Jika baliho wajah politikus ramai menghiasi jalan-jalan di negeri ini demi elektabilitas, beda nasibnya dengan mural: Para pembuatnya ramai-ramai diburu aparat.
Pembahasan mengenai baliho dan mural menjadi topik menarik dan populer yang menarik perhatian pembaca.
Berikut konten-konten menarik dan populer seputar baliho dan mural di Kompasiana:
Mural, Sebuah Karya Seni atau Vandal?
Perbedaan antara mural dan grafiti bukan hanya terletak pada bentuk visualisasinya. Meski menggunakan media yang sama, grafiti dan mural membutuhkan izin dari pemilik media gambar.Keunikan dari street art berupa grafiti dan mural adalah pesan yang ada di dalam karya tersebut biasanya hanya dapat dipahami oleh pembuat.
Bila grafiti merupakan sarana komunikasi untuk mengekspresikan diri dengan menonjolkan eksistensi diri.
Sementara itu, mural merupakan instrumen untuk memberikan kritik, masukan, dan sebagai sarana untuk mengungkapkan pendapat. (Baca selengkapnya)
Melihat Peran Seni Mural dan Grafiti dalam Perjuangan Kemerdekaan Indonesia
Kemerdekaan yang diraih bangsa Indonesia tak bisa dilepaskan dari peran seniman dan karya seni rupa mereka, mulai dari poster hingga mural dan grafiti.
Lewat coretan kata-kata atau gambar patriotik di tembok-tembok jalanan, mereka menggugah semangat perjuangan dan nasionalisme rakyat Indonesia.
Paling sederhana adalah coretan tulisan "Merdeka atau Mati!" (Baca selengkapnya)
Lomba Menghias Mural dan Baliho Versi Para Pejabat
Apakah salah bila rakyat curhat di dinding dengan menulis "dipaksa sehat di negara yang sakit"?
Kenyataannya kita sedang tidak sehat akibat pandemi, korupsi, dan ancaman disintegrasi. Para pejabat kita sendiri bilang bahwa "Indonesia sedang tidak baik-baik saja", terutama karena cekaman pandemi yang berkepanjangan.
Masyarakat pun harus berjuang melindungi diri dan sesama agar terhindar dari ancaman Covid-19. (Baca selengkapnya)
Mural dan Potret Buramnya Kebebasan Berpendapat
Entah alasan apa yang membuat mural-mural tersebut dihapus. Jika alasan itu karena dianggap merendahkan simbol negara, jelas keliru. Presiden bukan simbol negara, simbol negara ialah Pancasila. Hal itu sudah diatur jelas dalam UU No. 24 tahun 2009.
Lagi pula, bila menyampaikan kritik melalui media sosial masih ada hantu menakutkan, yaitu UU ITE. (Baca selengkapnya)
Baliho Politisi, Bisnis Besar yang Rawan Dikorupsi
Baliho wajah politikus tak lebihnya urusan perburuan elektabilitas dengan mengabaikan etika politik.
Ironisnya, elektabilitas politisi yang rajin menebar baliho, justru tetap rendah sekali, kalah sama tokoh yang lebih mengutamakan bekerja keras mengatasi pandemi Covid-19. (Baca selengkapnya)
Pemasangan Baliho Politisi dari Sudut Pandang Lingkungan
Pemasangan baliho dkk, ambil saja pemasangan banner ukuran 1x2 meter. Ini tuh kadang gak pakai tiang sendiri. Malah dengan seenak jidat, menancapkan paku ke tubuh pepohonan pinggir jalan. Ini pelanggaran, ini tugas Bawaslu melalui panwaslu mencopot banner semacam ini. (Baca selengkapnya)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H