Mohon tunggu...
Kurniawan Patma
Kurniawan Patma Mohon Tunggu... Freelancer - Penulis Buku berjudul MERAH, 33 OPSI dan 44 OPSI

Selain sebagai penulis buku juga adalah seorang aktifis di bidang kemanusiaan dan pendidikan. Inisiator gerakan literasi bernama LiFE (Literasi For Everyone) yang concern bergerak di pedalaman Kabuaten Keerom, Papua. Sejauh ini sudah membangun tiga taman baca di Kampung Ubiyau, Sawanawa dan Sawyatami

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Pemda "Zaman Now", Sibuk Berburu Opini Lupa Berburu Kesejahteraan Masyarakat

31 Januari 2018   06:53 Diperbarui: 31 Januari 2018   07:02 599
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Semenjak kepemimpinan saya, daerah ini sudah mendapatkan opini BPK Wajar Tanpa Pengecualian sebanyak dua kali. Ini prestasi membanggakan yang pemimpin sebelumnya belum bisa lakukan" kira-kira beginilah penggalan kalimat seorang pemimpin salah satu daerah di Papua saat diwawancarai oleh pers pasca BPK merelease hasil audit atas Laporan Keuangan.Opini BPK Wajar Tanpa Pengecualian dewasa ini dianggap sebagai tujuan akhir dari suatu sistem pemerintahan. Sebuah pemikiran kerdil yang picik dan sepertinya terus hidup dan telah menjadi lifestyle di kalangan pemimpin daerah.

WTP : PRESTASIKAH ?

Opini BPK adalah hasil atestasi yang dilakukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah dalam hal kewajaran pendapatan, belanja, pembiayaan, kas, persediaan, aset tetap dan kewajiban yang kemudian didukung oleh bukti-bukti transaksi.

Penilaian ini kemudian dikategorikan dalam lima opini yaitu: Wajar Tanpa Pengecualian (WTP); Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) Dengan Bahasa Penjelas; Wajar Dengan Pengecualian (WDP); Tidak Wajar dan Tidak Memberikan Pendapat (Disclaimer).

Sehingga boleh dikatakan bahwa opini "WTP" sebenarnya bukanlah suatu prestasi karena penyajian tata kelola administrasi yang wajar dan baik adalah suatu kewajiban yang melekat dan sudah seharusnya dilakukan pemerintah daerah.

OPINI BPK : TIDAK MENILAI KINERJA

Opini BPK hanya tool untuk menilai kewajaran tata kelola administrasi keuangan dimana BPK hanya mengaudit adanya ketidakwajaran belanja, bukti yang tidak sah, mark up belanja, kelengkapan dokumen SPJ-DPA-SPD-SPP-SPM, kesalahan dalam pengakuan aset tetap, ketidaksesuaian data aset tetap dll.

Opini BPK tidak menyajikan terkait kinerja Makro, Kinerja Program/Kegiatan dan Kinerja Keuangan.

Kinerja Makro yang dimaksud adalah dalam hal :

(1) Kesehatan (Angka Harapan Hidup, Angka Kematian Bayi dan Status Gizi Buruk)

(2) Pendidikan (Angka Melek Huruf, Angka Putus Sekolah dan Rasio Murid-Guru & Murid-Kelas)

(3) Kependudukan (Jumlah Penduduk Miskin dan IPM)

Opini BPK tidak menyajikan terkait Kinerja Program/Kegiatan yang kemudian dapat dinilai dari aspek 3E (Ekonomis: penggunaan input tidak boros, Efisien: kesesuaian pelaksanaan dengan anggaran dan Efektif: ketercapaian target)

WTP : WAJAR TANPA PEMERIKSAAN ?

Namun di atas semua itu tidak dapat dipungkiri bahwa opini BPK tentunya bisa menjadi input/referensi/sumber awal untuk kemudian diolah dan dianalisis dalam rangka menilai kinerja suatu Pemerintah Daerah.

Nah....

Ada sisi lain dari opini ini. Tanpa ada keinginan untuk menuduh apalagi memojokkan lembaga yang berwenang mengeluarkan opini ini, tapi harus diakui ada beberapa peristiwa yang menguatkan bahwa opini pun (ternyata) bisa dibeli. Mari mengambil contoh saat bangsa ini digegerkan oleh tangkap tangan KPK terhadap salah satu auditor BPK. 

Inilah yang biasa diplesetkan menjadi WTP (Wajar Tanpa Pemeriksaan) bukan WTP (Wajar Tanpa Pengecualian).

Dua hal di atas yang kemudian perlu kita pahami dan sadari bersama bahwa OPINI hanyalah sekedar "atestasi" yang tidak secara komprehensif menilai kinerja dan OPINI pun bisa dibeli dengan uang.

Jangan tertipu dan terlena dengan Opini Wajar Tanpa Pengecualian karena itu bukanlah suatu prestasi yang patut dibanggakan apalagi dijadikan indikator kesejahteraan suatu daerah.

#mysterium

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun