Bapakku hanya menambahkan, " Berumah tangga itu belajar seumur hidup,Nak. Belajar memahami pasangan masing-masing yang setiap detik ,setiap waktu dengan mood yang nyaris ga pernah sama. Pelajari terus hingga maut memisahkan."
Mereka mendidik kami lebih pada refleksi diri jika apa yang terjadi tidak seturut keinginan diri sendiri.Â
Pernah aku memergoki ibuku mengusap air matanya sambil menyiapkan sarapan.Â
"Ibu kenapa?" kupeluk sayang beliau, karena sampai aku mahasiswa semester satu, aku ga pernah lihat ibu menangis. Baru sepagi itu.
"Ibu lelah sekali. Ingin tidur saja rasanya. Kalau ibu ga bisa lagi masakin buat kalian, kamu yang gantikan ya."
Seperti tersengat lebah, aku merasakan sakit yang dalam dari pesan beliau, sakit sekaligus takut ,jika ibu benar-benar tak bisa lagi masak buat kami anak-anaknya. Akh...
Bertahun-tahun lamanya telah berlalu, tapi semua kenangan atasmu tak pernah usai, tak pernah habis seperti air di samudera raya.
Terima kasih,Ibu...
dedicated for our lovely Mom: Rahayu Noorana Djau
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H