Santri punya modal kuat untuk menyongsong masa depan bangsa yang lebih baik sekaligus maju. Karakter yang fleksibel membuat ia memiliki kelengkapan.
Santri bisa menjadi pondasi bangsa--yang mana sudah dibuktikan di masa kemerdekaan hingga kini. Santri juga bisa menjadi garda terdepan untuk sebuah peradaban.
Namun, santri tidak boleh lupa, bahwa hari ini ada tantangan yang sudah sama sekali berbeda. Sering kali sulit terprediksi. Dan santri, harus bisa menjawab itu semua.
Berikut konten-konten di Kompasiana seputar momentum Hari Santri 2021:
Santri Millenial, Kesalehan Sosial dan Santripreneur
Santri juga bisa berkiprah menjadi seorang santripreneur yang dapat membuka peluang kesalehan sosial kepada masyarakat. Kini, banyak sekali contoh kecil usaha yang mampu memberikan kesalehan sosial
Jadi jangan salah jika lulusan pesantren cuma bisa jadi jago kandang soal agama dan hukum-hukumnya. Santri juga bisa berkiprah menjadi seorang santripreneur. (Baca selengkapnya)
Menjadikan Santri sebagai Arus Utama dalam Setiap Perubahan
Tantangan sekarang, santri perpacu dengan waktu. Mari kita jadikan hari santri sebagai renungan dalam melangkah dan berbuat di tengah masyarakat lingkungan kita.
Digitalisasi kita nikmati dan kita jadikan sebagai sarana perjuangan. Jadikan itu sebagai garda depan kita dalam menumbuh-kembangkan ajaran Islam yang rahmatan lilalamin, diterima semua umat dan golongan. (Baca selengkapnya)
Peran Santri di Era Disrupsi
Di era disrupsi (gangguan/kekacauan) saat ini, santri diharapkan bisa berperan untuk ikut menangkal berita hoaks, ujaran kebencian, atau fitnah yang biasanya beredar melaui media sosial. Dia sendiri tidak ikut-ikutan menyebarkan berita bohong, provokatif, atau fitnah.
Santri selain melek ilmu agama, juga diharapkan melek peraturan perundang-undangan terkait larangan menyebarkan berita bohong, fitnah, atau ujaran kebencian. Dengan demikian, santri bisa menjadi ujung tombak kampanye perdamaian. (Baca selengkapnya)
Santri Perennial, Revitalisasi Genealogi Intelektual Pesantren
Istilah "ketimuran" bukan berarti kita mencontoh manusia-manusia yang hidup di negeri-negeri Timur, tetapi "Timur" merupakan analogi tempat di mana cahaya matahari pertama kali menyebarkan terangnya.
Transformasi santri menjadi sosok intelek-modern, tidak seharusnya memilih cara-cara Barat, baik ideologi, pemikiran, atau metodologi, tetapi bagaimana nilai-nilai Ketimuran tetap dipertahankan sebagai tradisi sakral yang abadi.
Santri harus tampil menjaga kesakralan tradisi, melalui intelektualitasnya yang mengabdi kepada warisan pemikiran Islam masa lalu, para salafussalih, yang pernah membesarkan Islam dalam cakrawala pemikiran dan peradaban dunia. (Baca selengkapnya)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H