Mohon tunggu...
Kompasiana News
Kompasiana News Mohon Tunggu... Editor - Akun ini merupakan resmi milik Kompasiana: Kompasiana News

Akun ini merupakan resmi milik Kompasiana. Kompasiana News digunakan untuk mempublikasikan artikel-artikel hasil kurasi, rilis resmi, serta laporan warga melalui fitur K-Report (flash news).

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Artikel Utama

Manusia-manusia yang Hidup dalam Cerita

12 Mei 2018   14:40 Diperbarui: 5 Mei 2019   23:02 2164
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Konflik dalam cerita akan terus berupaya untuk mempertahankan atau (mencoba) menyempurnakan setiap karakter, alur dan latar.

Teddy dan Ibu Thompson yang ditulis pertama kali Elizabeth Silance dalam cerpen "Three Letters from Teddy" menyebar secara masif. Majalah Home Life, yang pertama kali menerbitkan cerpen tersebut, bahkan mengakui bahwa cerpen tersebut merupakan cerita paling diminati sepanjang sejarah majalahnya.

Atas nama kreatifitas, kisah itu diubah (atau dimodifikasi, jika terasa tidak berlebihan) dan diberi bumbu-bumbu drama lainnya. Kisah antara Teddy dan Ibu Thompson yang selalu dianggap menjadi kisah nyata oleh orang-orang adalah contoh kecilnya. Tentu dengan harapan kalau kisah seperti itu bisa terjadi dalam kehidupan (nyata) sehari-hari.

Sama halnya seperti kisah Dilan 1990. Orang-orang menduga, mencari tahu siapa tokoh Dilan sebenarnya.

Harapan itu bisa muncul karena, sekali lagi, penulisnya bisa mendekatkan kisah-kisahnya kembali berbicara tentang manusia. Membahas yang paling dekat pada hal-hal sekecil apapun tentang manusia.

***

Dalam cerita "Kupu-kupu Pengantar Pertanda" yang ditulis eRHa bisa jadi contoh dekat di Fiksiana. Sederhananya kisah tersebut membicarakan kebiasaan manusia yang menangkap pesan-pesan di luar kehendaknya. Kehendak yang digunakan oleh eRHa adalah kupu-kupu.

Kupu-kupu itu mati, seketika jantungnya berdebar keras. "Jika kupu-kupunya mati, tamunya tidak jadi berkunjung Mar" suara ibunya terngiang jelas di telinga dan pikirannya.

Hal-hal semacam itu, secara sadar atau tidak, masih dilakukan oleh kebanyakan masyarakat kita. Kupu-kupu dilambangkan sebagai sesuatu yang cantik, memesona, dan paling tidak, adalah sesuatu yang baik. Maka, ketika kupu-kupu yang (dianggap) sempurna itu tidak datang atau mati, seakan memberi kesan buruk.

Namun, nampaknya eRHa tidak ingin hal itu terjadi. Maka dengan kekuasaan absolut atas karyanya, eRHa menutup kisahnya dengan bahagia.

Maurita mendekatinya, sayap-sayapnya tetap terkepak lembut, meski ujung jari Maurita berhasil menyentuhnya. "Tamunya memang istimewa" Ibunya berbisik disampingnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun