Mohon tunggu...
LuhPutu Udayati
LuhPutu Udayati Mohon Tunggu... Guru - ora et labora

Semua ada waktunya

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Semburat Senja di Pelabuhan Raha

31 Juli 2023   04:30 Diperbarui: 31 Juli 2023   06:37 171
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Aku bergegas menghampirinya saat kulihat waktu berpisah sisa dua jam lagi. Yaaa..dua jam lagi. Dan ituuu, membuatku sungguh semakin gelisah.

Ketika perpisahan memiliki aura yang sesakkan dada, ketika itu pula aku masih mengingat lekat pertemuan pertama yang mengharu biru rasaku. Jika keduanya akhirnya sama-sama meninggalkan jejak rasa tak nyaman, mengapa lebih memilih pertemuan? Entahlah...

"Yuuuk, buruan,In," tanganku ditarik kuat oleh Pram dengan suara baritonnya yang khas. 

Bram sahabat tersetiaku selama ini karena kami bertetangga sejak orok. 

"Tapiiii....jangan tarik kuat juga,tauuu!" protesku tak kalah kuat.

"Indi,katamu ingin mengantarkan kepindahannya. Mana udah beli bunga pula dan pakai acara nangis segala. Jadi ga,niiih?" goda Pram.

"In-di-Na-reswaa-rii!" Pram memecahkan lamunanku.

Jika Pramudya sampai mengeja nama lengkapku dengan suara penuh tekanan pertanda dia marah sama aku.

"Ja..ja..di !"anggukku cepat sambil merapikan dua kuntum mawar merah muda dan kuning. 

Sengaja kupilihkan dua warna yakni  warna merah muda dan kuning. Keduanya mewakili rasa sayang dan harapanku untuk dapat bersama lagi. 

"Sesungguhnya bukan perpisahan yang kutangisi, tapi pertemuanlah yang kusesali, du..du..du..du..du..tra..la..la..la..," Pram menyindirku dengan satu nyanyian yang entah apa judulnya.

"Yaaa...maaf," rajukku sekenanya.

"Makanyaaa, yuks..." kali ini Pram menggandeng tanganku lembut.

"Senyum dooong..," Pram masih sempatnya memperhatikan wajahku. 

Aku tersenyum pahit. Sebentar lagi aku akan terpisah jarak, ruang dan waktu dengan lelaki yang hampir dua tahun telah menjadi sosok terdekatku dengan kesabaran dan kedewasaannya. 

"Indi, permohonan pindahku ke Semarang dipenuhi oleh perusahaan, karena di tempat itu kebetulan memang sedang memerlukan karyawan seperti bidang yang kukuasai," Joe memandangku dalam.

 
"Hanya untuk itu, kamu menemuiku?" nadaku mungkin terdengar aneh bahkan oleh diriku sendiri.  

"In...mengerti sedikit saja untukku. Ibuku sudah tua  dan kakakku - satu-satunya- sedang tak berdaya melanjutkan usaha Bapak di Surabaya  karena sakit yang diderita. Jadi aku harus pulang untuk merawat ibuku sekalian bantu kakak dan terutama kerja di perusaahnku saat ini," sambungnya terbata-bata.

"Dan..kamu pikir Raha -Surabaya itu dekat? Kamu memang ga mau serius  dalam hubungan kita selanjutnya," suaraku mulai berat menahan tangis. 

"Tapi kan kita sudah punya rencana tahun depan menikah,Indi. Aku akan datang menjemput dan menikahimu. Bersabarlah sebentar, sayang.." Joe meraih tubuhku dan membenamkannya di pelukan. Aku mulai terisak.

"Selama setahun ini, apa aku bisa tenang tanpamu di sisiku? Bukankah ada Febi , mantan pacarmu di kota itu..." aku mulai gamang dengan diriku sendiri. 

Aku tahu nama Febi karena secara tak sengaja aku pernah mendengar percakapan di telepon di awal kami pacaran. Pembicaraan mengarah pada marahnya Joe terhadap Febi. Setelah kudesak, Joe mengakui siapa Febi yang ternyata ingin kembali padanya, padahal dulu Febilah yang tidak setia dan memutuskan hubungannya dengan Joe. Tanpa pikir panjang, aku meminta Joe mengganti nomor telponnya. 

"Sayaaang, aku ga mungkin lakukan hal itu. Sudah berulangkali kutegaskan itu!" suaranya terdengar meninggi.

"Tapi.."

"Tidak perlu ada kata tetapi lagi,In.Bosan aku menjelaskan!" ia melepaskan pelukannya.

"Silakan dirimu merefleksikan semua hubungan kita selama dua tahun ini. Jika dirimu masih tidak bisa mempercayaiku, katakan padaku." kali ini terlihat ketegasannya.

"Dengar, sayang.  Aku tidak akan mengubah satu inci pun rasa sayangku padamu.  Seminggu lagi aku berangkat ke Kendari. Tiket Kapal laut dan tiket pesawat menuju Surabaya sudah beres semua." ia menjentik daguku dengan tatapan tajam.

"Maaf aku harus balik ke kantor, ada beberapa tugas yang harus kuselesaikan. " pamitnya . Aku terdiam memandangnya berlalu dari hadapanku.

Hampir seminggu sejak percakapan itu pula perasaanku kacau balau. Joe terlihat tenang menghadapiku. 

"Akh,,!" jeritku tertahan.

"Makanyaaa..jalan jangan sambil melamun!" tegur Pram karena aku tak sengaja menyenggol bak sampah. Aku meringis tapi langkah Pram terhenti.

"Itu dia..samperin gih...," Pram menunjuk seseorang yang sedang memunggungi kami lengkap dengan tas ransel besar dan kopernya. 

Aku tertegun dan ingin sekali memanggil namanya keras-keras agar ia menoleh dan meliha kehadiranku. Pram seperti membaca keraguanku.

"Asal kamu tahu ya,In. Dia yang memintaku untuk membujukmu ke sini. Kamu sih, ga kasih jawaban pasti mau antar atau tidak!" gerutu campur kesal Pram menyampaikan. 

"Sana...sendiri. Masak aku di antara kalian, he he.." tertawanya renyah menertawakanku.

Aku menghampiri Joe dan memanggilnya pelan. Ia menoleh refleks, berdiri, dan meraihku ke dalam peluknya.

"Akhirnya...kamu datang,In," semakin erat aku dipeluknya.

"Gimana,sudah mendapatkan sesuatu dari refleksi ngambekmu hampir seminggu ini?" tanyanya lembut mengacak  rambutku.

Dan, aku tengadah, memandang ke kedalaman pancaran mata teduhnya. Aku yakin dia tak memerlukan jawabanku lagi. Kubenamkan tubuhku di pelukan Joe. Sungguh, aku tak ingin jauh darinya.

"Nah...gitu dong!" suara Pram terdengar mendekatiku. Beberapa saat dia sengaja menjauh dari kami. 

"Thank Pramudya,!" mereka berdua tertawa renyah.

"Tahu Ga, In,  Ada satu hal penting yang mau kukatakan lagi. Baca deh," Joe menyodorkan handphonenya.

"Joe, katakan pada Indi yang sangat kau sayang itu,bahwa si Febi udah nikah tiga bulan lalu. Dia diboyong suaminya ke Medan. Jadi, ga ada alasan buat dia cemburu kamu balik ke Surabaya. "

Aku tersipu malu dan mereka berdua tertawa lebih kencang lagi, seiring senja yang jatuh di pelataran tempat kami menunggu keberangkatan Kapal Laut yang akan mengantarkan Joe menuju Kendari. 

Joe tak melepaskan genggaman tangannya, hingga ia naik ke kapal. Tangisku runtuh sesaat tapi Joe telah meninggalkan separuh hatinya di hatiku dan ia akan datang untuk menyatukan kembali hati kami. 

Pelabuhan Raha dengan semburat senja dan dua kuntum mawar cantik, telah menegaskan harapanku akan cinta yang bernas di hari mendatang.

#sudahbahagiadanbersatu

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun