"Berharap ke depannya lebih bagus. Tapi ini juga sudah bagus sih. Regenerasinya sudah jalan," kata Yono yang ikut masuk bersama saya ke ruang konferensi pers Synchronize Fest.
Hajjah Rien, sapaannya, memang dikondisikan sebagai "juru bicara" Nasida Ria, mengingat ia yang paling senior di grup itu. Meski ketika saya bertanya usianya, ia menjawab singkat, "Rahasia" sambil tersipu.
Mengenai perasaannya hari itu, dengan aura keibuannya Hajjah Rien mengucap syukur.
"Ya Alhamdulillah, karena mereka (penonton) sudah hafal dengan lagu-lagu kami. Jadi apa yang kami tampilkan tuh sudah pada tahu. Karena selama satu bulan, bulan puasa itu semua stasiun teve di Jakarta undang kita."
Ia menambahkan, pengalamannya disaksikan oleh anak-anak muda seperti di Synchronize Fest ini bukan kali pertama terjadi. Pada 2016 lalu mereka pernah diundang oleh Ruang Rupa untuk tampil di depan crowd yang tak jauh berbeda.
"Biasa saja, sudah biasa di depan anak muda, orang tua. Kita tampilkan apa yang milik kita saja, enggak lihat kiri-kanan."
Meski genre kasidah tak sepopuler pop atau dangdut sekalipun, harus diakui bahwa lagu-lagu Nasida Ria bisa membaur di masyarakat umum karena begitu relevan dengan masa kini.
Tak melulu menyinggung masalah agama, tapi juga kondisi sosial dan ekonomi dengan lirik-lirik segar dan tak biasa membuat beberapa lagunya "viral". Hal ini tak lepas dari jasa Kyai Haji Bukhori Masruri alias Abu Ali Haidar yang banyak menciptakan lagu bagi Nasida Ria.
Sepeninggal Abu Ali Haidar yang wafat pada Mei 2018 lalu, Nasida Ria masih tetap produktif. Bahkan tengah tahun ini mereka meluncurkan album ke-35 dengan tajuk Nasida Ria Reborn yang berisi 10 lagu.
"Pesan dari ulama-ulama, Nasida Ria harus lestari karena berdakwah lewat seni. Insya Allah masih banyak orang-orang seni yang mengirimkan lagu untuk kita. Doakan saja, supaya langgeng dan tetap jaya," tutur Hajjah Rien.