Rasisme, tulis Kompasianer Cindy Carneta, dibangun di sekitar stereotip, asumsi, dan pandangan berprasangka. Namun, nyatanya rasisme bukan hanya sekadar mengenai sudut pandang berprasangka.
Lebih jelasnya, rasisme dan juga xenophobia bukanlah berakar dari faktor genetik atau evolusi.
Tindakan rasis merupakan hasil dari sifat psikologis yang lebih khusus, mekanisme pertahanan psikologis yang dipicu oleh perasaan tidak aman dan cemas dalam individu yang melaukan aksi rasisme.
"Rasisme mengganggu kemampuan kita untuk melihat orang sebagai individu, dan mengurangi kemampuan orang untuk mencapai potensi mereka," tulis Kompasianer Cindy Carneta. (Baca selengkapnya)
5. Menggugat Ketundukan Mutlak pada Orangtua
Muda, binal, hingga lupa berterimakasih, tulis Kompasianer Melathi Cantika, hampir selalu melekat pada karakter anak.
"Dari beragam tayangan, semestinya bukan hal aneh bila sanggahan atas omongan orang tua tidak lantas menjadikan anak itu menjadi tokoh antagonis dan si orang tua menjadi protagonis," lanjutnya.
Perasaan seperti itu tidak lahir begitu saja. Paling tidak, tulisnya, bisa bermula dari budaya membanding-bandingkan anaknya dengan anak tetangga, misalnya. (Baca selengkapnya)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H