"Sudahlah," hanya itu yang mampu kukatakan. Hatiku ngilu mendengarnya.
"Aku mengaku salah, aku telah  mengkhianatimu. Mungkin Tuhan tegur aku dengan kecelakaan ini."
Kusruput kopiku.Â
"Kamu tidak pernah menjawab permintaan maafku, Din"
"Perlukah? Sementara luka  pengkhiatanmu tetap basah dan tak sanggup kukeringkan," datar saja emosiku, mungkin karena aku dihadapkan pada satu kenyataan di luar sana, yang buat hatiku tambah babak belur.
"Mulai hari ini, aku akan mencintaimu lagi, seperti dulu sayang," Sam menangis. Kudekati dia, kupeluk sayang.
Air mataku merembes. Aku masih perempuan lemah. Tapi, Sam tidak pernah tahu apa yang terjadi setelah kecelakaan itu.Â
Santi ternyata sedang mengandung satu bulan. Rupanya mereka sudah lama mengkhianatiku. Keluarga Santi dan Sammy memohon keiklhasanku untuk menerima Santi dalam hidup kami.
Tapi aku memilih pergi dari mereka berdua...
"Buat saja yang terbaik untuk kalian," kataku terisak pada mereka. Aku tersungkur di kedua lengan Bapakku, saat kedua keluarga tersebut menemui Bapak dan Ibuku. Mereka merencanakan pernikahan Sam dan Santi, menunggu pulihnya Sam.Â
"Mulai hari ini, Dinda..."dia memelukku semakin erat.