1. Cermati alamat situs berita
Menurut Rian Amaranto untuk menghindari hoaks dari situs daring, pengguna perlu mencermati alamat URL situs sumber berita. Apabila berasal dari situs yang belum terverifikasi sebagai institusi pers resmi, misalnya menggunakan domain blog, maka informasinya bisa dibilang meragukan.
Menurut catatan Dewan Pers, di Indonesia terdapat sekitar 43.000 situs di Indonesia yang mengklaim sebagai portal berita. Dari jumlah tersebut, yang sudah terverifikasi sebagai situs berita resmi tak sampai 300. Artinya terdapat setidaknya puluhan ribu situs yang berpotensi menyebarkan berita palsu di internet yang mesti diwaspadai.
2. Cek keaslian foto
Rian Amaranto juga memberikan tips tangkal hoaks untuk konten berupa foto. Sebab ada kalanya pembuat berita palsu juga mengedit foto untuk memprovokasi pembaca. Cara untuk mengecek keaslian foto bisa dengan memanfaatkan mesin pencari Google, yakni dengan melakukan pencarian gambar di Google Images. Hasil pencarian akan menyajikan gambar-gambar serupa yang terdapat di internet sehingga bisa dibandingkan.
3. Validasi berita yang diterima
Kompasianer Giri Lumakto memberikan tips tangkal hoaks di media daring dengan melakukan validasi untuk segala berita yang diterima. Jika berita yang dibagikan adalah hoaks, pembaca harus mengklarifikasi pada sumber berita dengan melakukan komentar pada postingan. Jangan lupa sertakan tautan berita atau gambar lengkap tentang berita terkait.
Sebagai pembaca, juga perlu diperhatikan cara mengutarakan argumen berdasar kebenarannya. Sekaligus meminta pemilik postingan untuk menghapus informasi hoaks tersebut. Langkah validasi adalah tanggung jawab moral yang bisa kita lakukan dengan segera. Agar postingan hoaks tidak menyebar dan menimbulkan gesekan/kecemasan pihak lain.
4. Saring postingan di media sosial
Meskipun media sosial bersifat personal, pemilik akun tidak boleh abai akan informasi yang kerap beredar di lini massa. Kompasianer Claudya Elleossa menyarankan pemilik akun perlu memilih siapa saja yang layak ada di lini masa atau cukup berteman di dunia nyata. Sebab tidak semua pemilik akun paham akan informasi yang mereka bagikan.
Bersikap selektif di media sosial juga bukan berarti tindakan ini ditujukan untuk mengeliminasi teman yang berbeda pandangan. Menurut Claudya, tindakan itu menjadikan lini masa di media sosial datang dari berbagai idealisme.