Jika pengalaman adalah guru terbaik, barangkali, tahun 2020 adalah guru galak yang telah mengajarkan kita banyak hal. Pengalaman berlalu, terbit harapan baru.
Banyak momen yang pahit untuk diulang, tapi manis buat dikenang. Kita semua telah sama-sama melihat dan merasan pandemi corona yang terjadi hingga sekarang.
Tidak hanya itu, seperti yang ditulis Kompasianer Taura, pengangguran yang meningkat, kemerosotan ekonomi yang tajam, dan kesulitan keuangan banyak masyarakat hanyalah kepingan kecil dari kisah besar sebuah tahun yang penuh dengan tantangan
Itulah masa lalu yang mesti kita akui agar bisa bangkit tahun ini.
Inilah 5 konten terpopuler dan menarik di Kompasiana dalam sepekan.
1. Selamat Tinggal Pengalaman (2020) dan Selamat Datang Harapan (2021)
Kompasianer TauRa mengingatkan, tahun 2020 bisa menjadi tahun kesedihan kalau Anda memaknainya demikian.
Akan tetapi, baginya, tahun lalu adalah itulah tahun pengalaman.
"Tapi saya lebih memilih untuk menyebutnya tahun pengalaman, karena ada banyak sekali pengalaman yang diajarkan dan diberikan kepada kita," tulisnya.
Alasannya untuk menyebut tahun 2020 sebagai tahun pengalaman karena memang kini saatnya menyambut tahun harapan (2021) dengan antusias.
Satu hal yang harus selalu kita ingat, lanjutnya, kalau tak ada badai yang tak pernah usai. Tak ada kesulitan yang takkan berakhir. (Baca selengkapnya)
2. "Ilusi" Itu Bernama Dividend Yield
Seorang teman bercerita pada Kompasianer Adica Wirawan kalau baru saja membeli saham perusahaan batubara dengan alasan mempunyai nilai dividend yield yang tinggi, yakni di atas 10 persen.
Kompasianer Adica Wirawan tahu kalau itu merupakan angka yang besar. Pasalnya, dividend yield yang ditawarkan saham lain umumnya hanya berkisar 1-5% saja.
Dividen memiliki arti yang begitu spesial sehingga patut dipertimbangkan sebaik mungkin sebelum seseorang membeli sebuah saham.
"Saya pribadi sering mencermati sejarah dividen yang pernah disetorkan perusahaan dalam beberapa tahun terakhir. Saya cenderung menyukai saham yang nominal dividennya bertumbuh dari tahun ke tahun," tulis Kompasianer Adica Wirawan.
Nah, ada sejumlah saham yang menunjukkan hal tersebut. (Baca selengkapnya)
3. Mengapa CPNS Formasi Guru (Harus) Diganti PPPK?
Beberapa bulan yang lalu, tulis Kompasianer Ozy V. Alandika, agaknya banyak sarjana mulai menabur asa untuk menggapai profesi PNS.
Hal tersebut seirama dengan rencana pemerintah membuka penerimaan abdi negara hingga satu juta formasi.
Tetapi, ada yang berbeda, terutama sejak Kepala Badan Kepegawaian Negara (BKN) Bima Haria Wibisana mengatakan bahwa tidak ada penerimaan guru dengan status Pegawai Negeri Sipil (PNS) pada pelaksanaan CPNS tahun 2021.
"CPNS diganti menjadi PPPK khusus formasi guru. Entah ini kabar bahagia atau malah sebuah gebrakan besar, tapi rasanya pandangan publik terhadap PPPK belum sama "modisnya" dengan PNS," lanjut Kompasianer Ozy V. Alandika. (Baca selengkapnya)
4. Serunya Melacak dan Mengurus Ranmor Hilang, Libatkan Dukun, Polisi, dan Asuransi!
"Kendaraan Anda hilang? Saran saya, jangan pergi ke dukun atau orang sakti, cukup lapor polisi atau urus ke pihak asuransi," tulis Kompasianer Teguh Hariawan, membuka  tulisannya.
Sekadar pengalaman, dalam kurun waktu 3 tahun Kompasianer Teguh Hariawan sudah 3 kali menjadi korban curanmor, 1 mobil dan 2 sepeda motor. Apes? Bisa jadi.
Untuk motor yang dicuri, ada pengalaman menarik yang dikisahkan. Jadi, awalnya motor kredit yang hampir lunas itu coba dijual di tempat motor bekas. Tapi, karena harganya malah turun, akhirnya tidak dilepas.
Namun, seminggu kemudian, motor yang tadinya ingin dijual malah dicuri.
"Saya tenang saja. Toh, motor ini belum lunas kreditnya. Terpenting motor kreditan kan ada asuransinya," Kompasianer Teguh Hariawan.
Setelah mengurus ke kepolisan hingga leasing, justru Kompasianer Teguh Hariawan mendapat uang pengganti dari pihak asuransi. Nilainya, sedikit lebih tinggi daripada ketika motmor tersebut ingin dijual. (Baca selengkapnya)
5. Kisahku sebagai Guru di Papua: Busur, Panah, Kapak, dan Cinta
Kompasianer Sonya Alkorisna bercerita pengalamannya selama menjadi guru dan mengajar di Papua.
Pengalaman tersebut didapat ketika Kompasianer Sonya Alkorisna  menjadi guru penggerak daerah terpencil, tepatnya di Kampung Memes, Distrik Venaha, Kabupaten Mappi.
"Sepanjang hari hanya terlihat senyum ramah dan berusaha saling kenal lebih dekat sampai tidak ada sekat. Kedekatanku dan para muridku benar-benar seperti orang tua ke anak," tulisnya.
Bagi guru pendatang sepertinya, butuh waktu untuk bersabar dan menerima perbedaan budaya yang terjadi. Semisal, muridnya ada yang membawa alat berburu, busur dan panah, ke dalam kelas. (Baca selengkapnya)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H