Mohon tunggu...
Kompasiana News
Kompasiana News Mohon Tunggu... Editor - Akun ini merupakan resmi milik Kompasiana: Kompasiana News

Akun ini merupakan resmi milik Kompasiana. Kompasiana News digunakan untuk mempublikasikan artikel-artikel hasil kurasi, rilis resmi, serta laporan warga melalui fitur K-Report (flash news).

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Reformasi Suam-suam Kuku

25 Mei 2018   07:30 Diperbarui: 28 Mei 2018   02:42 1950
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
SUMBER FOTO: KOMPAS.COM/EDDY HASBY

Sejak beberapa waktu terakhir, saya mengikuti dengan cermat perkembangan situasi nasional kita, terutama aspirasi rakyat untuk mengadakan reformasi di segala bidang kehidupan berbangsa dan bernegara. Atas dasar pemahaman saya yang mendalam terhadap aspirasi tersebut, dan terdorong oleh keyakinan bahwa reformasi tersebut perlu dilaksanakan secara tertib, damai dan konstitusional demi terpeliharanya persatuan dan kesatuan bangsa serta kelangsungan pembangunan nasional, saya telah menyatakan rencana pembentukan Komite Reformasi dan mengubah susunan Kabinet Pembangunan VII.

Namun demikian kenyataan hingga hari ini menunjukkan Komite Reformasi tersebut tidak dapat terwujud, karena tidak adanya tanggapan yang memadai terhadap rencana pembentukan komite tersebut. Dalam keinginan untuk melaksanakan reformasi dengan cara yang sebaik-baiknya tadi, saya menilai bahwa dengan tidak dapat diwujudkannya Konite Reformasi maka perubahan susunan Kabinet Pembangunan VII menjadi tidak diperlukan lagi.

Dengan memperhatikan keadaan di atas, saya berpendapat sangat sulit bagi saya untuk dapat menjalankan tugas pemerintahan negara dan pembangunan dengan baik. Oleh karena itu, dengan memperhatikan ketentuan Pasal 8 UUD 1945, dan setelah dengan sungguh-sungguh memperhatikan pandangan Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat dan Pimpinan Fraksi-Fraksi yang ada di dalamnya, saya memutuskan untuk menyatakan berhenti dari jabatan saya sebagai Presiden Republik Indonesia, terhitung sejak saya bacakan Pernyataan ini, pada hari ini, kamis 21 Mei 1998.

Pernyataan saya berhenti dari jabatan sebagai Presiden Republik Indonesia, saya sampaikan di hadapan Saudara-saudara Pimpinan Dewan Perwakilan rakyat Republik Indonesia yang juga adalah Pimpinan Majelis Permusyawaratan Rakyat.

Sesuai dengan Pasal 8 UUD-45 maka Wakil Presiden Republik Indonesia Prof. H. BJ. Habibie yang akan melanjutkan sisa waktu jabatan Presiden Mandataris MPR 1998-2003.

Atas bantuan dan dukungan rakyat selama saya memimpin negara dan bangsa Indonesia ini, saya ucapkan trima kasih dan minta maaf bila ada kesalahan dan kekurangannya. Semoga Bangsa Indonesia tetap jaya dengan Pancasila dan UUD 45-nya.

Mulai ini hari Kabinet Pembangunan ke VII demisioner dan pada para Mentri saya ucapkan trima kasih.

Oleh karena keadaan tidak memungkinkan untuk menyelenggarakan pengucapan sumpah di hadapan Dewan Perwakilan Rakyat, maka untuk menghindari kekosongan pimpinan dalam menyelenggarakan pemerintahan negara, kiranya Saudara Wakil Presiden sekarang juga agar melaksanakan pengucapan sumpah jabatan presiden di Hadapan Mahkamah Agung Republik Indonesia.

Jakarta, 21 Mei 1998
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

SOEHARTO

***

1998 adalah ukiran sejarah kelam dalam catatan panjang bangsa Indonesia. Kala itu ribuan mahasiswa melakukan demonstrasi, menuntut turunnya Presiden Soeharto dari jabatan dan menegakkan reformasi. Soeharto pun mundur dari jabatannya.

Mundurnya Soeharto, muncul reformasi. Reformasi dianggap bisa membawa bangsa ini menjadi lebih demokratis. Masyarakat pun seolah dijanjikan memiliki harapan kehidupan berbangsa dan bernegara lebih baik, aman, adil, dan tentu saja, lebih sejahtera.

Hanya sejak reformasi itu dimulai hingga genap 20 tahun kini belum ada tanda-tanda membaiknya negara ini bagi masyarakat. Reformasi bak 'kabar burung'.

Menulusuri keadaannya, reformasi berarti menata ulang kembali. Dalam hal ini tentu pemerintahan dan kenegaraan dengan segala ketidaksesuaiannya untuk kemudian menyajikan tatanan sistem pemerintahan dan politik yang manjadikan bangsa Indonesia mandiri dalam, bertanggung jawab, dan rasional dalam menyikapi fenomena atau problematika bangsa Indonesia.

Menurut Kompasianer Saekan Muchith, hal itu belum terjadi hingga saat ini. Selama 20 tahun berada dalam sistem pemerintahan reformasi belum banyak yang dapat di rasakan bangsa Indonesia khususnya dalam hal kesejahteraan, kenyamanan dan keadilan.

Belum lagi soal kenyamanan yang belum bisa di rasakan secara optimal. Juga keadilan hukum yang semakin jauh dari harapan. Dan soal praktik korupsi semakin menjadi-jadi.

"Setidaknya ada tiga macam agenda reformasi itu yang penting untuk di wujudkan," begitu tulisnya.

Pendapat serupa juga dikemukakan Edy Rolan yang menilai, apa yang hari ini dirasakan tidak sepenuhnya buah dari reformasi. Ia juga punya cerita di detik-detik peristiwa mencekam itu.

Edy menceritakan, Peristiwa tragedi kekacauan Mei 1998 begitu membekas dalam benaknya, bagaimana ia menyaksikan maraknya penjarahan di mana-mana.

Di waktu itu pula ia menyaksikan barang elektronik toko seperti kulkas, televisi, kipas angin dilangsir masuk ke dalam gerobak-gerobak kayu, bajaj, mobil pick-up hingga ludes.

Sekelebat, diceritakannya, ia melihat beberapa orang membawa senjata tajam dalam gerobak yang disematkan di pinggangnya. Tak jarang ada juga sesama penjarah bertengkar karena perebutan jarahan mulai dari adu mulut hingga anggar senjata dan kawanan.

"Sungguh, saat itu adalah momen manusia Indonesia tak ubahnya seperti binatang, saling merampas dan saling menindas. Tak peduli lagi masih punya pegangan agama atau merasa ber-Tuhan. Tragis dan ironis," kisahnya.

Tapi apa yang sudah dikorbankan negara ini seperti sia-sia. Sebab, kata Edy, supremasi hukum masih terbelenggu dan korupsi tak kunjung reda dalam lingkaran kekuasaan dan partai politik dalam ekosistem demokrasi kini.

"Begitu bahagia rakyat mengagungkan era jatuhnya Orde Baru, merayakan mulainya Era Reformasi seketika itu namun sepertinya semangat itu suam-suam kuku adanya," tulisnya yang juga menjadi bagian dari saksi sejarah.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun