Di era disrupsi (gangguan/kekacauan) saat ini, santri diharapkan bisa berperan untuk ikut menangkal berita hoaks, ujaran kebencian, atau fitnah yang biasanya beredar melaui media sosial. Dia sendiri tidak ikut-ikutan menyebarkan berita bohong, provokatif, atau fitnah.
Santri selain melek ilmu agama, juga diharapkan melek peraturan perundang-undangan terkait larangan menyebarkan berita bohong, fitnah, atau ujaran kebencian. Dengan demikian, santri bisa menjadi ujung tombak kampanye perdamaian. (Baca selengkapnya)
Santri Perennial, Revitalisasi Genealogi Intelektual Pesantren
Istilah "ketimuran" bukan berarti kita mencontoh manusia-manusia yang hidup di negeri-negeri Timur, tetapi "Timur" merupakan analogi tempat di mana cahaya matahari pertama kali menyebarkan terangnya.
Transformasi santri menjadi sosok intelek-modern, tidak seharusnya memilih cara-cara Barat, baik ideologi, pemikiran, atau metodologi, tetapi bagaimana nilai-nilai Ketimuran tetap dipertahankan sebagai tradisi sakral yang abadi.
Santri harus tampil menjaga kesakralan tradisi, melalui intelektualitasnya yang mengabdi kepada warisan pemikiran Islam masa lalu, para salafussalih, yang pernah membesarkan Islam dalam cakrawala pemikiran dan peradaban dunia. (Baca selengkapnya)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H