Memang, di daerah tempat Guido tinggal, yakni di Kabupaten Manggarai Barat, Flores NTT, petani dan peternak adalah profesi yang mendominasi. Menyusul kemudian, profesi sebagai pegawai dan pengusaha.
Kompasianer Guido Tisera menilai, jumlah petani berusia muda di daerahnya tidak bisa dibilang sedikit. Banyak, malah! Tetapi, motivasi di baliknya lah yang perlu dijadikan perhatian.
Tidak semua petani muda memilih menjadi petani karena kesadaran dan keinginan sendiri. Banyak juga di antara mereka yang melakukan aktivitas bertani karena putus sekolah. Sementara itu, tidak banyak opsi mata pencaharian di daerahnya.
Meski demikian, di lain sisi, Guido juga menceritakan tentang banyaknya anak muda yang memilih mencari kerja di perantauan alih-alih bertani di kampung.
Dengan dinamika anak muda yang haus mencari pengalaman ke luar daerah, Guido mensyukuri masih ada anak muda yang pulang kampung dan menjadi petani setelah menyelesaikan studi. Bahkan anak muda semacam ini lantas menjadi role model bagi anak muda lainnya di Flores.
"Banyak yang termotivasi seperti itu, jadi semacam inspirator anak muda untuk bertani di desa," ungkap Kompasianer Guido Tisera.
***
3 Tantangan Petani di Flores
Setidaknya ada 3 isu yang selama ini dihadapi oleh petani di Flores yang mau tak mau harus dipecahkan oleh Guido dan petani muda lainnya.
Satu, problem pemasaran hasil pertanian.
Guido menceritakan bahwa cengkih baru bisa dipanen setelah 11-12 tahun kemudian. Paling cepat pada tahun kelima atau keenam. Meski begitu, metode perawatan dan cuaca amatlah menentukan kapan cengkih bisa dipanen.
Dengan masa tunggu yang demikian lama, tentu saja strategi pemasaran hasil panen menjadi sangat krusial. Ditambah lagi, di Indonesia, kita masih lebih suka menjual produk mentah daripada mengolahnya lebih lanjut untuk meningkatkan nilai jual.Â