Hermansyah, seorang pakar telematika yang berstatus sebagai saksi kasus chat mesum Rizieq Shihab dikeroyok sekelompok orang tak dikenal hingga terluka parah. Masalah ini kemudian viral di media sosial dan dipandang sebagai kegilaan baru terorisme di Indonesia.
Ulasan pengeroyokan Hermansyah dan kegilaan terorisme di Indonesia ini menjadi salah satu artikel pilihan Kompasiana hari ini. Selain itu ada pula artikel tentang timnas Indonesia yang masuk dalam grup neraka di SEA Games 2017 juga sebuah reportase tentang pertunjukan hiburan di Bandung tahun 1960an.
Berikut ini adalah artikel pilihan Kompasiana hari ini.
1. Kasus Hermansyah dan Kegilaan Baru "Terorisme"
Fenomena ini menjelaskan pada kita bahwa bangsa ini adalah bangsa yang gemar kekerasan yang mudah tersulut provokasi. Membiarkan sebuah kasus terlalu lama tak ada kejelasan, justru akan menambah kuat keraguan publik terhadap kinerja aparat keamanan yang dianggap tidak profesional.
Slogan "biarkan aparat bekerja" jangan sampai hanya semacam isapan jempol yang pada akhirnya tak pernah menguak secara terang benderang kasus-kasus terorisme yang menghantui masyarakat.
2. Masuk Grup Neraka SEA Games 2017, Timnas Butuh "Sihir" Luis Milla
Menyebut nama Thailand dan Vietnam, mereka adalah dua tim yang sangat berat untuk dihadapi. Jangankan untuk juara, sekadar lolos semifinal pun Indonesia harus berjuang keras.
Indonesia harus mampu mengakhiri klasemen grup di posisi dua besar. Artinya, Indonesia harus berada di atas nya Thailand atau Vietnam yang lebih difavoritkan. Pengalaman Luis Milla membawa tim U-21 Spanyol jadi juara Eropa dibutuhkan timnas saat ini.
"Lo tau gak kenapa koruptor bisa gak tau malu begitu, Bud?" tanya Pepeng pada penulis.
"Gak tau. Kenapa, Peng?"
"Karena kata 'Koruptor' itu keren."
Secara psikologis menurut Pepeng, kata "koruptor" seharusnya diganti dengan "maling" karena terlalu keren. Bayangkan saja jika kata "koruptor" diganti dengan "maling" di berbagai media. Misalnya berita 'Seorang maling diangkat jadi bupati di dalam penjara.' Dari sisi psikologis, kata "maling" memang lebih buruk dari "koruptor".
4. Antara Wi-Fi dan Warung Kopi: Hilangnya Interaksi Sosial Antar Individu
Warung Kopi yang dulunya sebagai tempat obrolan mengasyikan kini perlahan mulai hilang dari peradaban. Kebiasaan menyapa dan mengajak lawan untuk berbicara sekalipun tidak mengenal sebelumnya mulai ditinggal manusia. Sekarang, mereka lebih "mencintai" alat komunikasi yang sudah terhubung dengan Wi-Fi ketimbang berkenalan, menyapa atau mengajak berbicara orang yang ada di sebelahnya.
5. Gairah Warga pada Pertunjukkan Hiburan Bandung di Tahun 1960
Pada malam minggu 20 Agustus 1960 untuk pertama kalinya di Kota Bandung diselenggarakan empat pertunjukkan hiburan di empat tempat yang berbeda. Â Peristiwa ini adalah anomali bagi warga Bandung di tengah persoalan ekonomi dengan kelangkaan gula, minyak tanah, naiknya harga beras hingga mendekati Rp10 per kg.
Kendati demikian, geliat hiburan di tahun 60an ini tetap besar. Ulasan selengkapnya bisa Anda baca melalui tautan berikut ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H