Selain Tamita, Kompasianer lain yang menyatakan setuju untuk adanya Hari Pasar Tradisional adalah Ryva Nova. Menurutnya peringatan ini bisa mengingatkan kita bahwa sebelum ada pasar modern, kita telah memiliki pasar tradisional dan jangan sampai kita membumikan yang sudah ada dan melangitkan yang lebih belakangan hadir.
"Kita juga semestinyalah tetap membudayakan tradisi bangsa kita yang mendunia yaitu jiwa sosial yang berlatarkan keramahtamahan. Pasar tradisional bukan sekedar menawarkan kebutuhan primer kita semata, tapi ada sisi lain yang harus kita cermati, yaitu pembicaraan dua arah. Dan sepatutnya kita bangga bahwa Indonesia masih bisa menghidupkan warisan nenek moyang di masa lampau yang berjual beli dengan barter, sekarang kita kembangkan dengan bertukar mata uang Rupiah," tulis Ryva.
Meski demikian, harus ada hal yang diperhatikan seperti kualitas agar kenyamanan dan kesinambungan pasar tradisional bukan cuma slogan belaka. Dan membuat orang-orang untuk tetap memilih pasar tradisional sebagai tempat transaksi jual beli.
Walaupun begitu, ada juga pihak yang menentang soal gagasan Hari Pasar Tradisional ini. Contohnya adalah Wahyu Saputro. Menurutnya adanya Hari Pasar Tradisional seakan memerlihatkan bahwa pasar tradisional sangat langka, padahal berbeda dengan kenyataannya.
"Buat apa (adanya Hari Pasar Tradisional), apa mau modal asing pada kabur? Batasi modal asing, batasi pembangunan pusat perbelanjaan modern, kalau perlu tiadakan. Itulah solusi yang lebih baik," tulis Wahyu.
Geliat perekonomian di pasar tradisional memang harus dipertahankan. Masyarakat Indonesia khususnya menengah ke bawah masih mengandalkan pasar tradisional sebagai jantung perekonomian, di mana uang dapat berputar dan menjadi pemasukan bagi masyarkat.Â
(YUD)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H