"Semenjak kepemimpinan saya, daerah ini sudah mendapatkan opini BPK Wajar Tanpa Pengecualian sebanyak dua kali. Ini prestasi membanggakan yang pemimpin sebelumnya belum bisa lakukan" kira-kira beginilah penggalan kalimat seorang pemimpin salah satu daerah di Papua saat diwawancarai oleh pers pasca BPK merelease hasil audit atas Laporan Keuangan.Opini BPK Wajar Tanpa Pengecualian dewasa ini dianggap sebagai tujuan akhir dari suatu sistem pemerintahan. Sebuah pemikiran kerdil yang picik dan sepertinya terus hidup dan telah menjadi lifestyle di kalangan pemimpin daerah.
WTP : PRESTASIKAH ?
Opini BPK adalah hasil atestasi yang dilakukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah dalam hal kewajaran pendapatan, belanja, pembiayaan, kas, persediaan, aset tetap dan kewajiban yang kemudian didukung oleh bukti-bukti transaksi.
Penilaian ini kemudian dikategorikan dalam lima opini yaitu: Wajar Tanpa Pengecualian (WTP); Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) Dengan Bahasa Penjelas; Wajar Dengan Pengecualian (WDP); Tidak Wajar dan Tidak Memberikan Pendapat (Disclaimer).
Sehingga boleh dikatakan bahwa opini "WTP" sebenarnya bukanlah suatu prestasi karena penyajian tata kelola administrasi yang wajar dan baik adalah suatu kewajiban yang melekat dan sudah seharusnya dilakukan pemerintah daerah.
OPINI BPK : TIDAK MENILAI KINERJA
Opini BPK hanya tool untuk menilai kewajaran tata kelola administrasi keuangan dimana BPK hanya mengaudit adanya ketidakwajaran belanja, bukti yang tidak sah, mark up belanja, kelengkapan dokumen SPJ-DPA-SPD-SPP-SPM, kesalahan dalam pengakuan aset tetap, ketidaksesuaian data aset tetap dll.
Opini BPK tidak menyajikan terkait kinerja Makro, Kinerja Program/Kegiatan dan Kinerja Keuangan.
Kinerja Makro yang dimaksud adalah dalam hal :
(1) Kesehatan (Angka Harapan Hidup, Angka Kematian Bayi dan Status Gizi Buruk)
(2) Pendidikan (Angka Melek Huruf, Angka Putus Sekolah dan Rasio Murid-Guru & Murid-Kelas)
(3) Kependudukan (Jumlah Penduduk Miskin dan IPM)
Opini BPK tidak menyajikan terkait Kinerja Program/Kegiatan yang kemudian dapat dinilai dari aspek 3E (Ekonomis: penggunaan input tidak boros, Efisien: kesesuaian pelaksanaan dengan anggaran dan Efektif: ketercapaian target)
WTP : WAJAR TANPA PEMERIKSAAN ?
Namun di atas semua itu tidak dapat dipungkiri bahwa opini BPK tentunya bisa menjadi input/referensi/sumber awal untuk kemudian diolah dan dianalisis dalam rangka menilai kinerja suatu Pemerintah Daerah.
Nah....
Ada sisi lain dari opini ini. Tanpa ada keinginan untuk menuduh apalagi memojokkan lembaga yang berwenang mengeluarkan opini ini, tapi harus diakui ada beberapa peristiwa yang menguatkan bahwa opini pun (ternyata) bisa dibeli. Mari mengambil contoh saat bangsa ini digegerkan oleh tangkap tangan KPK terhadap salah satu auditor BPK.Â
Inilah yang biasa diplesetkan menjadi WTP (Wajar Tanpa Pemeriksaan) bukan WTP (Wajar Tanpa Pengecualian).
Dua hal di atas yang kemudian perlu kita pahami dan sadari bersama bahwa OPINI hanyalah sekedar "atestasi" yang tidak secara komprehensif menilai kinerja dan OPINI pun bisa dibeli dengan uang.
Jangan tertipu dan terlena dengan Opini Wajar Tanpa Pengecualian karena itu bukanlah suatu prestasi yang patut dibanggakan apalagi dijadikan indikator kesejahteraan suatu daerah.
#mysterium
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H