Kompetisi Piala Presiden baru saja berakhir. Persija berhasil menjadi juara dan merebut piala bergilir ini. Kompetisi yang bergulir setiap tahun ini menjadi salah satu ajang pembuktian klub-klub lokal Indonesia serta menjadi sarana persiapan jelang dimulainya musim baru Liga 1. Tentu saja, bagi para pecinta si-kulit-bundar, kompetisi ini cukup menyedot perhatian dan Kompasiana menjadi salah satu media bagi para pecinta sepak bola untuk menuangkan segala pemikirannya tentang olahraga paling populer sejagat ini.Â
Setelah Piala Presiden berakhir beberapa waktu lalu, kami menghimpun beberapa fakta dan ulasan menarik dari Kompasianer terkait perhelatan ini. Berikut selengkapnya.
1. Reuni antara Marko Simic dan Ilija Spasojevic
Dalam sebuah wawancara, Simic mengaku senang bakal kembali bertemu dengan tandemnya selama di Liga Super Malaysia, Melaka United.
Keduanya sempat bertemu pada laga Grup D dengan hasil 2-3 untuk keunggulan Bali United. Satu di antara tiga gol yang dicetak Bali United dibuat oleh Spasojevic.
Sayangnya, pada laga tersebut Marko Simic hanya diturunkan pada babak kedua dan tidak memberi kontribusi apa-apa untuk Persija Jakarta.
"Akan sangat menyenangkan kembali bertemu Spaso (sapaan Ilija Spasojevic). Saya pasti lebih semangat," ucap Marko Simic.
Ada sebuah mitos yang mengemuka: bahwa barangsiapa juara Piala Presiden tidak akan menjuarai kompetisi Liga 1. Percaya atau tidak, setidaknya sudah terjadi pada Persib Bandung dan Arema Malang.
Namun, sebelum melangkah jauh pada mitos,Hendro Santoso mengingatkan, "adalah hal yang wajar dalam suatu laga harus ada yang berani melakukan respon perubahan yang berbeda."
3. Finalis yang "Mengesampingkan" Laga InternasionalÂ
Persija dan Bali United merupakan 2 di antara peserta Piala Presiden 2018 yang memiliki kepadatan jadwal. Selain mesti bertanding pada kompetisi tersebut, kedua tim ini, Persija Jakarta dan Bali United, sama-sama melakoni laga AFC 2018.
Dalam waktu yang berdekatan bahkan, Persija Jakarta bertanding pada Piala AFC setelah bermain pada semi-final leg. 2; sedangkan Bali United sebelum semi-final leg. 2 berlangsung. Hasilnya, seperti yang kita tahu, kedua tim ini kalah.
Persija Jakarta dan Bali United melakukan rotasi pemain. Dan, rupa-rupanya, sepenglihatan Hendro Santoso, prioritas utama dari mereka adalah Piala Presiden 2018.
Wajar saja. Meski Piala Presiden adalah turnamen pra musim dari kompetisi Liga 1 namun memiliki gengsi yang tinggi.
4.Transparansi Keuangan Tim Peserta Piala Presiden
Dalam pembukaan Piala Presiden 2018, Jokowi cukup senang dalam gelaran kali ini segala pendanaan dilakukan secara mandiri.Panitia penyelenggara bersama Pemerintah mengandalkan sponsor untuk segala bentuk pendanaan.
Tentu karena adanya pihak ketiga, transparansi kuangan mesti lebih diketat dalam palaporannya. Cara seperti ini, menurut Yose Revela, merupakan edukasi yang efektif untuk membentuk kultur kompetisi yang murni profesional dan transparan.
Jika kalian perhatikan dalam setiap pertandingan saat "water break" kedua, panitia pertandingan akan mengumumkan jumlah penonton pada laga tersebut.
Tidak hanya itu, tapi juga tikel para penjual asongan sampai warung-warung yang berjualan (dalam radius 100 meter dari stadion). Jadi, setiap pertandingan perolehan itu akan dibagi rata kepada setiap tim yang berlaga hari itu.
Kemeriahan acara dan fanatisme suporter itu membuat sekitar 66.000 tiket yang disiapkan Panitia Pelaksana Piala Presiden 2018 tak cukup. Tiket online maupun on the spot pada Sabtu pagi sudah ludes terjual.
Bahkan sudah sejak pagi pengelola Komplek GBK sudah mengingatkan bahwa (massa di) GBK membeludak dan mengimbau agar masyarakat yang belum memiliki tiket agar tidak datang untuk menambah antrean pada ticket box yang ada di area GBK. (Mereka) Dipastikan tidak akan memperoleh tiket terkait.
"Bagi masyarakat yang telanjur datang dan tidak mendapatkan tiket, panitia menyiapkan layar raksasa (giant screen) yang disediakan di Plaza Timur." Demikian pernyataan resminya.
Sudah tentu karena pertandingan dihelat di Jakarta, otomatis penonton dari The Jakmania yang mendominasi antrean tersebut. Seakan kembali mengingatkan bagaimana kala timnas Indonesia bermain di Stadion Utama Gelora Bung Karno.
6. Menjaga Bersama-sama SUGBK Baru ini
Merawat memang jauh lebih sulit tinimbang membuat. Jika kembali mengingat beberapa waktu lalu atas aksi suporter yang "kurang sopan" dalam menonton dengan berjingkrak di bangku stadion sudah cukup membuat kita khawatir akan kenyamanan SUGBK. Sebab, renovasi SUGBK memang diperuntukkan untuk gelaran Asian Games 2018.
Suporter adalah manusia biasa. Supartono JW coba menjelaskan bagaimana perilaku tersebut bisa terjadi. Konsentrasi dan pikiran serta fisik yang lelah, katanya, kan siginifikan memengaruhi kinerja otak.
"Bila suporter tidak mempersiapkan diri dengan baik, belum makan dan minum, maka kondisi di dalam stadion yang akan berjam-jam lamanya akan menguras pikiran dan tenaganya, terlebih duduk terpaku di tempat duduk singel seat bernomor."
SUGBK kini sudah naik kelas. Penontonpun harus naik kelas pula sesuai dengan kondisi fasilitasnya dari segi etika dan sopan santun. Harga tiket menontonpun disesuakan dengan kondisi Stadion. (hay/yud)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H