Mohon tunggu...
Kompasiana News
Kompasiana News Mohon Tunggu... Editor - Akun ini merupakan resmi milik Kompasiana: Kompasiana News

Akun ini merupakan resmi milik Kompasiana. Kompasiana News digunakan untuk mempublikasikan artikel-artikel hasil kurasi, rilis resmi, serta laporan warga melalui fitur K-Report (flash news).

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama FEATURED

Hikayat Ganja, Segudang Keuntungan dan Kerugian bagi Manusia

23 April 2017   13:45 Diperbarui: 26 Juli 2017   07:46 1987
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dilema, itulah satu kata yang menggambarkan posisi seorang Fidelis Ari. Ia ditangkap polisi karena kedapatan menanam ganja di lingkungan rumah. Tanaman yang masuk dalam kelompok narkotika golongan satu itu tidak di salah gunakan, melainkan diperuntukan untuk pengobatan istrinya yang mengidap kista tulang belakang.

Penyakit tersebut menyerang tulang belakang pasien sehingga penderitanya akan kesulitan untuk tidur. Menurut Kompasianer bernama Ronal Wan, penderita penyakit ini bisa lumpuh.

Dokter yang merawat Yeni menyarankan agar ia dirawat di rumah karena Dokter enggan melakukan operasi akibat lemahnya kondisi istri Ari tersebut. Ari yang tak mau diam begitu saja memutuskan untuk membawa istrinya ke pengobatan tradisional dan mencari resep obat di dunia maya. Ternyata di Kanada ada penderita penyakit bernama latin Syringomyelia ini bertahan hidup dengan mengkonsumsi ekstrak ganja.

Ronald meyakini bahwa pihak berwajib tidak salah dalam kasus ini, karena mereka menjalankan tugas sesuai dengan apa yang ada dalam peraturan negara. Narkoba menurutnya mampu merusak generasi mendatang sehingga tak heran jika tanaman ini digolongkan dalam narkotika kelas 1.

Undang-Undang tentang narkotika pada pasal 8 ayat 1 menyatakan bahwa narkotika golongan satu dilarang digunakan untuk kepentingan pelayanan kesehatan. Namun ada rasa kemanusiaan yang terdapat dalam kasus ini.

Kompasianer dengan akun rafif3346 mempertanyakan alasan pelarangan narkotika golongan satu dilarang untuk dijadikan pengobatan. Karena jika ekstrak ganja memiliki khasiat, tak ada salahnya melegalkan ganja untuk bantuan medis.

Dari beberapa literatur yang dia baca tentang manfaat dari tanaman yang banyak tumbuh di daerah Aceh,  serat ganja bisa di oleh menjadi kertas dan dapat di daur ulang sebanyak 7 hingga 8 kali. Bukan hanya serat, minyak ganja bisa digunakan untuk bahan bakar diesel kualitas tinggi dan pelumas mesin.

Manfaat ganja memang banyak tapi ia menampik jika pemakaian ganja harus dilegalkan karena jika semua orang bisa menanam, memiliki, dan menggunakan tanaman ini maka pemerintah akan kesulitan mengawasi peredarannya. Sehingga ia menyarakan pemerintah menggandeng Kemenkes, BPPOM, dan LIPI untuk bekerjasama meneliti manfaat dan bahaya ganja.

Opini tadi setali tiga uang dengan apa yang dipaparkan Kompasianer bernama Reli Perdana. Isu legalisasi ganja mulai mencuat setelah Fidelis Ari ditangkap Polisi, menurutnya rumor tersebut amat dangkal mengingat ganja dimasukan dalam narkotika golongan 1 sehingga memiliki efek berbahaya bagi pengkonsumsinya.

Dibanding membahas soal isu legalitas ganja, Reli menitik beratkan tulisannya berjudul Ganja, Susu Setitik Rusak Nila Sebelanga sebagai bahan efaluasi pemerintah dan instansi terkaiy agar memanfaat tanaman ini dengan penelitian terlebih dulu.

“Ini jadi tantangan tersendiri bagi bidang medis, baik akademisi maupun pelaksana, untuk mencari tahu dan melakukan penelitian yang komprehensif terkait pemanfaatan ganja,” tutupnya dalam artikel yang sama.

Sampai saat ini belum ada penelitian yang dilakukan Indonesia untuk mengetahui manfaat ganja dan ada satu perjanjian internasional dalam Konvensi Tunggal PBB tahun 1961 yang melarang pemanfaatan tanaman ganja untuk pengobatan. Namun ada beberapa negara yang melanggar perjanjian itu.

Menurut Kompasianer bernama Cipta Budi, negara semisal Uruguay secara sah melegalkan ganja. Pelegalan tersebut membuat negara ini mampu memegang kontrol peredaran ganja karena tadinya dipegang oleh bandar narkoba, kini langsung dikontrol pemerintah. Keuntungan dari pembuatan obat dan pajaknya bisa langsung diperuntukan membangun negara.

Perdebatan mengenai manfaat dan bahaya ganja sepertinya sulit menemukan titik temu. Padahal setiap manusia memiliki respon tersendiri terhadap zat kimia termasuk ganja sehingga bahayanya akan berbeda-beda bagi setiap orang. Kompasianer bernama Alzian Virgiawan menangkap fenomena ini dalam ilmu pengetahuan modern bernama farmakogenetik.

Pada ilmu farmakogenetik, ganja bisa jadi tanaman menarik karena belum ada manusia yang mengalami reaksi fatal saat mengkonsumsinya. Karena menurut Alzian, ada dua macam efek ganja bagi si pemakai. Ada yang cocok dan tidak, biasanya mereka yang tidak cocok akan mengalami mual, muntah, dan pusing.

Ganja memang dapat di tanam di tanah Indonesia, itu adalah keuntungan tersendiri bagi kita. Namun negara terlebih dulu melakuakn kajian-kajian mendalam, membuat peraturan ketat, hingga penyuluhan bagi masyarakat jika nantinya ganja diperbolehkan untuk keperluan medis dengan penyakit tertentu dan dosis yang jelas agar kasus dilematis seperti penangkapan Fidelis Ari tidak terulang kembali.

(LUK)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun