Mohon tunggu...
Kompasiana News
Kompasiana News Mohon Tunggu... Editor - Akun ini merupakan resmi milik Kompasiana: Kompasiana News

Akun ini merupakan resmi milik Kompasiana. Kompasiana News digunakan untuk mempublikasikan artikel-artikel hasil kurasi, rilis resmi, serta laporan warga melalui fitur K-Report (flash news).

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Warna-warni Perayaan Idulfitri

20 Juni 2018   15:35 Diperbarui: 21 Juni 2018   14:06 1870
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Umat Islam di Indonesia merayakan Hari Raya Idulfitri 1439 Hijriah pada Jumat (15/6/2018), hari kemenangan setelah satu bulan menahan lapar dan nafsu duniawi. Bagi umat Islam di Indonesia, momen ini digunakan untuk kumpul bersama keluarga dan saling bermaafan atau halal bi halal.

Halal bi halal adalah perayaan khas di Indonesia dari tiap perayaan Idulfitri. Halal bi halal sendiri sebenarnya tidak terdapat di dalam bahasa arab, dia hanya gabungan dari kata ke kata: baik dengan baik. Berarti sesuatu yang baik (halal) harus di pertemukan dengan sesuatu yang baik pula.

Halal bi halal di Indonesia memiliki sejarahnya sendiri, yakni dimulai dari kerajaan Surakarta saat di pimpin oleh Raja yang bernama Pangeran Adipati Arya Mangkunegaran I atau dikenal dengan Pangeran Sambernyawa.

Setelah Salat Id, Raja Mangkunegaran I meminta semua punggawa dan prajurit kerajaan untuk berkumpul di istana. Setelah berkumpul Raja memberikan berbagai wejangan agar semua punggawa dan prajurit memiliki kinerja yang baik dan optimal.

Kemudian, setelah memberikan wejangan, semua punggawa dan prajurit kerajaan tanpa kecuali dilakhiri dengan berjabatan tangan saling memaafkan. Tradisi itu terus berlanjut sampai sekarang.

Tetapi ada juga yang mengatakan bahwa istilah halal bi halal dimunculkan oleh seorang ulama karismatik asal Jawa Timur KH. Abdul Wahab Chasbullah.

Pada tahun 1948 KH. Abdul Wahab Chasbullah dipanggil Presiden Soekarno untuk dimintai saran untuk menyelesaikan persoalan bangsa yang melanda krisis elite bangsa. Agar elite bangsa tidak semakin terjebak konflik semakin dalam.

KH. Wahab Chasbullah pun mengusulkan pertemuan antar-elite. Tujuannya agar para elite bangsa saling introspeksi terhadap kekuranganya masing-masing. Pertemuan itu dinamakan halal bi halal.

Perayaan inti lain yang tak pernah luput adalah ziarah kubur. Biasanya waktu berziarah dilakukan menjelang hari raya, bisa sehari sebelum lebaran atau setelah salat id usai dilakukan. Tapi ada juga yang dilakukan sehari sebelum memasuki bulan ramadan. Semua waktu tersebut tidak menjadi masalah, asalkan niatnya memang ingin bertemu kepada orang yang lebih dulu tiada.

Kompasianer Hamdani menceritakan, ziarah yang biasa dilakukan oleh masyarakat muslim di Aceh adalah membaca Alquran, berdoa dan tabur bunga. Mengenang jasa orang tua sambil mendoakan mereka adalah cara yang paling baik dilakukan saat menziarahi kubur.

Di Aceh pada umumnya warga berziarah pada saat hari raya atau setelah shalat id dilakukan, lalu beramai-ramai mendatangi kuburan orang tua atau leluhur sambil membawa air yang sudah dicampuri bunga dan wewangian untuk cuci muka dan menyirami kuburan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun