Perusahaan Listrik Negara (PLN) lewat akun instagram resminya melansir kompensasi yang diterima masyarakat terkait pemadaman massal yang terjadi pada Minggu (4/08) sebagai bentuk permintaan maaf.
Kompensasi tersebut mengacu pada Peraturan Menteri ESDM No. 27 tahun 2017, yaitu mekanisme kompensasi serta model penghitungan berdasarkan durasi waktu listrik padam, bukan mengenai pemotongan gaji karyawan, karena listrik padam. Itu 2 hal yang berbeda, tentu saja.
Kompasianer Isson Khairul menyayangkan hal itu, sebab pada 2019 yang tengah berjalan ini, PLN mencatat laba sebesar Rp 4,2 triliun.
Sedangkan tahun lalu, lanjut Kompasianer Isson Khairul, PLN mencatat laba sebesar Rp 11,6 triliun.
"Nilai ganti rugi untuk kompensasi hanya sebesar Rp 839,88 miliar, kenapa gaji karyawan PLN harus dipotong?" tulisnya.
Selain begitu ramainya Kompasianer menuliskan cerita dan opininya mengenai pemadaman massal itu, masih ada topik menarik lainnya yang tidak kalah populer di Kompasiana seperti razia buku-buku 'kiri' hingga kecintaan orang Rusia terhadap budaya Indonesia.
Berikut 5 artikel terpopuler di Kompasiana dalam sepekan:
1. Bayar Kompensasi dengan Potong Gaji, Kinerja PLN Turun?
Yang jadi banyak pertanyaan banyak orang mengenai pemotongan gaji karyawan PLN guna membayar kompensasi adalah memangnya seberapa besar gaji karyawan PLN per-bulan?
Dari penelusuran yang ditulis Kompasianer Isson Khairul, ada 16 grade untuk jenjang penggajian di PLN.Â
"Karyawan yang sudah masuk grade tertinggi yaitu grade 16, menerima gaji rata-rata sebesar Rp 39.000.000,- per bulan. Itu belum termasuk berbagai tunjangan," tulisnya.
Kalaupun potongan itu benar dieksekusi, lanjutnya, tidak akan menyentuh gaji pokok karyawan.Â
Opsi lain yang mungkin dipilih PLN bisa saja akan meniadakan tunjangan tertentu kepada karyawan. (Baca selengkapnya)
2. Bukan Soal Harga Listrik yang Murah, Inilah Persoalan Utama PLN
Pada Agustus 2018, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) merilis bahwa tarif listrik di Indonesia termurah di ASEAN dan tergolong termurah di dunia.
Pertanyaannya, mengapa bisa paling murah di antara negara-negara di Asia Tenggara?
Secara logis, tulis Kompasianer  Arnold Adoe, PLN berusaha mempertahankan tarif listrik agar tidak naik kepada konsumen, dengan cara efisiensi, namun tidak sanggup menyiapkan langkah untuk mencegah dampak-dampak yang tidak diinginkan.
Jadi, apakah dengan menaikan tarif listrik bisa meningkatkan segala bentuk pemeliharaan juga antisipasi yang kelak bisa terjadi? (Baca selengkapnya)
3. Razia Buku, Vandalisme terhadap Monumen Peradaban Manusia
Alih-alih kita berusaha untuk meningkatkan angka kualitas literasi, tiba-tiba saja kembali terjadi razia buku. Kali ini bukan di lapak-lapak jalanan, melainkan toko buku.
Buku bukan sebatas rangkaian lembaran bertuliskan kata-kata. Tetapi, bagi Kompasianer Azwar Abidin, buku artefak dari peninggalan pengetahuan yang selama ini dihimpun dan dikembangkan umat manusia.
Singkatnya, buku itu tak ayal monumen peradaban manusia yang akan terus tumbuh dari satu masa ke masa lainnya.
Mengutip pujangga berkebangsaan Jerman Heinrich Heine, lanjutnya, bahwa mereka yang mulai membakar buku akan berakhir membakar sesamanya manusia. (Baca selengkapnya)
4. Dhania dan Janji Manis ISIS yang Menyesatkan
Kompasianer Farid Mamonto menceritakan bagaimana awal kisah bertemu dengan Dhania yang bergabung dengan ISIS dan hingga proses pelarian dari Syiria.
Dari apa yang dituliskan Kompasianer Farid Mamonto, ternyata Dhania semenjak Sekolah Menengah Pertama (SMP) sudah mulai melakukan yang namanya hijrah.
"Ia mulai membanding-bandingkan kehidupan di Indonesia jauh berbeda dengan masa nabi dan sahabat terdahulu perihal keadilan," lanjutnya.
Singkat cerita, setiba Dhania di Syiria, ternyata janji manis di berbagai artikel yang sering keluarga mereka baca perihal surga dunia dan akhirat itu tidak pernah ada. (Baca selengkapnya)
5. Fakta-fakta Unik Kecintaan Orang Rusia pada Budaya Indonesia
Ada 6 hal menarik yang ditulis oleh Kompasianer Syaripudin Zuhri ketika menghadiri Festival Indonesia Moskow (FIM) 2019 di Moskow, Rusia.
Sebenarnya, tujuan diselenggarakannya acara tersebut adalah memperkenal Indonesia dari berbagai daerah ke publik Rusia, khususnya para pengusaha yang mempunyai jaringan nasional maupun internasional.
Melihat begitu banyaknya kebudayaan hingga pernak-pernik yang dipamerkan pada gelaran tahun ini, orang-orang Rusia tertarik dengan kukusan, alat untuk menanak nasi tradisional.
"Kukusan bagi orang Rusia justru dijadikan alat untuk menghias taman di Krasnaya Presnya. Jadi di saat Anda melihat Festival Indonesia Moskow 2019 yang baru lalu, Anda akan melihat di berbagai sudut kukusan yang sudah dicat dan digantung," tulis Kompasianer Syaripudin Zuhri, melaporkan dari acara Festival Indonesia Moskow (FIM) 2019 di Moskow, Rusia. (Baca selengkapnya)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H