Mohon tunggu...
Kompasiana News
Kompasiana News Mohon Tunggu... Editor - Akun ini merupakan resmi milik Kompasiana: Kompasiana News

Akun ini merupakan resmi milik Kompasiana. Kompasiana News digunakan untuk mempublikasikan artikel-artikel hasil kurasi, rilis resmi, serta laporan warga melalui fitur K-Report (flash news).

Selanjutnya

Tutup

Hukum Artikel Utama

BNP2TKI: Pandangan tentang TKI Mulai Sekarang Harus Diubah

5 April 2019   13:39 Diperbarui: 5 April 2019   21:21 862
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Apa yang ada dalam benak ketika kami bertanya tentang Tenaga Kerja Indonesia (TKI)? Kami prediksi beberapa dari pembaca mungkin akan menjawabnya dengan kasus yang buruk seperti penganiayaan, kekejaman, dan hal yang menyedihkan lainnya.

Tidak mengherankan bahwa mindset ini sejak lama tertanam, sebab pemberitaan tentang TKI yang kita terima berputar-putar di antara kasus dan skandal. Masalah TKI bahkan merambah menjadi isu politik di negeri ini selama bertahun-tahun.

Namun, apakah kita mengetahui bahwa TKI-atau kini kita menyebutnya sebagai Pekerja Migran Indonesia bukan hanya sebatas buruh level rendah? Banyak dari mereka menduduki posisi penting di perusahaan Eropa dan Amerika, memiliki segudang prestasi dan apresiasi di sana.

Sekretaris Utama Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) Tatang Budie Utama Razak mengemukakan, bahwa tenaga profesional Indonesia di luar negeri merupakan kategori pekerja migran terbanyak dibandingkan kategori yang lainnya.

"Kita mengidentifikasi ternyata pekerja migran Indonesia itu lebih dari 6 juta. Bahkan data Bank Dunia menyebut ada 9 juta yang tersebar di 150 negara. Nah 9 juta itu terdiri dari 3 kategori. Untuk kategori profesional itu yang banyak kita miliki. Mereka itu menduduki sebagai CEO perusahaan-
perusahaan besar di perbankan dan migas," katanya dalam "Ngobrol Bareng Media: Bangun Kedekatan Tumbuhkan Kepercayaan" di Cibubur, Jakarta Timur, Kamis (4/4/2019).

Ia menambahkan bahwa reputasi mereka sudah cukup baik, banyak prestasi, dan diapresiasi di luar negeri. Namun sayangnya justru di dalam negeri kita tidak menyadarinya. Sehingga seakan-akan keadaan pekerja migran ini selalu berada dalam keterpurukan.

Padahal menurutnya, banyak sekali diaspora Indonesia yang sukses secara ekonomi dan menduduki posisi sebagai orang terkaya di beberapa negara maju. Yang menandakan bahwa pekerja migran Indonesia sebenarnya punya daya saing yang tinggi di ranah Internasional.

Dalam acara tersebut, Tatang menyampaikan rencana kebijakan pemerintah ke depannya untuk, setidaknya, mengubah paradigma tentang TKI  yang selama ini hanya sebatas kalangan buruh rendah berubah menjadi tenaga kerja profesional yang menempati posisi insinyur, dokter, dan, pelaku bisnis.

Bersamaan dengan itu, pemerintah mengubah Undang-Undang lama nomor 39 tahun 2004 dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia.

Salah satu pelaksanaannnya adalah menghapus pengiriman tenaga kerja rendah seperti asisten rumah tangga dan buruh kelapa sawit. Pekerja kita di luar negeri hanya mengisi sektor formal/profesional, investasi, yang berfokus pada perkembangan ekonomi.

Dengan UU tersebut BNP2TKI akan diganti dan dibentuk badan baru. Sehingga, , Tatang mengungakapkan, akan terjadi perubahan fundamental.

"Salah satunya pemerintah daerah yang sebelumnya tidak terlibat dalam menangani urusuan pekerja migran, kini dilibatkan," ujar mantan Duta Besar Kuwait itu.

Sekretaris Utama Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) Tatang Budie Utama Razak saat Ngobrol Bareng Media: Bangun Kedekatan Tumbuhkan Kepercayaan
Sekretaris Utama Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) Tatang Budie Utama Razak saat Ngobrol Bareng Media: Bangun Kedekatan Tumbuhkan Kepercayaan" di Cibubur, Jakarta Timur, Kamis (4/4/2019)

Kekuatan Undang-Undang yang Baru
Dengan diterapkannya Undang-Undang nomor 18 tahun 2017 tersebut, setidaknya akan ada 3 perubahan fundamental yang terjadi untuk mengelola pekerja migran Indonesia. Ketiga rencana tata kelola tersebut melingkupi: Perubahan paradigma, Perubahan ruang lingkup, dan Penguatan Peran
Daerah.

Perubahan paradigma sebagaimana yang telah dibahas bahwa pekerja imigran tidak akan lagi mengisi sektor rendah, Akan dimoratorium. Stigma tentang pekerja migran Indonesia bukan lagi yang bekerja tanpa keahlian, melainkan formal dan profesional.

"Kita sudah tidak perlu lagi mengirim tenaga kerja rendahan, buruh kelapa sawit, pembantu, no longe," ujarnya.

Perubahan ruang lingkup yaitu langkah dan kinerja harus berubah. Badan baru 2020 yang akan dibentuk prioritas bukan menanggulangi masalah tapi mencegah masalah. Menangani akar masalah. Sehingga akan terfokus peningkatan SDM.

"Sangat salah kalau perundang-undangan itu untuk menangani kasus, tapi untuk mencegahnya," tegas Tatang Razak.

Penguatan Peran Daerah, UU ini juga mendorong pemerintah daerah untuk lebih berperan sebelum, selama, dan setelah bekerja. Memberi pelatihan kepada calon pekerja mirgan, membentuk layanan terpadu satu atap, dan menjamin ekonomi keluarganya. Untuk itu pemerintah daerah nantinya terlibat memberikan literasi edukasi ekonomi, di luar perlindungan hukum dan sosial.

Perlu digarisbawahi, peran pemerintah ke depannya tidak lagi memobilisasi sebagai penyalur tenaga kerja, melainkan sebagai fasilitas informasi peluang pekerjaan dari negara yang membuka lowongan. Calon pekerja migran tidak lagi direkrut dan kemudian diberi pelatihan, tapi mereka yang mendaftar. Dan paling utama, dikatakan Tatang, adalah perlindungan.

"Perlindungan sosial, hukum, dan ekonomi. Juga literasi edukasi ekonomi. Supaya menjadi TKI di luar negeri itu bukan lagi tujuan," sebutnya.

Perubahan ini jika diterapkan akan membawa nama Indonesia semakin membanggakan. Mengingat GDP Indonesia tahun 2018 kemarin mencapai $1.01 Trillion atau yang ke-16 terbanyak di dunia dan diprediksi akan meroket sepuluh kali lipat pada tahun 2030.

Tatang Razak memaparkan, pada tahun 2030 Indonesia juga akan mendapati bonus demografis. Hal tersebut yang dari sekarang harus dipersiapkan agar bonus demografis tersebut menjadi peluang untuk Indonesia lebih maju dengan meningkatkan SDM.

Karena di saat negara maju seperti Jepang terancam mengalami penyusutan demografis, yang akan berdampak pada berkurangnya kebutuhan tenaga kerja profesional, Indonesia sudah siap bersaing dan mengisi kekosongan tenaga ahli tersebut.

(AUL/ibs)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun