Netizen kembali dihebohkan dengan video viral dari seorang anak kecil yang ditanyakan oleh presiden Jokowi. Pengucapan salah kata yang dilontarkan oleh sang anak menuai gelak tawa orang-orang yang menontonnya.
Artikel mengenai anak yang salah ucap saat ditanya Jokowi itu merupakan salah headline jejaring blog Kompasiana.com, Sabtu (27/1/2017).
Artikel pilihan lainnya adalah perkembangan baru kasus Antasari Azhar setelah mendapat grasi, pemberlakuan pajak tinggi untuk tanah yang menganggur, melacak orang hilang dengan menggunakan GPS Tracker, dan cerita penjara di Museum Sejarah Jakarta.
Simak selengkapnya rangkuman artikel pilihan yang menjadi headline Kompasiana hari ini:
1. Mungkin Anak yang Ditanya Jokowi Itu Mengidap Parafasia
Parafasia adalah kelainan pada diri seseorang karena salah mengucapkan kosa kata yang hampir mirip seperti kata buku menjadi bulu. Kelainan ini terjadi lantaran sel otak di jalur penghubung ke mulut, lidah, dan tenggorokan untuk berbicara.
Munculnya parafasia terjadi akibat otak yang belum matang, proses penambahan usia, atau ada penyakit seperti stroke atau infeksi otak. Pengidapnya dianjurkan untuk terus berlatih berbicara sehingga otak dirangsang untuk bekerja dengan semestinya.
2. Apa Lakon Antasari Azhar Setelah Dapat Grasi?
Kejanggalan tersebut dapat dilihat ketika kasus ini masih bergulir di meja hijau, para saksi melihat beberapa kejanggalan dari kematian Nasrudin. Sehingga tak heran jika Antasari mencoba merangkul berbagai pihak yang memiliki kepentingan untuk membongkar tabir pembunuhan tersebut. Semua ini tidak mudah karena keamanan dan ketenteraman keluarga Antasari menjadi taruhan.
Pada saat itu tim kuasa hukum Antasari menilai setidaknya ada sepuluh bentuk kejanggalan dalam kasus ini, diantaranya adalah penyitaan anak peluru dan celana jeans yang dikenakan korban. Pemeriksaan tim forensik hanya berfokus pada anak peluru namun tidak memeriksa kondisi mobil korban. Politisasi kasus Antasari disinyalir terkait pada beberapa kasus besar yang sedang ia beserta komisi anti rasuahnya mengejar kasus korupsi dana BLBI, kasus Bank Century dan pengadaan Identity Character Recognition (ICR) KPU.
Tantangan paling besar dalam kasus Antasari adalah kesediaan pihak kepolisian untuk membuka kembali perkara ini. “Masalahnya apakah kepolisian akan ikhlas untuk membuka kasus ini kembali dan nenuruti kemauan Antasari menelusuri jejak SMS misterius itu. Ini karena kejanggalan kasus ini tak lepas dari tindakan penyidik juga. Inilah persoalannya,” kata kompasianer bernama Mohammad Mustain pada artikelnya.
Selain kesediaan pihak kepolisian, Mustain berpendapat bahwa mengusut kasus korupsi yang diduga menyebabkan Antasari menjadi pesakitan harus diselesaikan.
3. Pajak Tinggi untuk Tanah yang Menganggur
Dibandingkan dnegan membeli tanah di kala murah kemudiannya dijual bertahun-tahun kemudian setelah harga meningkat naik secara drastis,lebih baik tanah tersebut dimanfaatkan untuk hal yang produktif seperti mendatangkan lapangan pekerjaan.
Irwan menilai bahwa kondisi seperti ini dapat dilihat sebagai kemubaziran dan kesombongan. Dalam perkembangannya tanah dipandang seperti emas yakni sebagai instrumen penyimpanan uang alias investasi
4. Dengan GPS Tracker, Lacak Orang Hilang Jadi Lebih Mudah?
Kasus orang hilang seperti yang dipaparkan pada kisah tersebut sebenarnya dapat diminimalkan dengan memanfaatkan teknologi GPS Tracker. GPS Tracker adalah alat yang digunakan untuk mendeteksi lokasi tempat seseorang berada lewat sambungan GPS.
Alat tersebut berguna untuk melacak, memantau, dan mengawasi orang-orang yang mengidap penyakit gangguan memori seperti demensia atau alzheimer. Alat ini berfungsi mendeteksi pengidap penyakit tersebut ketika ia tersasar di suatu tempat.
Alat ini juga dapat dihubungkan dengan smartphone untuk mengirim pesan teks atau komunikasi lainnya. Tampilan pada alat ini juga sederhana dan sangat praktis dipakai.
5. Melongok Penjara di Museum Sejarah Jakarta
Yang paling ikonik adalah penjara warisan kolonial Belanda di museum ini. Bahkan pangeran Diponegoro kabarnya juga pernah ditahan di salah satu ruangan penjara yang berada di bagian belakang museum ini.
Ukuran penjara di masa penjajahan memang terbilang tidak manusiawi. Selain jeruji besinya yang sangat kokoh, para tahanan dirantai kakinya yang terikat dengan bola-bola besi. Satu ruangan sempit diisi lebih dari tiga ratus orang tahanan padahal normalnya hanya untuk beberapa orang. Selain itu, terdapat penjara khusus wanita yang tergenang air.
(LUK/FIA)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H