Dewi Ayu adalah seorang perempuan dari perkawinan incest kedua anak tuan tanah Belanda. Masing-masing dari istri sahnya dan satu lagi dari gundiknya.
"Tidak seperti orang tua dan kakek-neneknya yang melarikan diri ke Negeri Tulip pada saat kependudukan Jepang dimulai, Dewi Ayu justru ingin tetap tinggal di tanah tempat ia dilahirkan," tulis Kompasianer Widha Karina.
Namun, ada yang membuat sosok Dewi Ayu ini jadi karakter yang begitu berkesan bagi Kompasianer Widha Karina, "Jika ada satu-satunya yang harus dikutuk dalam kehidupan Dewi Ayu dan anak-anaknya, tentulah itu adalah kecantikan,"
"Cantik tidak memilih siapa korbannya. Cantik datang seperti kutukan dan menggandeng nasib buruk sebagai sahabatnya," lanjutnya. (Baca selengkapnya)
2. "Cantik Itu Luka", dari Mistis Magis sampai Sosial Humanis
Cantik Itu Luka, menurut Kompasianer Abdu Alifah adalah sebuah karya yang sangat rumit namun mengangumkan.
Sungguh sangat sulit sekali untuk mengidentifikasi jenis sastra macam apakah ini. Semua gaya kepenulisan sastra seperti bercampur baur dan semua unsur bertaburan di sana-sini.
"Membaca Cantik itu Luka seperti membaca semua isi kepala sang author, Eka Kurniawan," tulisnya.
Metafora dalam novel ini banyak mengambarkan tentang kecantikan peremuan, atau imajinasi seseorang saat sedang berahi dan bercinta.
Baca juga: 11 Buku Fiksi yang Bisa Diwariskan hingga Generasi Kesekian
Meski begitu, unsur-unsur metafor dalam novel ini menjadi mudah untuk dibayangkan sebab dari awal telah dibalut dalam gaya surealisme.
"Novel ini memberikan pandangan baru kepada dunia bahwa karya sastra kita sangat layak untuk disandingkan dengan karya-karya kanon dan kesusastraan Eropa," tulis Kompasianer Abdu Alifah. (Baca selengkapnya)