih mudah bersosialisasi," ungkapnya. Sebelumnya, Tauhid juga tergabung dengan komunitas di Kompasiana yang bergelut di dunia perkeretaapian: CommuterLine Community of Kompasiana atau disingkat Click. https://www.kompasiana.com/click

Pengalaman Tauhid berkompasiana hingga bertemu dengan Click berawal dari keinginan istrinya yang ketika itu sedang hamil muda. Sang Istri ingin datang ke Kompasianival 2014 di Taman Mini.

"Entah bagaimana ceritanya, tiba-tiba Istri ingin sekali hadir di acara itu (Kompasianival 2014) mungkin karena kepinginan bayi atau bagaimana, jadi saya usahakan agar bisa ikut. Daftar dan segala macem," katanya.

Meski belum punya akun, tapi Tauhid memenangkan doorprize di hari tersebut. Bermula dari situlah Tauhid mulai mencoba ngeblog di Kompasiana dan menjalin pertemanan dengan banyak Kompasianer. Kesenangan menulis dan ngeblog di Kompasiana sempat membuatnya resign dari pekerjaan. Menjadi freelance ternyata cukup menghidupi keluarganya.

Tetapi setelah itu, pintu-pintu rezeki terbuka lantaran Tauhid gemar ngeblog. Ia pun diajak bekerja sebagai konsultan.

Karenanya, Tauhid menyarankan supaya para blogger tetap konsisten menulis dan berkomunitas di sela-sela kesibukan bekerja. Pergaulannya dengan komunitas bahkan membantunya beradaptasi dengan dunia kerja yang selalu baru.

Perkeretaapian dan Memori Komunal

Tak hanya nyaman, orang banyak menggunakan  kereta api sebagai moda transportasi pilihan karena pemandangan yang ditawarkan dan harga tiket yang terjangkau. Untuk Kompasianer yang gemar menikmati pemandangan, Tauhid menyarankan sejumlah rute andalan.

Rute Jakarta ke Surabaya, misalnya. Sepanjang jalan kita akan dimanjakan oleh pemandangan sawah-sawah dan lansekap pegunungan.

Atau, jika orang Jakarta tidak ingin berpergian jauh-jauh, Kompasianer Tauhid Patria merekomendasikan untuk naik kereta ke Garut atau Sukabumi.

"Bentuk stasiun Sukabumi saja sangat bagus. Bangunan yang digunakan merupakan peninggalan kolonial Belanda," ujar Tauhid. Stasiun Sukabumi memiliki langit-langit yang tinggi, pintu yang besar dan ventilasi berbentuk setengah lingkaran.

Bangunan stasiun yang antik dan bernilai sejarah kerap membuat klub fotografi, video, dan pecinta sejarah berbondong-bondong mengabadikannya.

Bahkan ada yang suka nongkrong di stasiun atau menumpang rute tertentu karena kenangan yang tertinggal di situ.

Selama puluhan tahun, stasiun-stasiun kereta di Indonesia mungkin telah banyak menyaksikan kisah-kisah romantis tentang perjumpaan dan perpisahan.

Lengking peluit tanda kereta hendak berangkat. Suara kereta beranjak perlahan... membawa harapan sekaligus meninggalkan sekian banyak insan manusia yang merelakan kepergian.

Di atas kereta, kita memandang garis pantai di jalur utara rute Semarang dengan orang yang kita sayangi. Berdesak-desakan saat mudik, sembari menyiapkan makan sahur ketika menumpang kereta dini hari.

Kompasianer, apakah kamu punya kenangan yang tak terlupakan saat naik kereta api, di stasiun, atau pengalaman apapun yang terkait dengan perkeretaapian?

Memeriahkan Hari Perkeretaapian Nasional 2022 yang berbarengan dengan ulang tahun ke-77 KAI, Kompasianer Tauhid Patriajaya menantangmu untuk berbagi kisah berkereta api di Kompasiana.

Siap-siap ya! Dan tunggu pengumuman lengkapnya di Topik Pilihan Kolaborasi bersama Tauhid Patria!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun