Media sosial zaman sekarang tidak hanya digunakan untuk mempublikasi status atau gambar, tetapi juga dipenuhi dengan ulasan, komentar, opini, dan lain-lain yang sering menjadi viral. Terdapat beberapa alasan mengapa manusia lebih tertarik dan menaruh perhatian pada hal-hal yang negatif ketimbang hal positif. Apa saja alasannya?Â
Ulasan tersebut termasuk ke dalam artikel pilihan Kompasiana. Selain ini, terdapat artikel mengenai melihat filepribadi karyawan, hidup tanpa nge-mal, iklan kerudung Rabbani yang "menyerang" Rina Nose beberapa hari yang lalu, dan budaya mabuk di Inggris. Berikut lima artikel pilihan Kompasiana hari ini.
1. Mengapa Manusia Lebih Tertarik pada Hal Negatif?
Media sosial zaman sekarang tidak hanya digunakan untuk memposting sebuah status atau gambar, tetapi juga dipenuhi dengan ulasan, komentar, opini, dan lain-lain yang sering menjadi viral. Walaupun ada dua sisi yang ditampilkan yakni sisi negatif dan positif, tetapi seringnya sisi negatif lebih cepat terkenal dan disukai khalayak umum.
Apalagi berbagai ulasan yang viral tersebut berasal dari public figure, biasanya ini menjadi jauh berkali lipat lebih viral dan dibagikan sampai puluhan ribu oleh warganet. Tak jarang juga ini disertai dengan berbagai komentar yang sifatnya negatif. Lantas, mengapa kita manusia lebih suka pada sesuatu yang bersifat negatif?
2. Bolehkah Melihat "File" Pribadi Karyawan?
File ini tentu tidak secara umum dibuka aksesnya untuk siapapun. Namun, beberapa karyawan memiliki hak untuk melihat informasi pribadi. Misalnya bagian HRD yang harus mengetahui apa yang bisa ditawarkan pada karyawan yang baru masuk untuk menggantikan seseorang. Sampai sejauh mana informasi pribadi karyawan ini bisa dilihat?
3. Hidup Tanpa Mal, Kenapa Tidak?
Karena mal bukanlah sebagai tempat untuk bertransaksi dan memenuhi kebutuhan hidup kita, tetapi saat ini mal sudah menjadi tempat kita mematut diri atas tren dan tata cara hidup "semestinya" di zaman sekarang. Lalu, ke manakah sebaiknya tempat kita menghabiskan waktu untuk berlibur?
4. Rabbani Ingin Merangkul, tetapi dengan Cara Memukul
Selayaknya Rabbani memakai ruang publik untuk posting iklan, pembaca juga boleh bebas menilai sesuai interpretasi masing-masing. Sejatinya kalimat tersebut bias, dan seperti merangkul (tapi) memukul. Terlalu subjektif.
Jika ini murni karena sikap peduli dari Rabbani dan bukan bermaksud untuk mencari sensasi apalagi numpang promosi, seharusnya Rabbani menyampaikan nasihat dan ajakan ini bukan melalui media sosial.
5. Alkohol dan Parahnya Kultur Mabuk di Inggris
Memang sudah budaya umum di Inggris untuk minum alkohol, tak perlu menunggu momen khusus untuk minum bir, wine, dan sejenisnya.
(FIA/yud)
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI