Mohon tunggu...
Kompasiana
Kompasiana Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Akun Resmi

Akun resmi untuk informasi, pengumuman, dan segala hal terkait Kompasiana. Email: kompasiana@kompasiana.com

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Artikel Utama FEATURED

Kala Berita Hoaks Sulit untuk Dibendung di Dunia Maya

8 Desember 2016   12:43 Diperbarui: 4 Januari 2018   20:12 1382
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Internet memang luar biasa. Hanya dengan sentuhan jari tangan saja kita bisa mendapat informasi dari seluruh belahan dunia. Bahkan di era ini kita tidak akan kekurangan informasi, tapi malah "muntah' informasi karena terlalu banyak.

Internet bak dua mata pisau yang tajam. Satu sisi membawa segala kemudahan untuk mendapat informasi dan berita, namun di sisi lain kemudahan ini memberi pengaruh negatif yaitu dengan mudahnya berita hoax tersebar luas.

Tentu saja mudahnya berita hoax menyebar di internet ini berpotensi membuat kerugian. Alih-alih menyebarkan informasi, para pengguna internet bisa saja malah menyebarkan sebuah fitnah.

Pemerintah Indonesia pun melihat hal ini sebagai fenomena tersendiri, bahkan dibuat sebuah regulasi untuk menekan penyebaran berita hoax ini. Adalah UU nomor 11 tahun 2008 tentang ITE yang bisa menjerat penyebar berita hoax.

Fenomena berita hoax ini memang sangat menarik untuk dicermati, Kompasianer pun memiliki pandangan masing-masing terhadap hal ini. Berikut ini adalah beberapa pandangan Kompasianer terhadap maraknya berita hoax yang beredar di dunia maya.

1. Divide et Impera ala Sosial Media

Ilustrasi. Siperubahan.com
Ilustrasi. Siperubahan.com
Riuh rendah pemilihan pemimpin di negeri ini selalu membekas luka di hati di akun pemilik sosial media. Masih jelas teringat Pilpres 2014 lalu bagaimana akun buzzer mendongkrat trending. Ada pula tweet/chat/share di Twitter, WhatsApp, dan Facebook yang berisi hoax, menyudutkan satu pihak, atau sekadar provokasi. Tak ayal, banyak pro-kontra yang menyulut emosi bahkan memutus persahabatan. Akun Facebook yang dulu banyak meng-accept friend request. Kini malah banyak meng-unfriend teman yang tidak 'sepaham'.

Itulah yang dituliskan Kompasianer Giri Lumakto dalam ulasannya. Penyebaran informasi yang tidak sesuai fakta memang kerap dijadikan senjata dalam peta persaingan politik untuk saling menjatuhkan lawan.

Media sosial bak sebuah dunia baru tempat di mana manusia dengan berbagai pola pikir tinggal di dalamnya. Tak heran jika banyak sekali pandangan berbeda melihat sebuah masalah yang terjadi. Namun menyebarkan berita hoax tetap tidak bisa dibenarkan.

Kevalidan berita bohong ini sulit dilacak saat sudah ribuan kali di-share. Akun yang pertama kali menyebarkan pun bisa palsu. IP address-pun bisa direkayasa dengan beragam metode. Semua demi menyembunyikan oknum penyulut divide et impera ini.

Ada baiknya kitalah yang menjadi kritis, bijak dan faham literasi digital. Mungkin kita sudah begitu jenuh dan padat dengan informasi dari dunia maya dan sosmed. Sehingga sulit memahami sudut berbeda dari satu isu.

2. Hoax, Media Sosial dan Hakikat Sebuah Kebenaran

Ilustrasi media sosial. 123rf.com
Ilustrasi media sosial. 123rf.com
Kompasianer Achmad Saifullah Syahid memiliki pandangan yang unik. Menurutnya, pengguna media sosial perlu memahami “kasunyatan” pada yang sisi berbeda.

Kasunyatan itu bisa dipelajari dari konsep filter bubble—konsep algoritma yang membaca perilaku pengguna media sosial. Eli Pariser berargumen, siapa yang kita pilih sebagai teman, link berita yang kita bagi, halaman favorit yang kita suka, dan tautan yang kita buka, dibaca oleh filter bubble dan membentuk identitas kita di media sosial.

Ibarat perahu, penumpang media sosial akan selalu mobat-mabit, moncat-mancit, rubuh-rubuh gedhang, karena cara berpikir yang tidak seimbang akan menciptakan goncangan-goncangan.Kebaikan-kebaikan menghasilkan pertengkaran. Kewajaran-kewajaran memproduksi permusuhan. Inisiatif-inisiatif kebersamaan menghasilkan kebencian. Semangat dan ajakan untuk menyelamatkan kasih sayang dan perlunya bebrayan dan prinsip lira’arofu, memunculkan kecurigaan dan ketidakpercayaan.

Rasionalisme bukan satu-satunya cara melawan berita hoax, walaupun Zuckerberg menyebut hal pertama yang akan dilakukan dalam perang melawan berita bohong ini adalah memperbaiki teknologi untuk mengenali mana berita palsu sebelum mereka menyadarinya.

3. Tumbal dalam Penyebaran Isu Hoax, Efek Lemahnya UU ITE

Ilustrasi hukum. Londoninlaw.co
Ilustrasi hukum. Londoninlaw.co
Pengertian tumbal ini menggoda Fidelis Harefa untuk bertutur sedikit tentang isu hoax yang beredar melalui media elektronik dalam kaitannya dengan upaya Kepolisian RI memburu penyebar isu hoax menggunakan UU ITE 2008.

Dalam ketentuan umum UU ITE, kata "menyebarkan" lebih dapat dimengerti sebagai pelaku pertama yang mengumpulkan, menyiapkan, menyimpan, memproses, mengumumkan, menganalisis, dan/atau menyebarkan informasi. Intinya, pelaku dalam hal ini adalah orang atau pihak yang pertama sekali memproduksi informasi. Mengolah dari bukan informasi menjadi informasi. Kalau hanya untuk pelaku pertama dikenakan pasal ini, maka jelas UU ITE sangat lemah.

Karena pasal-pasal UU ITE sangat lemah, maka pola kejahatan penyebaran informasi bohong pun dapat didesain sedemikian rupa. Dalam konteks Proxy War, tumbal disiapkan yakni pelaku pertama. Dan itu sah-sah saja. Setelah pelaku pertama memproduksi informasi, pelaku-pelaku berikutnya dengan sengaja atau tidak sengaja mengeroyok "tombol share" sehingga orang-orang yang tidak tahu menjadi tahu.

Senjata yang telah terbukti mampu memecah-belah bangsa Indonesia adalah "devide et impera". Ini telah terbukti memampukan Belanda menjajah Indonesia selama 350 tahun. Kemudahan rakyat Indonesia dihasut sudah diketahui oleh dunia sebelum kita-kita yang sedang membaca ini lahir. Oleh karena itu, kita pun tidak tahu kalau kelemahan ini dimanfaatkan untuk menghancurkan kita. (YUD)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun