Ternyata yang sedikit kutahu tiba-tiba mengenyangkan rasa lapar dan dahaga
Tiba-tiba pula kulihat wajah binar ibu
Yang mungkin laparnya atas rindu padaku untuk membawa sedikit kebahagiaan
Bahwa aku bakal sampai pada tempat tujuan dengan baik
Tahukah kau perempuan itu? Dialah yang kupanggil Ibu. Meski tak ada pertalian darah sama sekali denganku, tapi lidahku fasih memanggilnya demikian.
Aku selalu terdiam saat ibu menyiram kembang.
Kulihat seperti ada pelangi di antara rintik air yang tumpah.
Mungkin itulah asal warna bunga.
***
5. Rumahnya puisi adalah sunyi, sedangkan kasih dan sayang beralamatkan padamu, Ibu!
6. Ibu, jika lelah istirahatlah; jika lapar, makanlah; jika sedih, menangislah. Masih ada hari esok, Ibu, untuk kita bahagia bersama.
Baca juga: Ibu, Madrasah Anak yang Pertama
7. Saat mulutku mampu berucap "Ibu" untuk pertama kali, pada saat itulah aku tahu rasanya hangat selain dari pelukan: cinta Ibu.
8. Bagi para penyair, tangan Ibu itu lembar puisi yang tidak habis ditulis; tidak pernah selesai dibacakan; namun tercetak jelas "kasih sepanjang masa".
9. Tidak baik memendam rindu, karena Ibu selalu menunggumu pulang.