"PR-PR tersebut tentunya perlu disikapi dengan bijak bila tak akan menjadi sebuah blunder. [...], salah satunya seperti adanya oknum karyawan PDAM yang terlalu terburu-buru menjawab kalau masalah biaya rekening air PDAM yang tinggi itu karena volume bak air yang terbatas, distribusi terkendala listrik, biaya pengelolaan mahal, yang paling sering yakni wajar pada pemakaian yang berlebih akan mahal, atau bisa jadi hanya kerusakan kecil pada argo/meteran air dan mungkin hanya sedikit yang mengalami jawabnya," tulisnya.
Lain lagi dengan Kompasianer Debby Febrianto Holo yang menceritakan bagaimana korporasi-korporasi di daerahnya, Sumba, NTT, tengah berusaha merebut sumber daya alam masyarakat. Padahal, bagi kami masyarakat Sumba air adalah darahnya Sumba, bahkan sumber air pun dikeramatkan.
Karena air adalah sumber kehidupan bagi masyarakat Sumba Timur yang berpenghasilan utama dari sektor pertanian, meski hidup di daerah yang curah hujannya terbatas, maka air adalah penting.
"Walhi, dalam siaran persnya menyoroti bahwa persoalan utama yang dirasakan dalam tata kelola air adalah besarnya kerusakan lingkungan hidup yang diakibatkan korporasi pada ekosistem air, baik rusaknya sumber ekosistem air pada wilayah hulu, maupun pencemaran pada sektor hilir," tulisnya lewat artikel berjudul Bersama-sama Menyuarakan Seruan Hari Air. Tulisan serupa tentang bagaimana akal-akalan korporasi terhadap sumber air di sana  juga pernah ia tulis dengan judul Air adalah Darahnya Tanah Humba, Milik Umat Manusia, Bukan Korporasi.
Bagaimanapun, kita sendiri sebagai masyarakat juga perlu untuk menjaga sumber air dan memanfaatkannya secara optimal, kalau negara kita yang kaya raya ini krisis air. Kompasianer Manik Sukoco pun membagikan caranya:
1. Mematikan keran air (wastafel) ketika kita sedang menggosok gigi.
2. Mematikan keran air ketika kita mencuci atau membersihkan sayuran.
3. Memasukkan sampah, minyak, kotoran, dan limbah makanan langsung ke tempat sampah, bukan membuangnya ke dalam air. Semakin kotor air limbah, maka akan semakin mahal biaya yang digunakan untuk mendaur ulang (mengembalikannya menjadi air layak minum).
4. Menyimpan air bekas mencuci sayuran atau air limbah dapur untuk menyiram tanaman.
5. Memanfaatkan air bekas mencuci piring atau baju untuk mencuci sepeda atau mobil.
(iBN)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H