Persis satu hari seletelah dilantik, Presiden Joko Widodo langsung mengundang beberapa orang ke Istana Kepresidenan, Jakarta.
Mereka yang dipanggil tersebut digadang-gadang untuk menjadi calon-calon menteri untuk membantu Joko Widodo - Ma'ruf Amin 2019-2024.
Di antara yang dipanggil, ada wajah baru, juga ada wajah lama. Mereka bergantian, satu-per-satu menemui Presiden Joko Widodo untuk ditanya-tanya kesiapan dan rencana ke depan.
Kemudian, pada Rabu (23/10/2019), di Istana Negara, Jakarta, tibalah saatnya Presiden Jokowi mengumumkan nama-nama menterinya yang tergabung dalam Kabinet Indonesia Maju.
Mereka berkumpul tepat di tangga depan istana sambil duduk-duduk santai. Setiap nama yang disebut oleh Presiden Jokowi, maka Menteri yang bersangkutan berdiri.
Yang kemudian menjadi perbincangan warganet adalah ternyata ada beberapa menteri tidak kembali bertugas, seperti Menteri KKP Susi Pudjiastuti yang diharapkan masih mengemban tugasnya.
Ramai-ramai warganet menyampaikan perasaannya sedihnya di media sosial. Fenomena tersebut ditangkap oleh Kompasianer Hendra Wardhana sebagai hari patah hati nasional.
Selain perihal pelantikan menteri-menteri, masih ada topik menarik lainnya seperti perayaan hari santri hingga membaca sikap seseorang ketika berbohong.
Berikut 5 artikel terpopuler di Kompasiana dalam sepekan:
1. Selamat Bekerja Kabinet Samudera Biru
Presiden Joko Widodo sudah memilih, memperkenalkan dan melantik Menteri-menteri yang akan membantunya bekerja dalam Kabinet Indonesia Maju periode 2019-2024.
Dari ke-34 nama menteri ternyata ada yang bertahan, ada yang berpindah tempat, ada pula sosok baru yang mewarnai kabinet ini.
Namun, menurut Kompasianer Diaz Rosano, nama-nama yang diumumkan presiden sepertinya tidak ada lagi gebrakan revolusioner seperti pada kabinet lalu.
"Presiden tampaknya lebih ingin membangun kekompakan sesama menteri dalam kabinet serta mitra kerjanya di parlemen ketimbang melawan arus besar yang masih sulit untuk digoyahkan," lanjutnya. (Baca selengkapnya)
2. Kabinet Penguat Sinyal
Dari pidato pertama pelantikan Joko Widodo ternyata ada hal yang bisa diulas oleh Kompasianer Yudhi Hertanto. Seperti gagasan dalam cita-cita negara maju sesuai visi Indonesia Emas 2045, yang akan berusia 100 tahun di alam kemerdekaan.
"Menariknya, skema kerja yang akan dibangun pada pemerintahan terpilih kali ini, diilustrasikan dengan skema pengiriman pesan dalam komunikasi," tulis Kompasianer Yudhi Hertanto.
Yang dimaksdukan adalah dalam konteks komunikasi pemerintah, maka peran kementerian dalam berbagai sektor tidak ubahnya menjadi pengirim pesan ulang dari keputusan di tingkat pusat.
Dari gagasan kepemimpinan pemerintahan, misalnya, disusun melalui struktur pesan lewat program kerja kementerian. (Baca selengkapnya)
3. Bu Susi, Hari Ini Kami Patah Hati
Selama memanggil sejumlah orang ke Istana Kepresidenan tidak sekalipun Bu Susi terlihat batang-hidungnya.
Ketika menteri-menteri diumumkan meski bergaya unik di Istana Merdeka tersebut, masih tidak ada Bu Susi yang duduk di sana. Sejumlah nama terlempar dari orbit kabinet. Salah satu yang tak muncul lagi adalah Susi Pudjiastuti.
"Terdepaknya Bu Susi tentu membuat patah hati banyak orang," tulis Kompasianer  Hendra Wardhana.
Lalu, Kompasianer Hendra Wardhana juga membawa kita sedikit mengingat perjalanan Bu Susi pada Minggu (2/11/2014) masyarakat Pangandaran berkumpul mengiringi keberangkatan Susi ke Jakarta. Bu Susi berpamitan, matanya memerah. Banyak orang menangis melepasnya. (Baca selengkapnya)
4. Pengalaman Positif yang Hanya Dialami oleh Para Santri
Momentum hari santri tahun ini mengingatkan Kompasianer Tareq Albana atas euforia yang ia alami selama mondok di pesantren kecil dan terpelosok di kaki gunung Marapi, Sumatera Barat.
Dulu, dalam ingatnya, pendidikan santri sangat berbeda dengan sekolah pada umumnya, di mana santri pondok pesantren dididik 24 jam dalam sehari dengan konsep asrama (boarding school).
"Sedangkan pendidikan di sekolah umum (SMP dan SMA) "hanya" berlangsung 8 jam sehari, selebihnya mereka akan dididik oleh orangtua di rumah," lanjut Kompasianer Tareq Albana.
Menjadi santri membuat karakter mereka semakin kuat karena dituntut untuk selalu mandiri dan menyelesaikan semua konflik dirinya secara mandiri. (Baca selengkapnya)
5. Berbohonglah hingga Berbusa, Bahasa Tubuh Tak Akan Bisa Menutupinya
Pada satu kesempatan, Kompasianer Ibnu Siena berada di antara sepasang kekasih di mana seorang lelaki tertangkap basah berbohong.
Dalam kesempatan seperti itu, Kompasianer Ibnu Siena melihat bahwa keduanya kurang menyadari ada komunikasi yang kurang baik dan pentingnya komunikasi dalam menjalin hubungan.
Sebab dalam hubungan komunikasi non-lisan itu sama pentingnya dengan komunikasi verbal.
"Kalau komunikasi nonlisan lebih punya peran penting bahkan lebih penting dari sekadar lisan?" (Baca selengkapnya)Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H