Mohon tunggu...
Kompasiana News
Kompasiana News Mohon Tunggu... Editor - Akun ini merupakan resmi milik Kompasiana: Kompasiana News

Akun ini merupakan resmi milik Kompasiana. Kompasiana News digunakan untuk mempublikasikan artikel-artikel hasil kurasi, rilis resmi, serta laporan warga melalui fitur K-Report (flash news).

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Inilah Alasan Mengapa Film Indonesia Masih Kalah dengan Film Luar Negeri

30 Maret 2017   17:48 Diperbarui: 30 Maret 2017   17:54 6323
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi. Hungary Today

Beberapa tahun belakangan, perkembangan industri perfilman Indonesia semakin bersinar. Terutama di tahun 2016 kemarin, terbukti banyak film Indonesia yang meraih lebih dari 1 juta penonton, diantaranya film Hangout, London Love Story, My Stupid Boss, AADC 2, dan Koala Kumal.

Selain itu, yang tak kalah menghebohkan adalah jumlah penonton pada Warkop DKI Reborn: Jangkrik Boss! Part 1 yang mencapai 6 juta. Ini bahkan sudah dicatut sebagai film terlaris sepanjang masa perfilman Indonesia dan mengalahkan jawara box office Indonesia sebelumnya selama 8 tahun yakni Laskar Pelangi (2008).

Namun, dari sekian banyak kesuksesan film Indonesia tahun lalu, ternyata banyak film Indonesia yang dirasa masih jauh kualitas dan peminatnya dibandingkan film luar. Kira-kira apa sih penyebabnya?

1. Kurangnya pemasaran/promosi

Beberapa film Indonesia seperti kurang promosi, atau memang dilakukan promosi tetapi cenderung mepet-mepet penayangan hari H. Jika melihat film Hollywood, sebelum tayang di bioskop mereka biasanya sudah gencar menayangkan trailer bahkan dari 1 tahun sebelumnya. Seringkali kita sendiri tidak menyadari apa film Indonesia yang sedang tayang di bioskop, bukan?

Namun, memang tidak semua film Indonesia seperti itu. Jika melihat film Ada Apa Dengan Cinta 2 (AADC 2), promosinya gencar sekali. Bahkan dulu sempat ada web series AADC yang ditayangkan oleh LINE Indonesia, yang juga kemudian dijanjikan oleh sang sutradara Riri Riza untuk mengangkat ke layar lebar film AADC 2.

Belum lagi promosi-promosi yang dilakukan setelahnya melalui media cetak, TV, sampai media sosial. Ini lah yang membuat penonton Indonesia berebut membeli tiket nonton film AADC 2.

2. Kreativitas pembuat film

Film Indonesia masih cenderung untuk bermain aman dan pada akhirnya memilih genre film yang akan banyak ditonton oleh masyarakat saja. Perilaku "terjebak pasar" ini memang sering menghambat kreativitas para sineas Indonesia untuk membuat film yang beda dari yang lain.

Di samping itu, kurangnya modal untuk membuat film bisa menjadi salah satu faktor dari minimnya kreativitas para sineas. Jika tidak ada yang memfasilitasi, film tersebut bisa saja berakhir menjadi sesuatu yang tidak menarik untuk ditonton karena kualitas cerita yang biasa saja dan "pasaran".

3. Kurangnya dukungan pemerintah

Hal ini menjadi hal yang tak kalah penting dalam pembuatan film Indonesia. Film Indonesia yang tentu dibuat di Indonesia dan oleh para sineas Indonesia ini pasti sangat memerlukan dukungan pemerintah Indonesia. Jika pemerintahnya kurang mendukung, para pembuat film tidak akan semangat lagi untuk memproduksi film selanjutnya. Pun jika mereka masih bisa membuat film selanjutnya, kualitasnya akan dipastikan sama saja, cenderung pasaran, atau bahkan bisa lebih buruk.

Selain itu, pemerintah juga harus turut mengontrol importir film dari luar agar film Indonesia tidak kalah saingan dengan film luar.

4. Ketinggalan teknologi

Karena cenderung "main aman" dan mengikuti selera pasar tadi, jarang film Indonesia yang menyertakan efek atau teknologi tertentu, baik itu secara animasi, visual efek, atau pun suara. Banyaknya film Hollywood yang bagus dan membuat kita penasaran menontonnya tentu karena ide cerita dan juga visual efek "wah" yang mendukungnya. Sebut saja seperti film Harry Potter yang tak dapat diragukan lagi kehebatan efek animasinya.

Untuk menunjang kemauan teknologi ini, tentu harus disertakan dahulu keinginan dan kesadaran para sineas untuk membuat film yang berkualitas baik. Jika ide sudah "out of the box" dan ilmu perfilman mereka sudah mumpuni, barulah film tersebut bisa terealisasikan dengan tak lupa didukung oleh pihak-pihak yang terkait.

5. Pembajakan

Ini merupakan masalah klasik yang tidak pernah selesai. Mental sebagian penonton Indonesia adalah "yang penting bisa nonton murah". Padahal, harga DVD yang mahal disebabkan oleh pembayaran pajak dan juga royalti.

Sebagai masyarakat Indonesia, kita harus lebih bisa dan mau menghargai karya-karya anak bangsa. Ini memang klise tetapi beginilah cara kita menghargai kawan yang beda profesi, sama seperti Anda yang misalnya bekerja sebagai Sales ingin dihargai oleh konsumennya dengan cara memakai atau membeli produk Anda secara kontinu. Beginilah cara kita bisa menghargai para sineas tersebut.

Dari sekian banyak masalah dan kekurangan pada industri perfilman Indonesia ini, bukan berarti kita pesimis, merasa "sudah cukup sampai di sini", dan mengira bahwa film Indonesia tidak akan pernah menyamai kualitasnya seperti film Hollywood. Membaiknya kualitas film Indonesia selama beberapa tahun terakhir merupakan titik cerah untuk melangkah lebih baik lagi ke depannya, agar terus membuat film yang semakin memiliki banyak value.

Terbukti dari beberapa film pendek yang sudah berkibar di banyak festival film internasional, kualitas film-film Indonesia lain yang tayang di bioskop bisa sama baiknya dengan film pendek tersebut. Karena dua-duanya merupakan karya anak bangsa dan kita sama-sama berasal dari tanah air, lalu apa yang membedakan?

--------

Nah, itu tadi adalah beberapa faktor yang mungkin melatarbelakangi mengapa film Indonesia masih kesulitan bersaing dengan film luar negeri. Menurut Kompasianer sendiri bagaimana kondisi sebenarnya perfilman Indonesia ini? Sampaikan juga opini Anda dengan menyertakan label: FILM INDONESIA pada artikel Anda. 

Salam :D

(FIA/yud)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun