"Itu juga salah  satunya enggak fair seperti itu. Sementara, kalau dia perempuan kemudian diekspos habis-habisan, namanya, profesinya, keluarganya, tetapi kalau si penggunanya tidak, alasannya enggak ada pasal," kata Vennya saat dihubungi Kompas.com, Selasa (08/01/2019), dikutip dari Kompas.com.
Tidak adanya pemberitaan identitas lengkap pengguna jasa, menurut Sosiolog Universitas Jenderal Soedirman Tyas Retno Wulan, mengutip Antara, lebih dikarenakan laki-laki dianggap wajar ketika berperilaku seks di luar batas wajar. Berbeda dengan perempuan yang sudah distandarkan oleh masyarakat.
"Ini yang membuat pelanggan laki-laki kurang diekspos karena dianggap wajar saja bila berperilaku demikian. Itulah nilai ketidakadilan terhadap perempuan," katanya.
Di sisi lain, media arus utama pun turut berperan dalam hal ini. VA tak ubahnya sebagai sebuah komoditas informasi. Pemberitaan massal dan sensasional secara laten terdapat "nilai tukar" ekonomi. Rating and share dan page views di dalamnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H