Mohon tunggu...
Kompasiana News
Kompasiana News Mohon Tunggu... Editor - Akun ini merupakan resmi milik Kompasiana: Kompasiana News

Akun ini merupakan resmi milik Kompasiana. Kompasiana News digunakan untuk mempublikasikan artikel-artikel hasil kurasi, rilis resmi, serta laporan warga melalui fitur K-Report (flash news).

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Artikel Utama

Lima Tips Tangkal Berita Hoaks di Dunia Maya

23 Maret 2018   16:27 Diperbarui: 24 Maret 2018   12:49 2422
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi (Pixabay/Geralt)

Empat anggota kelompok Muslim Cyber Army ditangkap polisi karena menyebar isu provokatif di media sosial. Para pelaku yang tergabung dalam grup di aplikasi tukar pesan Whatsapp "The Family MCA" ditangkap serentak di empat provinsi berbeda pada Senin (26/2/2018).

Muslim Cyber Army memang cukup dikenal oleh warganet di Indonesia. Kelompok ini aktif di media sosial khususnya di Facebook dan memiliki basis anggota grup cukup besar.

Adapun konten-konten yang disebarkan pelaku merupakan isu yang sering menimbulkan keresahan di masyarakat, seperti isu kebangkitan Partai Komunis Indonesia, penculikan ulama, dan mencemarkan nama baik presiden, pemerintah, hingga tokoh-tokoh tertentu.

Penangkapan akun penyebar hoaks oleh polisi sebenarnya bukan sekali ini terjadi. Bahkan pemerintah dan masyarakat telah mengampanyekan gerakan anti hoaks, termasuk sosialisasi aturan dan konsekuensi hukumnya. Namun tetap saja masih ada warganet yang nekat melanggar.

Kompasiana Hasto Suprayogo dalam artikelnya mencoba untuk memahami alasan warganet yang gemar menyebar hoaks. Menurutnya perilaku tersebut muncul karena emosi. Berawal dari niat baik ingin memperjuangkan idealisme agama, tapi mereka disilapkan oleh emosi. Akibatnya, logika dan etika luntur, hingga akhirnya semua cara dilakukan untuk menang.

Ia juga menambahkan, emosi adalah nyala api semangat yang membakar. Jika tak dikelola dengan baik. Apalagi jika emosi itu ditunggangi kepentingan politik. Dikipasi para aktor dan dalang, mereka yang tak sadar, sebenarnya tengah dijadikan pion-pion dalam laga perang para atasan. Mereka adalah tameng, yang setiap saat bisa dikorbankan.

Terlebih lagi alasan agama digunakan untuk menyebarkan hoaks adalah sebuah kesalahan. Menurut Hasto, Islam mengajarkan penganutnya untuk berpikir dan dan bersikap logis. Memperjuangkan Islam namun mengingkari logika, berbohong, menyebar hoaks, merupakan perilaku yang tidak Islami. Cara yang salah tidak akan membenarkan tujuan yang benar.

Penggunaan kata "Muslim" sebagai nama kelompok hoaks juga sangat disayangkan. Menurut Kompasianer Samuel Henry, tindakan mereka lebih cocok dikatakan sebagai penyebar isu provokatif alias teroris dunia maya yang selalu berkeinginan menyebar berita fitnah dan isu kebencian.

Untuk menghindari aksi serupa terulang kembali, ia berpendapat perlu ada edukasi agama yang benar dan jauh dari paham radikalisme. Perlu kerja sama serta peran ulama dan berbagai organisasi keagamaan untuk hal ini.

Walaupun di awal kelompok ini membawa nama sebuah agama, tapi selanjutnya berbagai aktivitas yang jauh dari maksud tujuan awalnya akan timbul secara otomatis. Ibarat bola salju yang bergulir tanpa arah yang jelas, pemahaman yang salah bisa membuat anggota kelompok ini semakin sesat.

Untuk menghindari kerugian-kerugian akibat hoaks, berikut 4 langkah yang bisa dilakukan untuk mendeteksinya:

1. Cermati alamat situs berita

Menurut Rian Amaranto untuk menghindari hoaks dari situs daring, pengguna perlu mencermati alamat URL situs sumber berita. Apabila berasal dari situs yang belum terverifikasi sebagai institusi pers resmi, misalnya menggunakan domain blog, maka informasinya bisa dibilang meragukan.

Menurut catatan Dewan Pers, di Indonesia terdapat sekitar 43.000 situs di Indonesia yang mengklaim sebagai portal berita. Dari jumlah tersebut, yang sudah terverifikasi sebagai situs berita resmi tak sampai 300. Artinya terdapat setidaknya puluhan ribu situs yang berpotensi menyebarkan berita palsu di internet yang mesti diwaspadai.

2. Cek keaslian foto

Rian Amaranto juga memberikan tips tangkal hoaks untuk konten berupa foto. Sebab ada kalanya pembuat berita palsu juga mengedit foto untuk memprovokasi pembaca. Cara untuk mengecek keaslian foto bisa dengan memanfaatkan mesin pencari Google, yakni dengan melakukan pencarian gambar di Google Images. Hasil pencarian akan menyajikan gambar-gambar serupa yang terdapat di internet sehingga bisa dibandingkan.

3. Validasi berita yang diterima

Kompasianer Giri Lumakto memberikan tips tangkal hoaks di media daring dengan melakukan validasi untuk segala berita yang diterima. Jika berita yang dibagikan adalah hoaks, pembaca harus mengklarifikasi pada sumber berita dengan melakukan komentar pada postingan. Jangan lupa sertakan tautan berita atau gambar lengkap tentang berita terkait.

Sebagai pembaca, juga perlu diperhatikan cara mengutarakan argumen berdasar kebenarannya. Sekaligus meminta pemilik postingan untuk menghapus informasi hoaks tersebut. Langkah validasi adalah tanggung jawab moral yang bisa kita lakukan dengan segera. Agar postingan hoaks tidak menyebar dan menimbulkan gesekan/kecemasan pihak lain.

4. Saring postingan di media sosial

Meskipun media sosial bersifat personal, pemilik akun tidak boleh abai akan informasi yang kerap beredar di lini massa. Kompasianer Claudya Elleossa menyarankan pemilik akun perlu memilih siapa saja yang layak ada di lini masa atau cukup berteman di dunia nyata. Sebab tidak semua pemilik akun paham akan informasi yang mereka bagikan.

Bersikap selektif di media sosial juga bukan berarti tindakan ini ditujukan untuk mengeliminasi teman yang berbeda pandangan. Menurut Claudya, tindakan itu menjadikan lini masa di media sosial datang dari berbagai idealisme.

Hal itu membuat kita tidak membabi buta membela atau membenci sesuatu tanpa melihat sisi seberang. Pertimbangannya bukan pada apa yang mereka percayai namun keterampilan mereka membagi informasi.

5. Laporkan konten hoaks

Bila Anda sudah yakin menemukan informasi atau berita hoaks, segera laporkan pada penyedia platform dimana postingan itu berada. Kompasianer Dahlia Mumtazah menyarankan bila menemukan hoaks di Facebook, masyarakat dapat menggunakan fitur report status dan kategorikan informasi hoaks sebagai hatespeech, harassment, rude, threatening, atau kategori lain yang sesuai. Jika ada banyak aduan dari netizen, biasanya Facebook akan menghapus status tersebut.

Sedangkan untuk Google, bisa menggunakan fitur feedback untuk melaporkan situs dari hasil pencarian apabila mengandung informasi palsu. Twitter memiliki fitur Report Tweet untuk melaporkan tweet yang negatif, demikian juga dengan Instagram.

Pengguna internet juga dapat mengadukan konten negatif ke Kementerian Komunikasi dan Informatika dengan melayangkan e-mail ke alamat aduankonten@mail.kominfo.go.id. (Lbt)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun