Mohon tunggu...
Kompasiana News
Kompasiana News Mohon Tunggu... Editor - Akun ini merupakan resmi milik Kompasiana: Kompasiana News

Akun ini merupakan resmi milik Kompasiana. Kompasiana News digunakan untuk mempublikasikan artikel-artikel hasil kurasi, rilis resmi, serta laporan warga melalui fitur K-Report (flash news).

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Minuman Beralkohol Bisa Dioplos, Sedangkan Nyawa Kita Tidak!

20 April 2018   17:10 Diperbarui: 3 September 2018   16:49 2401
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kematian, barangkali, adalah momen yang luar biasa. Ia tak bisa kembali atau dikembalikan. Tapi kematian, bagaimana pun caranya mendatangi, bisa jadi tidak lagi seistimewa jika dibiarkan hilang begitu saja.

Wislawa Szymborska, penyair asal Polandia, pernah menuliskan: di antara miliaran manusia yang melewati sejarah, hidup hanya tentang sepanjang bekas cakar kita pada pasir.

Kita mungkin bisa saja mahfum: kematian memiliki batas. Jika hidup adalah sebuah garis lurus, kematian adalah akhir garis tersebut. Tak ada kehidupan yang tak bisa kekal meski hanya sebentar. Jika boleh menyatir sajak Sapardi Djoko Damono, "Yang fana adalah waktu, kita abadi".

Terlalu banyak --jika tidak ingin menyebut angka-- nyawa yang hilang begitu saja karena minum keras oplosan. Bukan bermaksud untuk hiperbola. Tapi kata "nyawa" tidaklah sesederhana menulis angka-angka --korban jiwa.

Dan menjadi lebih menyedihkan: tidak adanya langkah-langkah untuk menghentikannya. Atau paling tidak meminimalisir. Memang sulit. Selalu sulit untuk membuat kebijakan yang tidak hanya benar, tetapi tepat. Bahkan, barangkali, tidak bisa sekadar satu kali aturan, semisal: menghentikan peredaran penjualannya di mini market.

Negara seperti Inggris, misalnya, terdapat tempat-tempat di mana tidak boleh minum-minuman beralkohol. Ini diceritakan langsung oleh Septin Puji Astuti yang tinggal di sana. Meski tidak aneh memang melihat orang mabuk di negara yang melegalkan minuman beralkohol.

Namun, yang menjadi menarik adalah meski sering ada pesta-pesta minuman di dekat rumahnya jarang ia temui ada yang sampai mabuk berat. Bahkan tidak jauh dari tempat tinggalnya ada sebuah toko yang lumayan besar menjual minuman beralkohol.

Baru kemudian ia tahu: ada regulasi yang membatasi itu. Yang paling utama adalah anak-anak tidak diperkenankan membeli. Juga seberapa banyak minuman yang dibeli ada batasannya. Ini berkaitan dengan larangan mengendarai kendaraan jika habis meminum minuman beralkohol.

"Membawa minuman dengan tutup yang sudah terbuka di kendaraan umum seperti kereta, bus dan tube (DLR). [...] mabuk di tempat umum juga tidak diperbolehkan. Banyak papan larangan yang dipasang di beberapa tempat," tulisnya.

Lantas bagaimana dengan di Indonesia? Per tanggal 16 April 2015, Kementerian Perdagangan mengeluarkan surat sakti yang berbentuk: Peraturan Pemerintah tentang Pembatasan Penjualan Minuman Keras Mini Market. Tentu ini secara tidak langsung menghilangkan peredaran minuman beralkohol tersebut. Boleh, tapi hanya di tempat-tempat tertentu.

Frasa 'tempat-tempat tertentu' itu, barangkali, yang membuat 'peminum' membuat minuman oplosan. Mencampur minuman beralkohol dengan hal-hal yang di luar nalar. Sebab bagaimana mungkin, mencampur minuman beralkohol dengan minuman berenergi? Ini sama saja seperti belum minum, tapi sudah mabuk duluan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun