Setiap tanggal 13 Oktober diperingati sebagai Hari Tanpa Bra atau No Bra Day.
Ini bukanlah gerakan vulgar, tatapi jadi satu bentuk kepedulian dan kesadaran: bahwa bahaya kanker payudara yang dapat menyerang laki-laki dan perempuan.
Oleh karana itu, lewat No Bra Day, bulan Oktober yang dianggap sebagai bulan peduli penyakit kanker jadi mengerti tentang perjuagan dalam melawan kanker payudara.
Maka, gerakan No Bra Day mendorong perempuan di seluruh dunia untuk melepas bra mereka untuk meningkatkan kesadaran betapa mengerikannya penyakit ini.
Kami juga akan coba rangkum kisah-kisah dari Kompasianer yang berjuang maupun sempat kehilangan anggota keluarga karena kanker payudara.
Semoga kita bisa sama-sama belajar, peduli, dan mengenali segala risiko agar bisa lebih dini mencegahnya.
1. Antara Aku, Kanker Payudara, dan Kehamilanku
Kompasianer Narayani Lakshmi menceritakan pengalamannya sejak mengalami gejala, mendapat diagnosis, hingga berjuang melawan kanker payudara ini.
"Badanku terasa demam. Sekujur tubuh terasa ngilu dan hangat. Bangunpun tak ingin. Rasanya lelah sekali. Ditambah payudara kanan mulai terasa sakit," tulis Kompasianer Narayani Lakshmi.
Semakin hari payudaranya makin terasa sakit. Rasanya makin rapuh, wajah memucat dan mengecil.
"Aku tak mampu lagi menggunakan sekedar bra untuk menutupinya. Aku hanya bergantung pada baju yang berlapis-lapis," lanjutnya.
Setelah diperiksa, Dokter mengatakan untuk biopsi karena secara fisik sudan mengalami kanker stadium 3.
Dalam keadaan hamil, Kompasianer Narayani Lakshmi terus berjuang melawan kanker dalam tubuhnya. Â Tiga kali kemoterapi tidak menggoyahkannya sama sekali Bayi di perutnya. (Baca selengkapnya)
2. Kanker Payudara Merenggut Orang-orang Terkasih
Kompasianer Nina Sulistiati mengisahkan jika kanker payudara telah merenggut ke-4 keluarganya.
"Pada tahun 1972 kakak perempuan mama didiagnosa mengidap kanker payudara. Dia terlambat ditangani karena keterbatasan biaya dan pengetahuan," tulisnya.
Kakak perempuan Ibunya itu akhirnya meninggal setelah 2 tahun berjuang melawan kanker payudara.
Setelah itu, Ibunya sendiri yang terkena kanker payudara dan menyebabkan kedua payudaranya mesti hilang.
"Betapa menyedihkan saat saya melihat payudara mama yang hitam karena harus dipotong dan diradiasi. Pengobatan pada masa itu belum mengenal kemoterapi," tulis Kompasianer Nina Sulistiati.
Pada akhir 90an, Tantenya yang didiagnosa mengalami kanker payudara. Juga, pada 2003 giliran sepupunya yang positif kanker payudara.
Sosialisasi tentang kanker payudara ini hendaknya diberikan secara dini. (Baca selengkapnya)
3. Kanker Payudara Hanya pada Perempuan? Pria Juga Bisa Terkena
Dari 100 pasien yang terkena kanker payudara, 1 di antaranya adalah pria, selebihnya perempuan.
Akan tetapi, Kompasianer Tety Polmasari mengingatkan, bukan berarti kaum pria jadi santai dan tidak mawas diri dan tetap harus menjaga pola hidup sehat.
Kompasianer Tety Polmasari menceritakan kondisi yang dialami Pak Luthfi, teman sesama pasien kanker payudara di RS Hermina Depok.
Sebagaimana pada perempuan, kanker payudara pada pria biasanya muncul berupa benjolan keras di bawah puting dan areola.
Ada luka di sekitar puting Pak Luthfi, tapi tidak menyangka kalau itu ternyata kanker payudara.
Padahal pola hidup Pak Luthfi ini cenderung sehat: tidak merokok, tidak minuman beralkohol, tidak bergadang, banyak beraktifitas.
Seperti halnya Kompasianer Tety Polmasari, sesi kemoterapi juga dijalankan Pak Luthfi mengingat sel kanker sudah menyebar ke beberapa ruas tulang. (Baca selengkapnya)
***
+1. Merawat Masa Depan Payudara Kita
Kompasianer Abdul Hama menyadari: kanker payudara merupakan salah satu prevalensi kanker tertinggi di Indonesia, yaitu 50 per 100.000 penduduk  dengan angka kejadian tertinggi.
Belum lagi semakin tua seseorang, risiko terkena kanker payudara semakin tinggi. Rata-rata kasus kanker payudara ditemukan pada usia di atas 50 tahun.
Agar bisa berupaya untuk terhindar dari penyakit kanker payudara ini, Kompasianer Abdul Hama mempermudahnya dengan membuat akronim: CERDIK.
"Ingat ini saja biar mudah: CERDIK, Cek kesehatan berkala; Enyahkan asap rokok; Rajin aktivitas fisik; Diet seimbang; Istirahat cukup; Kelola stres." tulisnya. (Baca selengkapnya)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H