Mohon tunggu...
Kompasiana News
Kompasiana News Mohon Tunggu... Editor - Akun ini merupakan resmi milik Kompasiana: Kompasiana News

Akun ini merupakan resmi milik Kompasiana. Kompasiana News digunakan untuk mempublikasikan artikel-artikel hasil kurasi, rilis resmi, serta laporan warga melalui fitur K-Report (flash news).

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Terpopuler: Fokus ke Hal Penting, Begini Cara Belajar Bahasa Inggris Secara Otodidak

2 Juni 2021   22:33 Diperbarui: 4 Juni 2021   14:08 732
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi sepasang kekasih (Sumber: MBC Drama via hai.grid.id)

Pembahasan mengenai mengapa kita kian tidak mudah fokus dan mengapa pentingnya kita fokus terhadap hal penting menjadi salah konten yang menarik perhatian pembaca.

Selain itu ada juga mengenai berapa batasan umur seorang anak dapat menggunakan media sosial hingga bagaimana caranya belajar bahasa Inggris dengan mudah dan menjadi mahir secara otodidak.

Berikut konten-konten menarik dan populer di Kompasiana:

Mengapa Kita Harus Fokus ke Hal-hal yang Memang Penting Saja?

Keriuhan Pesta | Sumber: Foto oleh cottonbro dari Pexels
Keriuhan Pesta | Sumber: Foto oleh cottonbro dari Pexels
Ada satu realitas yang harus kita hadapi, suka atau tidak suka dalam kehidupan sehari-hari kita, sejuta hal berteriak meminta perhatian. Beberapa dari hal-hal ini penting, beberapa hal cukup penting, beberapa hal sepele dan beberapa hal sama sekali tidak berguna.

Namun demikian, semua hal baik yang besar ataupun yang remeh ini berdampak pada spektrum fokus kita. Jika kita memilih untuk memperhatikan semua peristiwa di sekitar kita, secara otomatis kita kehilangan fokus. (Baca selengkapnya)

Gawai Canggih tapi Susah Menyapa

Ilustrasi meeting online| Sumber: Shutterstock via Kompas.com
Ilustrasi meeting online| Sumber: Shutterstock via Kompas.com
Selain faktor perbedaan respons saat tatap muka dan tatap monitor, bisa jadi karena kita "dipaksa" diam memperhatikan untuk beberapa waktu itu membuat fenomena baru yang menarik.

Fenomena ini berhubungan dengan cara kita berkomunikasi sejak pandemi ini. Ditambah dengan budaya instan melalui segala kemudahan dari media sosial sudah lama kita pahami dan tetap membuat kita harus hati-hati menyikapinya. (Baca selengkapnya)

13 Tahun Bukan Batas Usia Aman Menggunakan Media Sosial

Biarkan anak-anak menguasai keterampilan dasar interaksi sosial tatap muka sebelum terjun ke jejaring sosial (Unsplash/McKaela Taylor)
Biarkan anak-anak menguasai keterampilan dasar interaksi sosial tatap muka sebelum terjun ke jejaring sosial (Unsplash/McKaela Taylor)
Bila menuruti syarat dan ketentuan yang berlaku di hampir setiap media sosial, seharusnya kita baru memperbolehkan anak-anak menggunakan media sosial ketika mereka berusia 13 tahun.

Namun, usia tersebut tidak dipilih berdasarkan pertimbangan kesehatan dan keselamatan. Batasan usia 13 tahun ini adalah sisa dari kebijakan privasi yang pertama kali diterapkan pada akhir 1990-an ketika Kongres AS harus memutuskan usia di mana perusahaan dapat mengumpulkan dan menggunakan data dari anak-anak tanpa izin orang tua mereka.

Jadi, angka 13 tidak boleh dianggap sebagai usia "aman" bagi anak-anak untuk memiliki akun media sosial. Lantas, berapa batas usia minimum yang aman? (Baca selengkapnya)

Delete, Unfollow, Block, Apakah Harus Dilakukan terhadap Mantan Pacar?

Ilustrasi sepasang kekasih (Sumber: MBC Drama via hai.grid.id)
Ilustrasi sepasang kekasih (Sumber: MBC Drama via hai.grid.id)
Berhenti melihat seluruh aktivitas seseorang di media sosial merupakan cara ampuh untuk mulai menjaga jarak dengannya. Cara ini dilakukan dengan dalih berhenti untuk mencari tahu segala macam tentang hidupnya.

Dengan menghindar dari media sosial bisa membuat hati seseorang menjadi lebih tentram dan tenang. Memang, ini terkesan sederhana dan sedikit tidak masuk akal. (Baca selengkapnya)

Tanpa Kursus, Begini Cara Belajar Bahasa Inggris Secara Otodidak

Kemampuan berbahasa Inggris akan lebih cepat meningkat bila kita mempelajarinya dengan buku yang bahasa pengantarnya juga adalah bahasa Inggris, ketimbang buku dengan bahasa pengantarnya bahasa Indonesia. Misalnya, buku pelajaran tentang English Grammar.

Karena dengan begitu, kita dipaksa untuk memahami pelajaran serta penjelasan yang diberikan dalam bahasa asing tersebut, tetapi tanpa harus mengetahui arti kata per kata.

Awalnya mungkin sulit, karena kita harus sering-sering melihat kamus. Tetapi lama-kelamaan kita bisa mempelajari isi dalam buku tersebut dengan cepat. (Baca selengkapnya)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun