Mohon tunggu...
Kompasiana News
Kompasiana News Mohon Tunggu... Editor - Akun ini merupakan resmi milik Kompasiana: Kompasiana News

Akun ini merupakan resmi milik Kompasiana. Kompasiana News digunakan untuk mempublikasikan artikel-artikel hasil kurasi, rilis resmi, serta laporan warga melalui fitur K-Report (flash news).

Selanjutnya

Tutup

Hukum Artikel Utama

Mengurai Kusutnya Kasus Perundungan Audrey

15 April 2019   07:28 Diperbarui: 15 April 2019   13:24 481
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi kekerasan terhadap anak kecil (pixabay)

Kasus-kasus perundungan kembali terjadi oleh siswa-siswi di sekolah. Kali ini korbannya adalah seorang siswi sekolah menengah pertama (SMP) di Pontianak, Kalimantan Barat, harus dirawat intensif setelah dianiaya oleh sejumlah sisiwi sekolah menengah atas (SMA), Jumat (29/3/2019) lalu.

Kasus tersebut menyita perhatian masyarakat. Kompasianer Endro S. Efendi melihat kasus ini seperti fenomena gunung es, "Tak terlihat, tapi banyak terjadi."

Dari kasus tersebut, lanjut Kompasianer Endro S. Efendi, bisa dilihat betapa aksi perundungan di era media sosial ini sudah sangat mengkhawatirkan. Mau itu dilakukan secara verbal --apalagi secara fisik-- mampu memberikan dampak luar biasa bagi korbannya.

Ini kemudian menjadi polemik ketika penanganan masalah semakin kompleks, bahkan bisa melahirkan masalah baru. Yaitu, bagaimana membuat efek jera kepada pelaku perundungan --yang notabene adalah pelajar-- dengan penanganan terhadap korban.

Tidak hanya kasus perundungan yang dialami Audrey, minggu ini Kompasiana juga diramaikan dengan isu surat suara yang sudah tercoblos di Malaysia.

Berikut adalah 5 artikel populer di Kompasiana pekan ini:

1. JusticeForAudrey, Ini Pemicu Pelaku Melakukan Perundungan pada Audrey
Awalnya kabar yang menyebar di media sosial jumlah pengeroyok Audrey sejumlah 12 orang. Akan tetapi setelah polisi menelusuri, hanya sebanyak 3 orang yang melakukan pengeroyokan. Sementara 9 siswi lainnya hanya sebagai suporter. Ikut melihat Audrey dikeroyok tanpa memberikan pertolongan. 

Setidaknya jika berkaca dari kasus yang dialami Audrey ini bahwa aksi perundungan di era media sosial sudah sangat mengkhawatirkan.

Kompasianer Endro S. Efendi berpendapat, denagn mencuatnya kasus Audrey juga diharapkan memperkuat semangat dan motivasi anak-anak korban lainnya berani menceritakan apa yang dialaminya.

Sebab, jika tidak segera mendapatkan pemulihan secara psikologis, tentu dampaknya akan sangat berbahaya bagi masa depan korban.

"Korban akan menanggung dampak trauma mendalam secara terus-menerus, bertahun-tahun. Bahkan bisa sampai dibawa mati," lanjutnya. (Baca selengkapnya)

2. Adilkah Menghukum Pelaku Perundungan Audrey di Media Sosial?
Seorang terduga pelaku perundungan Audrey, pelajar SMP di Pontianak, membuat Instastory dengan mode Boomerang saat diperiksa di kantor polisi.

Dengan wajah tanpa rasa bersalah, terduga pelaku lantas mengunggahnya ke akun Instagram. Sampai pada titik itu, warganet meradang.

Terlepas dari itu, ada yang membuat Kompasianer Himam Miladi miris, yaitu  komentar dari netizen yang menyertai kiriman foto terduga pelaku tersebut.

"Wajah pelaku yang menurut netizen rupawan dijadikan bahan imajinasi liar, seliar-liarnya," tulisnya.

Namun, apakah dengan menghukum pelaku di media sosial, mengunggah foto-fotonya untuk bisa dikonsumsi publik secara luas adalah bentuk keadilan bagi para pelaku? (Baca selengkapnya)

3. Bagaimana Harusnya Sikapi "Surat Suara Dicoblos di Malaysia"?
Linimasa media sosial pendukung kedua kubu capres dan para politisi serta warganet dipenuhi saling tuduh dan ejekan terhadap lawan politik.

Pasalnya tersebar sebar video singkat terkait temuan Relawan BPN PADI (Prabowo-Sandi) Malaysia melaporkan dugaan penyelundupan surat suara yang dilakukan oleh oknum tertentu di dua lokasi.

Surat suara terbungkus dalam 20 tas diplomatik, 10 plastik hitam, dan 5 karung goni berwarna putih dengan tulisan Pos Malaysia. Diperkirakan jumlah surat suara yang berada di lokasi pertama sejumlah 10-20 ribu.

Akan tetapi Kompasianer Bobby Steven berharap kita bisa menanggapi peristiwa menghebohkan ini dengan kepala dingin.

"Mari kita nantikan keterangan resmi pihak berwenang. Siapa pun (tak peduli dari kubu mana) yang melakukan kecurangan harus ditindak tegas sesuai aturan yang berlaku," lanjutnya. (Baca selengkapnya)

4. Strategi Kamikaze Prabowo Vs Strategi Lompat Katak Jokowi, Siapa Lebih Unggul?
Saling serang antara pendukung kedua kubu kini tidak lagi bisa terhindarkan. Apalagi pasca kubu Prabowo-Sandiaga Uno kampanye akbar di Stadion Utama Gelora Bung Karno (GBK), Jakarta, Minggu (7/4/2019).

Tetapi Kompasianer Diaz Rosano melihat dengan perspektif yang menarik, yaitu strategi kamikaze yang digunakan kubu 02 dengan lompat katak ala kubu 01.

"Berkaca dari sejarah Perang Dunia Kedua, Jepang yang tadinya dianggap sepele oleh sekutu ternyata mampu mengagetkan dunia dengan strategi Kamikaze-nya yang terkenal itu," tulis Kompasianer Diaz Rosano.

Sedangkan untuk Kubu 01, terbersit  ide lompat katak yang dirancang oleh Laksamana MacArthur.

"Amerika harus meloncat dari satu pulau ke pulau lain yang jumlahnya ribuan tersebut untuk merebut wilayah Pasifik dari kekuasaan Jepang," lanjutnya. (Baca selengkapnya)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun