Mohon tunggu...
Kompasiana News
Kompasiana News Mohon Tunggu... Editor - Akun ini merupakan resmi milik Kompasiana: Kompasiana News

Akun ini merupakan resmi milik Kompasiana. Kompasiana News digunakan untuk mempublikasikan artikel-artikel hasil kurasi, rilis resmi, serta laporan warga melalui fitur K-Report (flash news).

Selanjutnya

Tutup

Hukum Artikel Utama

[Populer dalam Sepekan] Bukan Sekadar Dilegalkan, Baiknya Ganja Dimanfaatkan!

10 Februari 2020   18:15 Diperbarui: 11 Februari 2020   13:46 3020
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam diskusi terbuka mengenai ganja dalam tayangan Rosi "Ganja: Mitos dan Fakta", banyak sudut pandang baru mengenai ganja dan segala turunannya yang menjadi polemik belakangan ini.

Sebagai pemantik, Anggota DPR Komisi VI Rafly Kande dari Fraksi PKS melontarkan usulan agar ganja jadi komoditas ekspor.

Hingga saat ini, karena aspek hukum legalisasi ganja akan bertentangan dengan UN Single Convention 1961 dan UN Convention 1988 tentang narkotika dan obat-obatan terlarang.

Sedangkan ganja sendiri banyak diperdagangakan dalam bentuk cannabidiol (CBD) merupakan ekstraksi dari tanaman tersebut. Permintaan akan CBD terus meningkat untuk dipakai di bidang kedokteran.

Selain topik mengenai polemik pelegalan ganja masih ada pembahasan lain pekan ini di Kompasiana seperti pemulangan WNI di Suriah atas status mereka karena eks-ISIS hingga pelabelan "Keluarga Miskin".

Berikut 5 artikel terpopuler dan menarik di Kompasiana dalam sepekan:

1. Ekspor Ganja Bukan Berarti Legalisasi Ganja Sepenuhnya

Dari usulan ekspor ganja, ada yang perlu dicatat yakni: mengekspor ganja bukan berarti melegalisasi ganja sepenuhnya.

Menjadikan ganja sebagai komoditas ekspor, tulis Kompasianer Himam Miladi, bukan berarti membuat ganja bisa diperjualbelikan secara bebas untuk kemudian digunakan secara bebas pula di Indonesia.

Inilah yang kemudian menjadi sulit untuk diperjuangkan oleh beberapa kalangan. Sebab, yang benar ada memanfaatkan ganja, bukan (sekadar) melegalkannya. Memang sudah banyak negara-negara yang memanfaatkan seperti Thailand untuk di kawasan Asia Tenggara.

"Indonesia juga bisa mencontohnya. Misalnya, untuk pengawasan dan pengelolaan (ekspor dan penyediaan pasokan) bisa diserahkan pada Badan Narkotika Nasional (BNN). Lembaga ini kemudian menunjuk pihak ketiga untuk menyediakan lahan budidaya ganja," lanjut Kompasianer Himam Miladi pada tulisannya. (Baca selengkapnya)

2. Ekspor Ganja Itu Tidak Semudah dalam Khayalan, Ini Sebabnya...

Kompasianer asal Aceh, Abanggeutanyo menulis: "ganja kita" belum masuk yang terbaik dunia. Jika sudah dibudidayakan secara massal, misalnya maka harga ekspornya sangat rendah sekali.

Bila merujuk laporan yang dibuat oleh Herb.co edisi 14 Agustus 2019, dalam rilis 10 penghasil ganja terbaik, tidak ada ganja Aceh --atau, Indonesia.

Lalu, jika ganja dilegalkan, mau dibawa ke mana harta karun di ladang sangat luas tersebut? (Baca selengkapnya)

3. 600 Orang di Suriah Itu Masih WNI

Pembahasan tentang 600 orang yang kini terkatung-katung di Timur Tengah, menurut Kompasianer Yon Bayu, mestinya tidak perlu diimbuhi dengan narasi kebencian, apalagi ketakutan yang didasarkan pada asumsi berlebihan.

Sebab, WNI yang bergabung dengan ISIS dapat dimasukkan dalam kategori "menjadi tentara asing yang memberontak pada pemerintahan yang sah" dalam hal ini Suriah dan Irak.

Lagipula dari total 600 WNI, hanya 47 orang yang benar-benar "menjadi tentara asing" sehingga kemudian ditahan karena kejahatannya.

Maka langkah Presiden Jokowi yang masih mengumpulkan fakta-fakta sebelum mengambil keputusan terhadap nasib 600 orang itu sudah tepat.

"Demikian juga proses verifikasi dan profiling yang tengah dilakukan kepolisian, juga Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) dan pihak lainnya," tulis Kompasianer Yon Bayu. (Baca selengkapnya)

4. Menimbang Untung dan Rugi Kinerja Dagang RI-China di Tengah Wabah Virus Corona

Setelah warga Indonesia di Wuhan, China, telah berhasil dievakuasi kemudian sedang dalam karantina, ternyata menyisakan babak baru: bagaimana hubungan dagang antara China dan Indonesia?

Dubes China menyebut, Indonesia akan jauh banyak dirugikan mengingat ekspor RI ke China yang dominan dibanding impor --pun sama halnya di sektor parawisata.

Sebagai seorang birokrat yang bergelut dalam sektor perikanan, Kompasianer Cocon coba menelaah lebih lanjut mengenai sejauh mana imbasnya terhadap kinerja ekonomi di sektor ini.

"Namun demikian imbas tidak akan terlalu signifikan mempengaruhi kinerja ekonomi sektor perikanan, mengingat China hanya berkontribusi sekitar 14% saja terhadap devisa ekspor perikanan Indonesia," tulisnya. (Baca selengkapnya)

5. Tempeli Stiker "Keluarga Miskin", Kok Saya Merasa Kurang Pas Ya?

Jika merujuk data BPS jumlah penduduk miskin di Indonesia pada Maret 2019 sebesar 25,14 juta orang atau sekitar 9,82% dari total penduduk.

Untuk mempermudah dan dibantu dengan tepat, maka langkah yang diterapkan oleh pemerintah dengan melabeli "Keluarga Miskin" bertujuan untuk menertipkan para penerima PKH yang sebenarnya tidak berhak.

Dari apa yang ditemukan oleh Kompasianer Hamdani, ada ratusan keluarga penerima program PKH di Aceh mengundurkan diri.

"Mereka merasa malu, saat akan dipasang stiker keluarga miskin oleh petugas PKH," tulisnya. (Baca selengkapnya)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun