Pasar tradisional, adalah sebuah tulang punggung bagi masyarakat untuk menggerakkan perekonomian terutama kalangan menengah ke bawah.
Namun sayangnya saat ini pasar tradisional kian tergerus oleh pasar modern. Citra pasar tradisional yang kotor yang tidak aman turut memengaruhi konsumen untuk lebih memilih belanja di pasar modern.
Untuk tetap memertahankan pasar tradisional agar tetap eksis dan tidak tergerus oleh pasar modern, maka muncul sebuah wacana untuk mencanangkan Hari Pasar Tradisional.
Kompasiana pun tertarik untuk melakukan jajak pendapat soal pencanangan Hari Pasar Tradisional ini dan hasilnya sebanyak 11 Kompasianer menyatakan setuju untuk adanya Hari Pasar Tradisional dan 2 Kompasianer lainnya menyatakan berseberangan.
Salah satu yang menyatakan setuju adalah Kompasianer Tamita Wibisono. Menurutnya, ide Hari Pasar Tradisional ini bukan sekadar peringatan tahunan yang bersifat seremonial belaka, namun harus membawa nilai transformatif, edukatif dan kualitatif kepada pedagang pasar sehingga transaksi jual beli di pasar tradisional mengalami peningkatan.
"Dalam hal kualitas komoditas yang diperdagangkan misalnya, pasar tradisional harus mampu bersaing dengan pasar modern. terlebih era MEA dimana produk global kian menjamur di pasaran. Berdasarkan pengalaman selama ini, saya masih kurang nyaman belanja beberapa jenis komoditas di pasar tradisional," tulis Tamita.
Ia memberikan contoh komoditas daging merah dan ayam potong. Bukan tanpa alasan, penjual daging dan ayam potong di pasar trasional beberapa daerah masih belum bisa menunjukan higinitas mereka. Belum lagi isue ayam tiren, daging glonggongan, daging oplosan dsb. Ke depan hal-hal seperti inilah yang harus ditepis melalui peningkatan kualitas komoditas yang dijual di pasar tradisional.
Peringatan Hari Pasar Tradisional ini pertama kali digagas oleh Yayasan Danamon Peduli di mana hal ini dilakukan untuk kembali menggerakkan gairah ekonomi di pasar tradisional.
“Pasar rakyat sangat bisa dan harus menjadi modern. Pasar rakyat didambakan tetap menjadi suatu tempat yang penuh dengan warna-warni kehidupan,” ujar Ketua Dewan Pembina Danamon Peduli Bayu Krisnamurthi saat pembukaan Festival Pasar Rakyat di Bentara Budaya Jakarta sebagaimana diberitakan Kompas.com
Bahkan pasar tradisional pun memiliki peranan yang sangat penting untuk membangun industri keratif seperti UMKM di Indonesia.
“Secara global adanya pasar UMKM ini sedang berkembang pesat. Pasar rakyat perlu dikemas ulang untuk meningkatkan nilai tambah dan daya saing. Hal inilah yang menjadi metode yang sedang dikembangkan BEKRAF,” ujar Wakil Ketua BEKRAF Ricky Pesik di sesi diskusi Pasar dalam Gerakan Generasi Muda dan Transformasi Pasar Rakyat.
Selain Tamita, Kompasianer lain yang menyatakan setuju untuk adanya Hari Pasar Tradisional adalah Ryva Nova. Menurutnya peringatan ini bisa mengingatkan kita bahwa sebelum ada pasar modern, kita telah memiliki pasar tradisional dan jangan sampai kita membumikan yang sudah ada dan melangitkan yang lebih belakangan hadir.
"Kita juga semestinyalah tetap membudayakan tradisi bangsa kita yang mendunia yaitu jiwa sosial yang berlatarkan keramahtamahan. Pasar tradisional bukan sekedar menawarkan kebutuhan primer kita semata, tapi ada sisi lain yang harus kita cermati, yaitu pembicaraan dua arah. Dan sepatutnya kita bangga bahwa Indonesia masih bisa menghidupkan warisan nenek moyang di masa lampau yang berjual beli dengan barter, sekarang kita kembangkan dengan bertukar mata uang Rupiah," tulis Ryva.
Meski demikian, harus ada hal yang diperhatikan seperti kualitas agar kenyamanan dan kesinambungan pasar tradisional bukan cuma slogan belaka. Dan membuat orang-orang untuk tetap memilih pasar tradisional sebagai tempat transaksi jual beli.
Walaupun begitu, ada juga pihak yang menentang soal gagasan Hari Pasar Tradisional ini. Contohnya adalah Wahyu Saputro. Menurutnya adanya Hari Pasar Tradisional seakan memerlihatkan bahwa pasar tradisional sangat langka, padahal berbeda dengan kenyataannya.
"Buat apa (adanya Hari Pasar Tradisional), apa mau modal asing pada kabur? Batasi modal asing, batasi pembangunan pusat perbelanjaan modern, kalau perlu tiadakan. Itulah solusi yang lebih baik," tulis Wahyu.
Geliat perekonomian di pasar tradisional memang harus dipertahankan. Masyarakat Indonesia khususnya menengah ke bawah masih mengandalkan pasar tradisional sebagai jantung perekonomian, di mana uang dapat berputar dan menjadi pemasukan bagi masyarkat.
(YUD)
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI