Di bulan suci Ramadan yang penuh berkah, cinta kasih dengan berbagi terhadap sesama, merupakan hal menyejukkan jiwa. Karena di situlah hakekatnya kebahagiaan jiwa dengan saling berbagi kepada sesama makhluk ciptaan Tuhan.
Salah satu pemandangan cinta kasih dan berbagi terhadap sesama yang sering kita jumpai adalah bertemunya seorang dermawan dan pengemis. Biasanya mereka ada di titik-titik keramaian jalanan, yang sekiranya banyak orang lalu lalang seperti di persimpangan jalan yang memiliki lampu lalu lintas.
Namun, apakah langkah sang dermawan dengan memberi kepada si pengemis sudah tepat?
Ditinjau dari aturan hukum mengenai larangan mengemis dan menggelandang, menurut Kompasianer Listhia H Rahman, kegiatan itu melanggar hukum Undang-Undang yang mengatur perihal larangan mengemis dan menggelandang. Undang-undang tersebut diatur dalam Pasal 504 dan pasal 505 KUHP.
"Misalkan pada pasal 504 ayat 1 yang menyebutkan, barang siapa mengemis di muka umum, diancam karena melakukan pengemisan dengan pidana kurungan paling lama enam minggu," tulisnya.
Selain opini Listia H Rahman mengenai berbagai kasih di bulan Ramadan, Kompasianer lain juga turut memiliki pandangan beragam. Berikut 5 artikel terpopuler di Kompasiana mengenai polemik bersedekah kepada pengemis:
Ketika Keikhlasan Jadi Pro-Kontra
Sedekah yang seharusnya menjadi pemberian ikhlas selalu menjadi pro-kontra yang diperdebatkan tiada akhir. Hal ini disebabkan oleh masyarakat kita yang konon "terlalu baik" dalam bersedekah sehingga oknum-oknum pengemis di pinggir jalan menjadi marak.
Sejatinya, pro dan kontra tidak pernah memiliki pemenang. Untuk permasalahan sedekah ini, jalan tengah yang memungkinkan untuk diambil adalah bersedekah di lembaga-lembaga resmi. Banyak lembaga resmi sekarang ini yang telah menyalurkan sedekah kepada mereka yang kurang mampu, seperti badan amil zakat, infaq dan sedekah.
Memberi Sedekah di Jalan Itu Pilihan Hidup
Minta-minta atau mengemis memang identik dengan penampilan pakaian serba kumal, yang dijadikan sarana untuk mengungkapkan bahwa mereka itu miskin dan butuh dibantu. Modalnya dengan mengulurkan tangan, duduk di salah satu trotoar jalan.
Atau bisa juga memperlihat beberapa anggota tubuhnya yang tidak sempurna, sehingga mengundang iba agar orang lain dengan sukarela memberikan uang kepada mereka.