Mohon tunggu...
Kompasiana News
Kompasiana News Mohon Tunggu... Editor - Akun ini merupakan resmi milik Kompasiana: Kompasiana News

Akun ini merupakan resmi milik Kompasiana. Kompasiana News digunakan untuk mempublikasikan artikel-artikel hasil kurasi, rilis resmi, serta laporan warga melalui fitur K-Report (flash news).

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Bagaimana Bisa Meningkatkan Skill Jika Lingkungan Kerja Penuh Toxic?

17 Februari 2021   20:13 Diperbarui: 17 Februari 2021   20:19 313
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi tidak nyaman bekerja. (sumber: Tim Gouw via kompas.com)

Ciri-ciri lingkungan kerja yang toxic itu ketika karyawan sudah merasakan kesehatan fisik, mental, dan tentunya turunnya produktivitas kita dalam bekerja.

Oleh karena itu, kini semakin banyak perusahaan berbenah diri agar lingkungan kerja yang menyenangkan untuk karyawannya.

Dampaknya, secara tidak langsung, bisa merugikan perusahaan bila dibiarkan begitu saja.

Untuk itulah pemimpin perusahaan mesti mengetahui lebih lanjut hubungannya dengan bawahan maupun kehidupan karyawan di luar kantor, misalnya. Bisa jadi, permasalahan di luar perusahaan yang membuatnya tertekan dan dibawa ke kantor.

Berikut 4 konten terpopuler dan menarik di Kompasiana pada rubrik Karier: dari toxic di lingkungan kerja hingga kiat untuk para sales guna meningkatkan rasio closing customes.

1. Bekerja di Lingkungan Kerja Toxic? Bagaimana Bisa Konsentrasi?

Sebuah iklim di lingkungan kerja yang mendukung perkembangan dan pertumbuhan kariernya adalah idaman.

Namun, Kompasianer Dicky Saputra menyadari, tidak semua orang bisa bekerja di perusahaan dan mendapat lingkungan kerja di tempat seperti itu.

Sebab, biar bagaimanapun, sebagai karyawan mesti bisa fokus bekerja dengan baik dalam situasi apapun.

Bahkan datang ke kantor maupun mulai bekerja justru membuat tidak nyaman. Ada rasa enggan dan malas yang kemudian berdampak pada hasil yang dikerjakan.

"Tapi kalau Anda masih termasuk orang-orang yang sulit konsentrasi bekerja dalam lingkungan toxic seperti itu, ini ada tujuh cara yang bisa Anda lakukan untuk bisa tetap melakukannya," tulis Kompasianer Dicky Saputra. (Baca selengkapnya)

2. Dear Sales, Begini 3 Jurus Tingkatkan Rasio Closing Customer

Hal yang tidak mengenakan bagi seorang sales itu ketika sudah tampil maksimal dan berupaya keras menawarkan dan menjual produk, tapi customer ternyata sama sekali tidak tertarik.

Menurut Kompasianer Sigit Eka Pribadi hal tersebut wajar saja. Malah di sanalah tantangan yang mesti dihadapi oleh para sales.

"Ya, begitulah tantangan dan realita yang sering sekali dihadapi oleh para sales, dapat closing-an satu ataupun dua customer aja rasanya sulit banget," tulis Kompasianer Sigit Eka Pribadi.

Memang bagi sales, lanjutnya, closing customer dengan sempurna itu tidaklah mudah, sebab memang butuh berbagai strategi dan teknik penawaran dan penjualan yang efektif dan efisien.

Tapi, adakah kiat-kiat yang bisa sales pelajari agar bisa closing customer dengan baik? (Baca selengkapnya)

3. Mengapa Penulis Perlu Memiliki Kemampuan Public Speaking yang Baik?

Mengapa seorang penulis mesti punya kemampuan public speaking? Bukankah banyak di antara penulis itu introvert?

Kompasianer Idris Apandi pun sadar bahwa penulis juga diidentikkan dengan seseorang yang menghabiskan banyak waktunya di depan komputer, laptop, atau gadget untuk menulis.

Akan tetapi para penulis juga mestinya tahu ini: kalau dari tulisan yang dibuat membawanya untuk diundang sebagai narasumber dalam beragam acara.

Idealnya, lanjut Kompasianer Idris Apandi, seorang penulis yang baik juga seorang pembicara yang baik, tetapi kenyataannya beragam.

"Ada seorang penulis yang baik sekaligus seorang pembicara yang baik. Ada yang terampil menulis tapi kurang fasih berbicara," tulisnya.

Sebagaimana kemampuan menulis, public speaking juga bisa dipelajari. (Baca selengkapnya)

4. Ketika Kontrak Kerja Tak Diperpanjang, padahal Belum Dapat Pekerjaan Baru

Bagi perusahaan yang bisa memertahankan karyawannya di tengah pandemi covid-19 itu bagus sekali, akan tetapi tidak sedikit perusahaan yang mesti merelakan untuk memecat karyawannya.

Namun, bagi karyawan dengan status kontrak tentu akan selalu dibayang-bayang ketakutan: karena bisa-bisa tidak diperpanjang kontraknya, sedangkan belum mendapat pekerjaan baru.

"Berstatus pekerja kontrak mungkin tidak didambakan oleh sebagian orang. Terlebih ketika kondisi itu membuatnya berada dalam kesulitan pasca pemutusan kerja sama sementara ia belum mendapatkan pekerjaan pengganti," tulis Kompasianer Agil S. Habib.

Apalagi setiap karyawan ingin dirinya mendapatkan keamanan serta kenyamanan dalam bekerja tanpa perlu khawatir suatu hari nanti tiba-tiba dicampakkan dari pekerjaannya, bukan? (Baca selengkapnya)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun