Mohon tunggu...
LuhPutu Udayati
LuhPutu Udayati Mohon Tunggu... Guru - ora et labora

Semua ada waktunya

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Dinda, Hari ini Aku Mencintaimu...

20 November 2018   16:05 Diperbarui: 20 November 2018   16:21 474
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber : pixabay.com

Pagi masih tersamar ketika kubuka pintu ruang tamu untuk mematikan lampu halaman, membuka pintu pagar , lalu menyapu halaman yang hanya selebar tiga langkah kakiku. 

Pagi, bagiku, adalah cinta pertama. 

Kudapatkan kebahagiaan dalam setiap kelembutan oksigen yang tertitik jatuh dari langit dini hari dan memenuhi aliran nafasku. 

Kupandangi langit.  Bersih. Biru dengan binar cahaya kekuningan yang mulai memancar kuat dari ufuk timur.

"Terima Kasih, semesta," bisikku penuh syukur. Krek..krek...krek...perjalanan sapu lidiku adalah juga suara yang selalu ingin kunikmati sampai selama-lamanya, membersihkan halaman dari daun-daun kering yang jatuh semalam. 

Brakkk!!! dentuman keras sungguh mengagetkanku. Refleks kuberlari ke dalam rumah. 

O, tidak!

"Dinda, sakit,Din..." Sammy merintih memegangi lututnya, sementara satu lengannya berusaha dilingkarkan pada leherku.

Tubuhnya lumayan berat, tapi sekuat tenaga kuseret dia hingga mencapai bibir tempat tidur kami.

Kubaringkan dirinya dengan lembut.

"Aku sudah bilang, panggil aku kalau mau ke luar," nadaku agak keras kali ini. Selalu saja dia merasa bisa melakukannya, padahal  kecelakaan itu hampir membuatnya lumpuh, dan aku rela merawatnya sampai dia pulih.

"Tapi aku mau belajar sendiri..." sergahnya.

"Nanti saja, kalau kamu sudah pulih, lakukan sendiri, apa saja maumu, asalkan itu membahagiakanmu," kataku tanpa rasa

Sammy memandangku lama. 

Diambilnya tanganku. 

"Maafkan, aku Dinda," kata itu tak pernah bosan dinyatakannya sejak kesalahan fatal yang pernah dilakukannya. 

Kupalingkan wajah. Aku tak pernah bisa lagi memiliki perasaan yang sama. 

"Sudahlah..." kutepiskan tangannya.

"Din..."

"Sudahlah. Aku buatkan secangkir kopi untukmu." kutinggalkan Sammy.

Masuk ke dapur dengan air mata yang tertahan. Perempuan mana yang dapat menerima jika akhirnya mengetahui pasangan hidupnya menjalin kisah cinta lagi? 

Hampir dua bulan sejak kejadian sore itu, yang membuka tabir gelap kehidupan rumah tanggaku. Tak pernah kutemukan jawaban mengapa Santi, tega melakukan semua ini pada hidup kami, tepatnya hidupku. 

Rumah tanggaku dengan Sam sudah kujalani tiga tahun, namun Tuhan belum menganugerahi buah hati. Kami berdua sehat walafiat menurut pemeriksaan medis. Hanya menunggu kemurahan Tuhan, begitu selalu nasihat orang tua kami. Dan selama tiga tahun itu aku sungguh merasakan cinta dan kasih sayang Sam yang luar biasa. 

Begitu juga aku terhadapnya. Kusayangi dan kucintai dia sepenuh-penuhnya. Sampai pada kecelakaan yang menimpa Sam dan Santi. Mereka baru saja kembali dari sebuah penginapan di daerah wisata perbukitan Utara sana. Kami bertiga bekerja pada perusahaan yang sama, hanya beda divisi.

Sungguh, hari itu bumi seperti menelan seluruh energi hidupku. 

Aku terluka. Lahir dan batin. Jiwa dan raga. 

Belum lagi kebodohanku yang tidak pernah tahu kalau Sam menjalin hubungan khusus dengan Santi, menjadi bahan perbincangan di kantor. 

Akh...kebodohankah?

Kuaduk perlahan dua cangkir kopi hitam. Seharusnya aku tidak lagi di rumah ini, sejak kejadian tersebut. 

Kubawakan kopi itu ke kamar. 

"Dinda," panggil Sam

"Aku masih mencintaimu. Terimalah, maafku,Din"

Aku tersenyum. 

"Sudahlah," hanya itu yang mampu kukatakan. Hatiku ngilu mendengarnya.

"Aku mengaku salah, aku telah  mengkhianatimu. Mungkin Tuhan tegur aku dengan kecelakaan ini."

Kusruput kopiku. 

"Kamu tidak pernah menjawab permintaan maafku, Din"

"Perlukah? Sementara luka  pengkhiatanmu tetap basah dan tak sanggup kukeringkan," datar saja emosiku, mungkin karena aku dihadapkan pada satu kenyataan di luar sana, yang buat hatiku tambah babak belur.

"Mulai hari ini, aku akan mencintaimu lagi, seperti dulu sayang," Sam menangis. Kudekati dia, kupeluk sayang.

Air mataku merembes. Aku masih perempuan lemah. Tapi, Sam tidak pernah tahu apa yang terjadi setelah kecelakaan itu. 

Santi ternyata sedang mengandung satu bulan. Rupanya mereka sudah lama mengkhianatiku. Keluarga Santi dan Sammy memohon keiklhasanku untuk menerima Santi dalam hidup kami.

Tapi aku memilih pergi dari mereka berdua...

"Buat saja yang terbaik untuk kalian," kataku terisak pada mereka. Aku tersungkur di kedua lengan Bapakku, saat kedua keluarga tersebut menemui Bapak dan Ibuku. Mereka merencanakan pernikahan Sam dan Santi, menunggu pulihnya Sam. 

"Mulai hari ini, Dinda..."dia memelukku semakin erat.

"Sam, maafkan aku. Semuanya sudah berlalu..." ucapku membatin.

 Andaikan,  kau tahu semua yang tengah terjadi, sanggupkah kau katakan kata-kata itu, padaku, Sam?

Kutinggalkan dia sendirian .

Sam, maafkan aku, di luar sana ada yang sungguh menantimu.

Aku telanjur tak  lagi bisa mempercayai cinta...

Sudut kota, dua puluh November tahun ini

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun