Rumah tanggaku dengan Sam sudah kujalani tiga tahun, namun Tuhan belum menganugerahi buah hati. Kami berdua sehat walafiat menurut pemeriksaan medis. Hanya menunggu kemurahan Tuhan, begitu selalu nasihat orang tua kami. Dan selama tiga tahun itu aku sungguh merasakan cinta dan kasih sayang Sam yang luar biasa.Â
Begitu juga aku terhadapnya. Kusayangi dan kucintai dia sepenuh-penuhnya. Sampai pada kecelakaan yang menimpa Sam dan Santi. Mereka baru saja kembali dari sebuah penginapan di daerah wisata perbukitan Utara sana. Kami bertiga bekerja pada perusahaan yang sama, hanya beda divisi.
Sungguh, hari itu bumi seperti menelan seluruh energi hidupku.Â
Aku terluka. Lahir dan batin. Jiwa dan raga.Â
Belum lagi kebodohanku yang tidak pernah tahu kalau Sam menjalin hubungan khusus dengan Santi, menjadi bahan perbincangan di kantor.Â
Akh...kebodohankah?
Kuaduk perlahan dua cangkir kopi hitam. Seharusnya aku tidak lagi di rumah ini, sejak kejadian tersebut.Â
Kubawakan kopi itu ke kamar.Â
"Dinda," panggil Sam
"Aku masih mencintaimu. Terimalah, maafku,Din"
Aku tersenyum.Â