Kematian, barangkali, adalah momen yang luar biasa. Ia tak bisa kembali atau dikembalikan. Tapi kematian, bagaimana pun caranya mendatangi, bisa jadi tidak lagi seistimewa jika dibiarkan hilang begitu saja.
Wislawa Szymborska, penyair asal Polandia, pernah menuliskan: di antara miliaran manusia yang melewati sejarah, hidup hanya tentang sepanjang bekas cakar kita pada pasir.
Kita mungkin bisa saja mahfum: kematian memiliki batas. Jika hidup adalah sebuah garis lurus, kematian adalah akhir garis tersebut. Tak ada kehidupan yang tak bisa kekal meski hanya sebentar. Jika boleh menyatir sajak Sapardi Djoko Damono, "Yang fana adalah waktu, kita abadi".
Terlalu banyak --jika tidak ingin menyebut angka-- nyawa yang hilang begitu saja karena minum keras oplosan. Bukan bermaksud untuk hiperbola. Tapi kata "nyawa" tidaklah sesederhana menulis angka-angka --korban jiwa.
Dan menjadi lebih menyedihkan: tidak adanya langkah-langkah untuk menghentikannya. Atau paling tidak meminimalisir. Memang sulit. Selalu sulit untuk membuat kebijakan yang tidak hanya benar, tetapi tepat. Bahkan, barangkali, tidak bisa sekadar satu kali aturan, semisal: menghentikan peredaran penjualannya di mini market.
Negara seperti Inggris, misalnya, terdapat tempat-tempat di mana tidak boleh minum-minuman beralkohol. Ini diceritakan langsung oleh Septin Puji Astuti yang tinggal di sana. Meski tidak aneh memang melihat orang mabuk di negara yang melegalkan minuman beralkohol.
Namun, yang menjadi menarik adalah meski sering ada pesta-pesta minuman di dekat rumahnya jarang ia temui ada yang sampai mabuk berat. Bahkan tidak jauh dari tempat tinggalnya ada sebuah toko yang lumayan besar menjual minuman beralkohol.
Baru kemudian ia tahu: ada regulasi yang membatasi itu. Yang paling utama adalah anak-anak tidak diperkenankan membeli. Juga seberapa banyak minuman yang dibeli ada batasannya. Ini berkaitan dengan larangan mengendarai kendaraan jika habis meminum minuman beralkohol.
"Membawa minuman dengan tutup yang sudah terbuka di kendaraan umum seperti kereta, bus dan tube (DLR). [...] mabuk di tempat umum juga tidak diperbolehkan. Banyak papan larangan yang dipasang di beberapa tempat," tulisnya.
Lantas bagaimana dengan di Indonesia? Per tanggal 16 April 2015, Kementerian Perdagangan mengeluarkan surat sakti yang berbentuk: Peraturan Pemerintah tentang Pembatasan Penjualan Minuman Keras Mini Market. Tentu ini secara tidak langsung menghilangkan peredaran minuman beralkohol tersebut. Boleh, tapi hanya di tempat-tempat tertentu.
Frasa 'tempat-tempat tertentu' itu, barangkali, yang membuat 'peminum' membuat minuman oplosan. Mencampur minuman beralkohol dengan hal-hal yang di luar nalar. Sebab bagaimana mungkin, mencampur minuman beralkohol dengan minuman berenergi? Ini sama saja seperti belum minum, tapi sudah mabuk duluan.