Hubungan mi instan dengan nasi, seperti halnya Romeo dengan Juliet dalam roman klasik William Shakespeare. Bukankah begitu dalam cerita. Juliet yang dianggap kalangan bangsawan dirasa tidak pantas dengan laki-laki yang Romeo yang lahir dari keluarga dengan sosial yang kurang? Tapi, cinta melebur itu.Â
Mereka, mi instan dengan nasi maksudnya, adalah sepasang yang mungkin kita terima andai kita tahu bisa memadukannya dengan tepat. Tidak ada yang dominan; mi instan tidak lebih banyak kepada nasi, begitu juga sebaliknya.Â
Tapi kita, acap kali, memaksa kehendak: mi instan dijadikan lauk untuk makan nasi atau nasi sebagai tambahan ketika makan sebungkus mi instan namun tidak kunjung bertemu kenyang.
Apa yang keliru dari cara kita memakan mi instan dengan nasi? Bahkan kadang, tidak cukup dengan itu, kita akan menambahnya lagi dengan telur, bakso dan/atau sosis. Tapi memang enak dan itu tidak bisa dipungkiri.
Sebagian orang, seperti Agung Kurniawan misalnya beranggapan, "selagi menyenangkan kenapa tidak? Biasanya orang Indonesia harus 'kena' nasi baru dibilang makan,"
Atau, tergantung bagaimana kita menakar kadar kebutuhan karbohidrat, kenapa tidak? Karena, menurut Putri Ani, mi instan dan nasi masih sama-sama dalam kelas karbohidrat. Sebab ini akan berkaitan dengan penyakit diabetes. Tari Tarini melihat inilah kekeliruan masyarakat kita: menjadikan mi instan sebagai lauk.
Melihat fenomena-yang-bukan-lagi-fenomena memakan mi instan dengan nasi, seorang ahli gizi Dr. Samuel Oetoro, MS, Sp.GK mengatakan, "mencampur dua jenis makanan itu akan menimbulkan efek yang kurang sehat bagi tubuh." Bila keduanya dimakan bersama mi instan dengan nasi gula darah akan cepat naik, lanjutnya.
***
Pengalaman dan ilmu pengetahuan, kadang, memang tidak berjalan beringan. Apalagi dari apa yang dijelaskan ahli gizi dari Rumah Sakit MRCCC Siloam Semanggi, tubuh akan kekurangan zat gizi lain seperti mineral, protein, vitamin, dan lemak.
Namun, ada yang menarik dari pengalaman Oppa Tjiptadinata Effendi. Ia membandingkan bagaimana orang bule makan cabe satu sendok, kemudian dilarikan ke rumah sakit; sedangkan kita bisa makan cabe setiap hari sama sekali tidak masalah.Â
Itu, kata Oppa Tjiptadinata Effendi, laiknya makan mi instan dicampur nasi. "dulu hanya itu yang kami, usia saya dan istri 74 tahun, non diabetes."
Maksudnya, jika memang tidak bisa menghilangkan kebiasaan itu, Dr. Samuel menganjurkan untuk menguranginya.Â
Sebab, bagimana mungkin, bagi sebagian orang, ujar Johan Irvandi, harga mi instan selain murah (kita tahu mi instan harganya sangat manusiawi), mi instan juga tidak butuh interval waktu yang lama untuk dimasak. Ahzeg, "interval waktu" katanya.
Kami juga sempat membuat polling lewat Twitter. Sebab, setelah perdebatan cara makan bubur ayam diaduk atau tidak, kini muncul kembali perdebatan antara mi instan campur nasi atau tanpa nasi? Hasilnya cukup berimbang. Pedahal, di antara itu, bukankah lebih enak kalau dibikinin? (hay)
Silakeun berpendapat dan tentukan sikap: kalian termasuk #MiCampurNasi atau #MiTanpaNasi. https://t.co/9daZPH9csTpic.twitter.com/KjTkylUMeQ— Beyond Blogging (@kompasiana) January 7, 2018
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H